Scroll Untuk Membaca

Nusantara

Harmonisasi Dalam Rumah Tangga Cegah Terjadinya KDRT

Harmonisasi Dalam Rumah Tangga Cegah Terjadinya KDRT
Diskusi Forum Legislasi dengan tema 'Upaya DPR dan Pemerintah Tekan Kasus KDRT di Tengah Maraknya KDRT' di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (5/9). (Waspada/Ramadan Usman)

JAKARTA (Waspada): Harmonisasi dalam kehidupan rumah tangga merupakan hal utama untuk mencegah persoalan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Namun demikian upaya mencegah dan memperbaiki persoalan KDRT bukan hanya dari satu variabel yaitu perundangan-undangannya saja.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Harmonisasi Dalam Rumah Tangga Cegah Terjadinya KDRT

IKLAN

“Variabel KDRT tidak tunggal maraknya kekerasan dalam rumah tangga. Persoalannya bukan hanya sekedar peraturan perundang-undangan tapi ada variabel-variabel lain yang juga ikut menghadirkan kekerasan dalam rumah tangga. Karena itu, yang utama harus ada upaya untuk menghadirkan harmonisasi dalam kehidupan rumah tangga,” ungkap Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema ‘Upaya DPR dan Pemerintah Tekan Kasus KDRT di Tengah Maraknya KDRT’ di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (5/9).

Menurut Nasir disamping upaya pembentukan perundang-undangan yang bisa merespon situasi ini, maka lingkungan sosial berpengaruh dan berperan besar untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.

“Dalam upaya preventif KDRT, pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap peraturan perundang-undangan yang ada,” ujar Nasir Djamil.

Psikologi dari Universitas Indonesia (UI) Mintarsih Abdul Latief tidak membantah ada banyak penyebab terjadinya KDRT, misalnya karena faktor ekonomi yang membuat seorang ayah tertekan dan akhirnya melampiaskan kekesalannya kepada isteri atau anaknya.

Selain itu, KDRT juga bukan hanya terjadi antara kekerasan yang dilakukan seorang suami kepada isteri, tetapi bisa juga kekerasan yang dilakukan orang tua kepada anaknya seperti yang terjadi di Bali.

Untuk itu, Mintarsih menekankan pentingnya sikap toleransi oleh tetangga atau orang lain di lingkungannya. Sebab dengan sikap toleran ini akan menimbulkan keberanian dan kepedulian.

Dia mencontoh, apabila melihat sebuah keluarga yang kekurangan dari sisi ekonomi kemudian dari persoalan ekonomi itu, harus muncul sikap toleran untuk membantu, sehingga potensi keributan atau KDRT bisa dicegah.

“Bagaimana mengatasinya? Kita kembalikan dalam hal ini masyarakat yang bisa saling membantu, saling gotong royong,” sarannya.

Anggota Komisi VIII DPR Iskan Qolba Lubis mengatakan, DPR dan pemerintah merasa telah melakukan upaya maksimal mencegah kekerasan dalam rumah tangga.

Salah satu upayanya adalah melalui regulasi dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PDRT/UU PKDRT).

Selain UU KDRT, DPR dan pemerintah juga masih melakukan upaya pencegahan dengan mengesahkan dan memberlakukan UU yang masih beririsan dengan pencegahan KDRT antara lain UU Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu Dan Anak Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (UU KIA), juga UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Orang.

“Tapi kenapa masalah ini berulang terus? Bagaimana permasalahannya? Saya lihat ada permasalahan itu di hulu dan di hilir. Di hulu, masyarakat menganggap laki-laki itu super, maka dia harus menguasai perempuan. Nah, sebaliknya juga perempuan menganggap dia lemah. Jadi merangkap dilema yang harus dilindungi,” paparnya.

“Jadi itu dulu yang harus kita hilangkan. Jangan kita merasa perempuan itu lemah, tapi harus mampu gitu ya,” tegasnya.

Kedua, saran politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, di sisi lain laki-laki juga jangan merasa memiliki power. Karena dalam banyak pekerjaan di institusi atau lembaga, ternyata laki-laki juga harus bermitra dengan perempuan.

Oleh karena itu, dia menekankan yang penting ditanamkan dalam persoalan ini adalah pentingnya komunikasi, misalnya di dalam rumah tangga antara suami istri harus komunikatif agar tercipta hubungan yang harmonis. Karena laki-laki punya pikiran sendiri, juga perempuan punya pikir sendiri.

Dalam hubungan yang lebih luas, Iskan menekankan perlunya negara memberikan porsi kepada perempuan untuk meningkatkan potensi dirinya. Tidak harus jabatan strategis negara harus didominasi laki-laki, tetapi juga harus diberikan kepada perempuan.

Oleh karena itu, ia menegaskan hal utama yang harus dilakukan negara adalah memperbaiki hulunya.

“Prinsipnya kita ingin hulunya diperbaiki. Hulunya dimana? Ada pada kebijakan negara, undang-undang untuk mengubah perilaku. Kemudian di hilirnya kita harus diperhatikan. Yaitu bagaimana penyebab banyak kekerasan, misalnya pernikahan dini atau ingin cepat nikah,” ujar Iskan.(j04)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE