JAKARTA (Waspada): Ketua Bidang Generasi Muda Partai Gelora Hudzaifah Muhibullah mengungkapkan bagian dari agenda politik Partai Gelora untuk mendorong pemerintah menggratiskan pendidikan di perguruan tinggi di Indonesia dan meminta perusahaan-perusahaan di tanah air aktif serta terlibat langsung dalam penyerapan tenaga kerja terdidik. Hal ini dalam rangka melakukan reformasi sistem pendidikan di Indonesia dan menekan jumlah pengangguran anak muda.
“Di Jerman pendidikan tingginya gratis sampai S3, tapi kalau di Indonesia cukup S1 dulu. Nah, agenda politik Partai Gelora adalah menjadikan pendidikan tinggi di Indonesia ini menjadi hak asasi bagi seluruh anak bangsa. Jadi pendidikan tinggi ini, istilahnya harus gratis,” kata Hudzaifah Muhibullah, dalam Gelora Talk bertajuk ‘Pengangguran Anak Muda, Potret Negeri dan Mimpi untuk Indonesia, Rabu (28/9/2022) di Jakarta.
Selain itu, kata Hudzaifah Muhibullah, di Jerman sejak kelas 5 SD sudah diarahkan ke penjurusan atau peminatannya dalam bidang vokasi, sehingga tingkat pengangguran anak mudanya relatif rendah.
“Saya kira upaya Eropa mereduksi penggangguran seperti di Jerman bisa diterapkan di Indonesia, misalnya mengintegrasikannya di tingkat ASEAN secara politik dan ekonomi,” katanya.
Menurut dia, saat ini banyak pengangguran anak muda, karena tidak sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan oleh perusahaan, baik pendidikan maupun keahlian.
“Disinilah perlunya kerjasama antara industri dan pemerintah. Pendidikan tingginya gratis, dan tenaga kerjanya langsung diserap oleh perusahaan-perusahan,” ujarnya.
Kepala Pusat Riset Pendudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nawawi PhD mendesak pemerintah segera mengatasi tingginya penangguran anak muda. Sebab, apabila tidak, program Indonesia Emas 2045 yang digadang-gadang pemerintah bisa gagal total.
“Mereka yang kini ada di bangku SD, SMP dan SMA yang akan menjadi tulang punggung Indonesia Emas 2045 jangan sampai nanti hanya menjadi penonton di negeri sendiri, karena kalah bersaing dengan tenaga kerja asing (TKA) dan tidak bisa menjadi agen perubahan,” kata Nawawi.
Karena itu, Nawawi berharap pemerintah segera menyiapkan sumber daya manusia (SDM) unggul terutama dalam pendidikannya, sehingga memiliki skill dan siap bersaing di Indonesia Emas 2045.
“Salah satu syarat Indonesia Emas 2045, bagaimana skill itu bisa diterima pasar kerja. Artinya, pemerintah perlu memikirkan bagaimana pendidikan itu bisa ekuivalen dengan yang dibutuhkan di pasar kerja. Pemerintah harus menfaslitasi anak muda dengan berbagai program untuk bisa bersaing di dunia kerja,” katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Muhammad Ryano Panjaitan mengatakan, pemerintah harus mampu menciptakan peluang kerja bagi masyarakat, terutama anak muda untuk menghadapi tantangan ledakan pengangguran akibat krisis global.
Ia berharap pemerintah tidak terkecoh dengan catatan data Badan Pusat Statistik (BPS) soal penurunan jumlah pengangguran. Dari Agustus 2021 sebanyak 9,7 juta penggangur, turun pada Februari 2022 menjadi 8,4 juta jiwa.
“Meski turun, tetapi faktanya pengangguran tersebut, 70 persen usia produktif dan yang terserap pekerjanya atau sekitar 39 persen porsi terbesar sebagai pekerja sektor pertanian,”urainya.
Untuk menurunkan angka pengangguran, lanjutnya, pemerintah diharapkan perlu menciptakan entrepreneurship untuk para milenial yang saat ini baru sektiar 1,6 persen.
Sedangkan Executive Director Youth Laboratory Indonesia Muhammad Faisal mengatakan, revoluasi industri 4.0 merugikan anak muda, dan juga tidak bisa diandalkan untuk menyelesaikan penyerapan tenaga kerja.
“Dengan adanya narasi revolusi 4.0 secara global, yang mendewakan digital seperti Amazon tidak bisa menyerap tenaga kerja anak muda, malahan mereka mengganti pekerja dengan robot,” kata Faisal.
Faisal juga menyayangkan sikap anak muda sekarang yang menginginkan pekerjaan sesuai dengan selera mereka. Apabila tidak sesuai dengan pekerjaan, mereka akan tinggal pekerjaan tersebut, dan memilih menganggur.
“Sebelum pandemi anak muda cenderung menginginkan pekerjaan sesuai dengan seleranya dan jika tidak cocok lalu ditingalkan. Dalam situasi krisis ekonomi sekarang, para tokoh muda perlu mendorong untuk berpikir jauh ke depan dan memiliki visi jangka panjang.
“Krisis telah melahir tokoh dan pemimpin besar seperti Soekarno, Bung Hatta, Moh Yamin dan lainnya. Kita berharap tokoh-tokoh muda kembali lahir seperti zaman kemerdekaan,” pungkasnya. (J05)