EkonomiNusantara

Gan Z Sebesar 27 Persen Dari Total Penduduk Jadi Fokus OJK

Gan Z Sebesar 27 Persen Dari Total Penduduk Jadi Fokus OJK
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawz. (Ist)
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada): Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, kelompok anak muda, atau yang disebut Generasi Z (Gen Z) , merupakan kelompok yang signifikan dengan jumlah sekitar 75 juta jiwa atau sebesar 27% dari total penduduk Indonesia.

Karena itu, kelompok Gen Z menjadi fokus OJK untuk terus didorong dalam peningkatan literasi keuangan masyarakat, terutama bagi kelompok anak muda tersebut.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi mengatakan, Gen Z yang lahir antara 1997 hingga 2012 ini juga mendominasi dalam hal adaptasi internet yaitu sebanyak 34,4%.

“Adaptasi terhadap layanan internet ini akan menghasilkan kontribusi besar bagi perekonomian baik dari sisi sebagai konsumen aktif, sebagai pengusaha muda, maupun dapat sebagai penggiat media online, content creator, youtuber, dan sebagainya,” tuturnya dalam Festival Literasi Finansial 2024, bertema “Kami Generasi Siap Finansial”, Jumat (27/9/2024).

Menurut Hasan, tingginya adaptasi internet di Indonesia ini turut mendorong terus inovasi di sektor keuangan, termasuk digitalisasi perbankan hingga sektor pembiayaan seperti P2P lending alias pinjaman online (pinjol).

Bahkan, kini pengguna dan jumlah investor yang meminati instrumen aset kripto sebagai alternatif sarana investasinya tercatat makin meningkat.

OJK menyebut, dengan beragam inovasi di sektor keuangan, diharapkan terus terobosan ini dapat menghadirkan solusi yang better, faster, and cheaper, yang memberikan kemudahan lebih baik, lebih cepat dalam layanannya, dan juga lebih efisien, lebih murah. BACA JUGA

Meski demikian, dia menyorot tidak jarang juga muncul berbagai kasus yang berpotensi merugikan masyarakat pengguna, khususnya bagi gen Z, akibat kurangnya pemahaman atau literasi terkait dengan pemanfaatan produk dan layanan keuangan digital.

Dengan demikian, literasi keuangan merupakan kemampuan penting untuk memahami dan mengelola keuangan pribadi secara efektif. Hal ini mencakup konsep dasar, seperti kebiasaan menabung, berinvestasi, mengelola keuangan dan utang serta merencanakan berbagai rencana keuangan di masa mendatang.

Lebih lanjut, Hasan menyebut dengan era digital saat ini, literasi keuangan makin terasa dibutuhkan, karena teknologi tidak hanya mengubah cara masyarakat untuk melakukan transaksi keuangan, namun juga memberikan dan menghadirkan kompleksitas tersendiri dalam penggunaan layanan keuangan.

“Jangan sekarang ikut-ikutan dan terbawa-bawa arus gaya seperti YOLO (You Only Live Once) misalnya,” ujar Hasan.

Di mana, ketika seseorang mendapat kelebihan uang sedikit, langsung menghabiskan uang, tanpa berpikir bagaimana merencanakan pengelolaan uang dan investasi untuk kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.

Hasan juga menyinggung soal fenomena FOMO, (Fear Of Missing Out), dimana kondisi bahwa anak muda kerap memilih produk dan layanan keuangan digital hanya atas dasar takut jika tidak mengikuti tren dan cenderung tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

Selain itu, himbau Hasan, anak muda harus menghindari FOPO (Fear Of Public Opinion) fenomena yang kini marak terlihat dalam penggunaan media sosial.

“Di mana teman-teman adik mahasiswa dalam memilih suatu produk dan layanan keuangan digital ini hanya berdasarkan perasaan untuk takut jika mendapatkan kritik dari orang-orang sekitar atau tidak mendapatkan tanda like yang banyak gitu ya. Ini juga tentu harus kita hindari,” jelasnya.

OJK juga mengingatkan, agar Gen Z untuk selalu waspada terhadap modus penawaran layanan keuangan, jangan mudah percaya dengan orang lain dan berhati-hati dalam membagikan informasi dan data pribadi kepada orang lain termasuk media sosial.

“Jadi ini biasanya ada upaya social engineering di mana teman-teman tanpa sadar membagikan data pribadi rahasia yang tidak seharusnya dibagikan,” ucapnya.

Menurutnya, modus yang terjadi biasanya menjadi celah masuk penggunaan data untuk keperluan layanan ilegal atau tindakan yang merugikan kelompok masyarakat.

Hasan mengingatkan untuk selalu memeriksa setiap produk dan layanan keuangan yang ditawarkan haruslah memiliki izin yang resmi dari otoritas yang berwenang.

“Kalau ditawarkan sesuatu yang menggiurkan dan tidak masuk akal misalnya berikan imbal hasil atau tawaran bunga yang sangat tinggi 10%-20% sebulannya gitu. Tentu ini sesuatu yang harus kita periksa lebih lanjut dan kita curigai lebih awal,” imbuhnya. (J03)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE