DELISERDANG (Waspada): Koordinator Forum Silahturahmi Keraton Nusantara
(FSKN) Wilayah Sumatera angkat bicara soal bentrok yang terjadi antara aparat gabungan terhadap masyarakat di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Ia mengimbau agar aparat mengedepankan pendekatan persuasi dan humanis kepada masyarakat.
“Kami menyesalkan tindakan represif yang dilakukan terhadap masyarakat Rempang yang mempertahankan tanah leluhurnya,” kata Koordinator FSKN Wilayah Sumatera Drs Tengku Achmad Thala’a Syariful Alamsyah yang akrab disapa Tengku Ameck kepada Waspada, Kamis (14/9) di Lubukpakam.
Tengku Ameck yang merupakan Sultan Serdang ke IX ini, menanggapi pemberitaan sebelumnya, dimana diketahui, bentrokan itu dipicu oleh penolakan masyarakat adat Pulau Rempang atas Pembangunan kawasan industri di lahan pulau seluas 17.000 hektare. Proyek yang dilabeli dengan proyek strategis nasional untuk membangun kawasan industri, perdagangan, dan wisata itu merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) pada 2023 sebagai Rempang Eco City.
Bentrokan terjadi saat tim gabungan berusaha menerobos masyarakat yang berjaga di Jembatan IV Barelang Pulau Rempang karena menolak dilakukannya pengukuran dan pemasangan batok di wilayah tersebut.
Menurut Tengku Ameck, sekali pun ada penolakan dari masyarakat, semestinya tidak perlu ada tindakan represif. Seharusnya aparat bisa lebih humanis dan bersifat persuasif untuk berdialog bersama warga.”Kekerasan adalah yang tidak dapat diterima dalam masyarakat yang beradab,” ujarnya.
Untuk itu, Tengku Ameck menyarankan agar melakukan pendekatan komunikasi yang baik dan terbuka untuk mencari solusi. “Jadikan masyarakat Rempang bahagian integral dari pembangunan itu sendiri,” tutupnya. (a16/a01)