DPR Akan Merekomendasikan Lembaga BPOM Diberikan Hak Eksekutorial

  • Bagikan

JAKARTA (Waspada): Anggota Badan Legislasi DPR RI, Dr.Ir HE Herman Khaeron merekomendasikan agar Lembaga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) diberikan hak eksekutorial, hak untuk melakukan tindakan atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pihak yang diawasi oleh lembaga pemerintah itu.

Pernyataan Herman Khaeron dari Fraksi Partai Demokrat itu didukung politisi Fraksi Partai Golkar Emanuel Melkiades Laka Lena.

Hak BPOM untuk melakukan tindakan atas pelanggaran tidak diberikan oleh Undang-Undang.

“Tidak ada hak eksekutorial, yang memungkinkan mereka bisa mengambil tindakan untuk mengeksekusi pada setiap pelanggaran,”ungkap Khaeron dalam diskusi Forum Legislasi DPR Kebut RUU Pengawasan Obat dan Makanan di Media Center DPR RI, Jakarta, Selasa (15/11).

Menurut Khaeron, BPOM diberikan tugas pengawasan terhadap obat dan makanan. Mereka terus melakukan pengawasan, tetapi lagi-lagi kenapa kemudian selalu saja muncul kasus-kasus yang ini menyebabkan kerugian bagi masyarakat. Kasus ini agak sulit tertangani dan bahkan terjadi berulang-ulang.

“Persoalan mendasar, BPOM yang selama ini hanya punya hak untuk pengawasan tidak diberikan hak eksekutorial untk bisa mengeksekusi,”ujarnya.

Herman Khaeron menambahkan hak BPOM bisa mengeksekusi karena PPNS diatur di dalam tata peraturan penegakan hukum.

“Jadi PPNS bisa untuk melaporkan tindakan Kementerian Perdagangan. Semestinya bisa sampai ke penyelidikan. Jadi menurut saya bisa saja hak penyelidikan kita berikan namun hak penyidikannya serahkan kepada Alat Penegak Hukum,”kata Khaeron.

Dia mengatakan, kalaupun BPOM diberikan hak eksekutorial bisa saja haknya diberikan sampai kepada hak penyelidikan, sehingga betul-betul penyelidikannya sesuai dengan ilmu pengetahuan ataupun kemampuan profesionalitasnya BPOM.

Selain itu politisi Partai Demokrat itu menyatakan, pihaknya akan merekomendasikan pada pembahasan terhadap Undang-Undang perlindungan obat dan makanan dan perlindungan lainnya terhadap konsumen, kita memberikan bobot extraordinary crime. Supaya betul-betul memberikan efek jera.

“Jangan lagi ada orang jual obat tanpa izin. jangan lagi, apalagi kalau sekarang beli obat di online shop, beli di online shop itu gampang dan cepat datang. Kita mencari obat di toko-toko obat di apotek-apotek sulit dicari, di online ada, tapi datangnya belum tentu itu obat yang benar, obat yang asli, bisa jadi ini obat yang menyesatkan, bukan menyehatkan, tapi menyesatkan. Jadi oleh karena itu kesimpulan saya bahwa dalam melindungi masyarakat memang harus pada pasal-pasal yang memberikan bobot ekstra ordinary crime,”tegas Herman Khaeron.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena menyatakan pihaknya akan mendorong adanya penguatan terhadap sistem pengawasan obat, yang dilakukan oleh teman-teman PPNS yang berada di lingkungan badan POM pusat dan daerah dalam hal pengawasan dan penindakan.
Harus diakui bahwa Balai POM itu kadang-kadang mereka ada bergeraknya tidak seperti yang kita bayangkan. BPOM yang ada di pusat dan daerah, fungsi dan pengawasan itu bukan berada di mereka.

Kalau KPK bisa mengawasi dan bertindak, namun balai POM ini harus bekerja sama dengan yang lain, baik di pusat maupun daerah ketika akan menindak.

“Ini harus kita atur bagaimana caranya karena ini bersifat khusus, mestinya ruang bagi Balai POM atau badan POM di pusat ini untuk menindak harus diberikan ruang. Kita mendorong agar RUU ini disempurnakan dan mempertimbangkan kemudian investasi dan kita tahu bahwa bisnis farmasi ini sangat kuat. Investasi industri farmasi, obat, makanan dan kosmetik bisa mencapai 1100 triliun rupiah dalam setahun,”ungkap Emanuel.(j04)

  • Bagikan