Cegah Pernikahan Dini Lewat Pendekatan Budaya

  • Bagikan

JAKARTA (Waspada): Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Hak Anak (KemenPPPA), Agustina Erni menyayangkan terjadinya perkawinan anak yang terjadi di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Pernikahan ini sempat viral di pemberitaan, lantaran kedua mempelai masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Meskipun tidak mengantongi izin dari kelurahan setempat, pernikahan tetap dilangsungkan dan digelar secara meriah.

“Saya sangat menyayangkan terjadinya perkawinan anak ini, yang mana kedua mempelainya masih di bangku sekolah. Saya harap ini bisa menjadi perhatian bagi kita semua, untuk dapat bersama – sama terus melakukan upaya pencegahan perkawinan anak yang hingga kini terus terjadi di Indonesia. Karena perkawinan anak dapat memberikan dampak yang negatif bagi anak itu sendiri,” kata Erni, di Jakarta, Jumat (27/5).

KemenPPPA telah melakukan koordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kab. Wajo. Upaya penjangkauan dan assesmen telah dilakukan melalui UPTD PPA Kab. Wajo dan didapatkan hasil bahwa pernikahan tersebut dilakukan karena pihak laki-laki merasa takut pasangannya dilamar oleh lelaki lain. Bahkan terdapat ancaman apabila lamarannya tidak diterima, maka rumahnya akan dibakar.

Pihak pemerintah setempat, dalam hal ini pihak kelurahan, sudah tidak memberikan izin dengan tidak memberikan pengantar sehingga kepengurusan dokumen calon yang akan menikah tersebut tidak dilanjutkan. Dengan begitu, proses pengurusan hanya dilakukan sampai pada tingkat kelurahan. Selanjutnya, pernikahan berlangsung dengan hanya dinikahkan oleh orang tua mempelai.

“Saya menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak pemangku kepentingan, melalui UPTD PPA Kab. Wajo, Dinas PPPA Kab. Wajo, PUSPAGA, maupun Dinas PPPA Provinsi yang telah turun melakukan upaya penjangkauan ke orangtua pengantin perempuan. Meskipun edukasi telah dilakukan maksimal dengan menyampaikan dampak perkawinan anak yang dapat membahayakan anak itu sendiri ke depannya, namun memang ini masih sulit untuk sampai ke tahap mengubah pemikiran dari yang bersangkutan,” ujar Erni.

Menurut Erni, jika kondisi tersebut tetap tidak bisa dilakukan pencegahan, maka perlu adanya pendampingan bagi kedua pengantin tersebut baik dalam pendidikan, kesehatan, dan kesiapan pengasuhan anak dengan baik. Tentu pendampingan ini juga akan melibatkan Dinas Pendidikan, Puskesmas untuk pendampingan kesehatan reproduksi, serta PUSPAGA dalam konseling pengasuhan. Lalu, selanjutnya dapat mengajukan dispensasi kawin untuk perlindungan bagi anak tersebut.

Kemudian, upaya lain secara sistem dapat juga melakukan inisiasi penguatan dengan gugus tugas pencegahan dan penanganan perkawinan anak yang diintegrasikan dalam mekanisme koordinasi yang dilengkapi dengan SK Bupati dan secara strategis juga merupakan bagian dari gugus tugas KLA. Penegakan hukum dalam upaya penanganan bisa dilakukan secara represif meskipun upaya pencegahan yang lebih prioritas, berdasarkan Perda No. 15 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dimana menyebutkan upaya pencegahan dan penanganan dalam perkawinan anak.

“Upaya penyadaran masyarakat untuk pencegahan perkawinan anak berbasis budaya menjadi penting dengan pendekatan melalui tokoh agama. Hal ini perlu terus dilakukan oleh pihak – pihak terkait. Memang menjadi tantangan tersendiri untuk kita semua, namun kita harus memberikan edukasi secara terus menerus kepada masyarakat untuk mencegah kembali terjadinya perkawinan anak,” tegas Erni.

Sementara itu, Kabupaten Wajo sendiri telah menempati urutan pertama kasus perkawinan anak di Sulawesi Selatan. Sepanjang tahun 2021, terdapat sebanyak 746 kasus perkawinan anak yang terjadi di daerah tersebut.

Data dari Kepala UPTD PPA Dinas Sosial Pengendalian Penduduk Kabupaten Wajo, angka kasus perkawinan anak di Kabupaten Wajo merupakan yang paling tinggi di Sulawesi Selatan. Sementara, untuk tahun 2022, data yang tercatat di UPTD PPA Dinsos Kabupaten Wajo per tanggal 24 Mei 2022 tercatat sudah ada 196 berkas pemohon. Menurutnya, sosialisasi pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Wajo telah sering dilakukan, namun upaya tersebut belum berhasil menekan angka dari kasus perkawinan anak.

Pemerintah Sulawesi Selatan, melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-DALDUK KB) Sulawesi Selatan telah melakukan berbagai upaya kebijakan dan program dalam pencegahan dan penurunan angka perkawinan anak, diantaranya melalui Instruksi Gubernur Sulsel Nomor 1 Tahun 2018 tentang Stop Perkawinan Anak di Sulawesi Selatan.(J02),

  • Bagikan