Berdampak Perubahan Iklim Global, Pengamat Bilang Perlu Peralihan Energi Batubara

  • Bagikan
Berdampak Perubahan Iklim Global, Pengamat Bilang Perlu Peralihan Energi Batubara
Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI menggelar Diskusi Forum Legislasi kerjasama Biro Pemberitaan DPR RI dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) dengan tema “RUU EBT Kembali Dibahas, Menanti Energi Terbarukan Sebagai Solusi Energi”, Selasa, (25/2/ 2025) di Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. (Waspada/Andy Yanto Aritonang)

JAKARTA (Waspada):
Pengamat Energi, Kurtubi menegaskan, Batubara yang selama ini menjadi tulang punggung energi di Indonesia memiliki dampak besar terhadap perubahan iklim global.

Oleh karena itu, diperlukan peralihan ke energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan nuklir agar Indonesia tidak tertinggal dalam upaya global menuju netralitas karbon.

Kebijakan energi yang pro-investasi serta pengelolaan sumber daya yang optimal, termasuk pemanfaatan energi nuklir, dapat menjadi solusi jangka panjang bagi ketahanan energi Indonesia,”ungkap Kurtubi dalam Forum Legislasi di Jakarta Selasa (25/2).

Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT), kembali mencuat di tengah urgensi transisi energi nasional. Apalagi, percepatan pengesahan regulasi ini krusial untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan beralih ke sumber daya yang lebih ramah lingkungan.

Menurut Kurtubi,
sejak dirinya masih berada di Komisi VII DPR RI (sekarang Komisi XII DPR RI), RUU EBT telah menjadi wacana yang tak kunjung mendapat kepastian hukum.

“Saya mendukung agar undang-undang ini segera disahkan. Ini sudah dibahas sejak lama, sementara dunia terus mengalami peningkatan suhu akibat emisi karbon tinggi,”tukasnya.

Menurutnya, selain isu energi terbarukan, Kurtubi juga menyoroti kebijakan terkait minyak dan gas (migas).

Dia menilai bahwa Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 masih menjadi penghambat investasi karena membebankan pajak kepada investor bahkan sebelum produksi dimulai.

“Sistem yang ada sekarang tidak menarik bagi investor. Undang-undang ini perlu segera direvisi agar produksi migas nasional bisa meningkat,” katanya seraya menekankan perlunya pengelolaan sumber daya energi yang lebih berpihak pada kepentingan negara dan masyarakat.

Dengan cadangan uranium dan torium yang besar, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebagai solusi jangka panjang dalam ketahanan energi.

“Kita harus mendorong pemerintah untuk segera mendeklarasikan industri nuklir nasional, karena ini adalah masa depan energi bersih yang berkelanjutan,” tambahnya.

RUU EBT diharapkan menjadi langkah konkret dalam mendukung transisi energi di Indonesia, memastikan keberlanjutan lingkungan, serta meningkatkan ketahanan energi nasional. Keputusan pemerintah dalam mengesahkan regulasi ini akan menjadi penentu arah kebijakan energi di masa depan.

Sementara Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya
meyakini RUU EBT (kalau disahkan menjadi Undang-Undang) akan
mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Dengan target pembangunan 107 GW energi dalam 15 tahun ke depan, dimana 75 persen diantaranya berasal dari energi baru terbarukan.

Karena RUU EBT sebagai langkah strategis dalam memastikan ketahanan energi nasional dan menjawab tantangan global menuju Net Zero Emission.

Menurut Bambang, pembahasan RUU EBT menjadi prioritas Komisi XII DPR RI, sebagai bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Ia juga menekankan bahwa regulasi ini sejalan dengan visi pemerintahan Prabowo-Gibran dalam mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen agar Indonesia bisa keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap) dan menjadi negara industri maju.

“Selain sebagai strategi ketahanan energi, RUU EBT juga bertujuan menjawab tantangan global, khususnya komitmen Indonesia terhadap Net Zero Emission. Hal ini semakin relevan dengan proyeksi kebutuhan energi Indonesia yang diperkirakan mencapai 107 GW dalam 15 tahun ke depan, dengan 75 GW berasal dari sumber energi baru terbarukan,” tuturnya lagi.

Dengan berbagai urgensi tersebut, saya optimistis pembahasan RUU EBT akan segera diselesaikan agar Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat dalam memanfaatkan energi baru terbarukan untuk pembangunan nasional yang
berkelanjutan,” pungkasnya.(j04)


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Berdampak Perubahan Iklim Global, Pengamat Bilang Perlu Peralihan Energi Batubara

Berdampak Perubahan Iklim Global, Pengamat Bilang Perlu Peralihan Energi Batubara

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *