JAKARTA (Waspada): Anggota Komisi XI DPR RI
Zulfikar Arse Sadikin
mengingatkan pemerintah agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus berbasis program kerja, kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang dilakukan melalui Musrembang (Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) yang dipetakan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia ( Bappenas RI).
Politisi Fraksi Partai Golkar itu mengingatkan juga
APBN 2025 itu jangan sampai habis hanya untuk gaji penyelenggara negara (PNS) saja.
“Tetapi untuk penyelenggaraan negara,” tegas Zulfikar dalam acara Forum Legislasi dengan tema ‘Mengupas RAPBN 2025 Menuju Indonesia Maju’ bersama Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, dan Praktisi Media John Andhi Oktaveri di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (11/6).
Menurut Zulfikar motto atau tagline Kementerian Keuangan (Kemenkeu ) RI yang mencari sebanyak-banyaknya, pendistribusian sebaik-baiknya dan inovasi keuangan, jangan sampai hanya mengkolek- kolek dari pajak yang kecil, tapi yang besar-besar tidak.
Hal itu agar APBN mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, terwujudnya pemerataan, dan mensejahterakan masyarakat.
“Collecting more; standing better and innovation finance (Mengumpulkan lebih banyak; berdiri lebih baik dan inovasi keuangan). Tapi, kalau 50% saja habis untuk belanja negara (gaji pegawai) tentu sulit bisa menggeliatkan pertumbuhan ekonomi rakyat. Artinya APBN itu sudah presisikah? Kalau tidak, ya sulit,” kata politisi Golkar itu.
Menurut dia, arahnya standing better bagaimana agar APBN kita itu mampu menghadirkan pertumbuhan pemerataan, kesejahteraan.
Zulfikar mengatakan, coba kita lihat dari sisi belanja, misalnya belanja barang, belanja pegawai, belanja modal belanja sosial, mana yang lebih banyak? Ternyata kita lihat lebih banyak belanja. Nah sudah belanja. Belanja barang sama belanja pegawai benar hampir 50 persen.
“Bagaimana kalau kita pakai untuk mendukung ekonomi kita menuju pertumbuhan, pendidikan dan kesehatan,”ujarnya.
Sebenarnya, ungkap Zulfikar, yang harus kita fokus lebih dulu adalah apa kerja kita? Tentu harus mapping dulu apa yang kita butuhkan benar-benar harus ada riset.
“Tentu perencanaannya di Bappenas, kita juga sudah punya sebenarnya prosedur.
Nailul Huda menilai bahaya kalau rasio pajak atau tax ratio utang luar negeri kita atas PDB (produk domestik bruto) mencapai 40,41% atau setara dengan Rp 6000 triliun.
Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan target 2024 sebesar 38,26% dan lebih tinggi dari realisasi tahun 2023 yang sebesar 38,98%.
“Kenaikan rasio utang itu selaras dengan defisit anggaran yang ditarget meningkat. Defisit anggaran pada 2025 disasar meningkat menjadi 2,45% sampai 2,8% terhadap PDB, dari tahun ini sebesar 2,29% atau Rp6000 triliun. Ini bahaya,” tegas Nailul.
Dikatakan, APBN 2025 akan dihantui oleh bunga utang luar negeri yang cukup masif. Apa lagi jika nilai tukar rupiah terhadap dollar terus merosot.
“Alhasil, pemerintah terus berupaya untuk mengurangi subsidi BBM, listrik, gas, dan sebagainya yang bebani rakyat makin berat akibat beban utang tersebut. Kebijakan fiskal itu kontradiktif dengan terus mengurangi subsidi rakyat. Tapi, Menkeu Sri Mulyani selalu mengajukan APBN yang optimistis, maka layak dipertahankan dalam pemerintahan Prabowo – Gibran,” tambah Nailul.
Beban APBN dan utang luar negeri tersebut disebabkan perlunya anggaran OIKA (Otorita Ibu Kota Nusantara) sekitar Rp 466 triliun, program makan susu gratis Prabowo – Gibran Rp 666 triliun dan proyek-proyek pembangunan infrastruktur jalan tol, kereta cepat, MRT dan lain-lain, yang juga telan biaya ratusan triliun rupiah. Sedangkan pada 15 Mei 2024 l utang Luar Negeri RI Turun Jadi Rp 6.489 Triliun. Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada kuartal I 2024 mencapai 403,9 miliar Dolar AS atau setara Rp 6.489 triliun (kurs Rp 16.068). Nilai itu turun 0,02% dibandingkan posisi triwulan sebelumnya yang 408,5 miliar Dolar AS, ungkap Nailul Huda.(j04)