Scroll Untuk Membaca

Nusantara

Anggota Komisi IX DPR RI Nilai Pemerintah Belum Siap Menjalankan KRIS

Anggota Komisi IX DPR RI Nilai Pemerintah Belum Siap Menjalankan KRIS
Suasana diskusi Dialektika Demokrasi DPR_RI bekerjasama dengan Kordinatoriat Wartawan Parlemen dengan tema "BPJS Kesehatan dengan KRIS, Permudah Layanan atau Jadi Beban?" di Gedung Nusantara 1 DPR RI,Jakarta, Selasa (21/5). (Waspada/ Andy Yanto Aritonang)
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada): Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo menilai Pemerintah belum siap menjalankan untuk mengganti sistem rawat inap BPJS Kesehatan dengan sistem Kelas Rawat Inap Standar (Kris). Kris merupakan aturan baru mengatur fasilitas perawatan pada pelayanan rawat inap yang berdasarkan kelas rawat inap standar dilaksanakan secara menyeluruh untuk rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan paling lambat 30 Juni 2025.

Politisi Fraksi PDI Perjuangan Rahmad Handoyo tidak membantah program KRIS dalam BPJS Kesehatan merupakan amanat UU yang harus didorong untuk memperbaiki layanan fasilitas bagi peserta BPJS.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Anggota Komisi IX DPR RI Nilai Pemerintah Belum Siap Menjalankan KRIS

IKLAN

“Sistem pembiayaannya yang masih amburadul. Sampai sekarang saya baru mendengar sayup-sayup artinya kesimpulannya pelaksanaan Kris tanpa diskusi tanpa pembahasan tanpa aturan tanpa kebijakan masalah pembiayaan rasa-rasanya ini hanya akan berlangsung mundur dan mundur,”ujar Rahmad Handoyo dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema “BPJS Kesehatan dengan KRIS, Permudah Layanan atau Jadi Beban?” di Jakarta, Selasa (21/5).

Menurut Handoyo, Kalau untuk peserta PBI mungkin tidak akan menemui masalah, tetapi untuk peserta BPJS mandiri kebijakan ini sulit diterapkan,” ujarnya.

“Saya berani bertaruh sampai tahun depan 2025, pemerintahan saya kira sampai sekarang belum akan bisa berjalan, jika konsepnya aja belum jalan. Menjalankan menggulirkan KRIS tanpa dibarengi dengan kebijakan pembiayaan, ya sulit. Kesimpulannya pemerintah saat ini belum siap untuk menjalankan menuju Kris tahun 2025 terkhusus pemerintahan sekarang belum siap,” ungkap Rahmad Handoyo.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena menganalogikan pelayanan kesehatan di rumah sakit saat ini seperti layanan naik kereta api di era dulu.

Menurut Melki KRIS adalah pengganti layanan kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan yang bertujuan untuk memberikan layanan kesehatan secara merata tanpa melihat besaran iurannya.

“Kalau saya bikin ilustrasi itu dulu kita bicara kereta api. Ini kan nggak adil, antara ekonomi, bisnis dan eksekutif. Padahal sama-sama bayar tapi yang ekonomi tidak pernah dapat tempat duduk. Karena berebutan naiknya, orang berdesakan, tidak ada AC. Wah ampun-ampun deh kelas 3 ekonomi waktu itu,” ungkap Emanuel Melkiades Laka Lena Tetapi, sambung Melki, panggilan akrab politisi Partai Golkar ini, di era Dirut KAI Ignatius Jonan semua layanan kelas 3 kereta api diperbaiki.

Dengan KRIS tersebut, menurut Melki, DPR mendorong agar pelayanan pasien kelas 3 juga mendapat pelayanan standar yang sama dengan kelas 1 dan 2. Ada 12 item layanan standar di kelas 3 BPJS yang harus ada seperti di layanan BPJS kelas 1 dan 2.

“Naik kereta api ekonomi sekarang juga dapat tempat duduk-duduk, tidak lagi yang berdiri. Ada AC, ventilasi semua diatur bagus. Jadi yang namanya ekonomi juga naik sebagai seorang penumpang. KRIS ini justru menjalankan perintah Pancasila. Sila kelima dan menjalankan Undang-Undang SDSN, menjalankan Undang-Undang BPJS,” ujarnya.

Sebenarnya menurut Melki, sudah 20 tahun sejak UU SDSN diberlakukan DPR menginginkan adanya pelayanan kelas rawat inap standar, tetapi pemberlakuan ditunda terus.

“Jadi sudah 20 tahun sudah diundangkan 2004 yang lalu itu, SDSN belum sempat menyelenggarakan dengan baik soal ini,” ujar Melki.

Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes RI, Yuliastuti Saripawan mengungkapkan kesiapan rumah sakit sedang berproses. Menurutnya, kesiapan rumah sakit dalam penerapan KRIS sangat berbeda karena masing-masing rumah sakit juga memiliki kemampuan yang berbeda pula.

“Seharusnya 1 Januari 2023 kita sudah mulai uji coba, kemudian dievaluasi lalu kita lakukan relaksasi bagaimana teman-teman di rumah sakit yang ada di Indonesia yang jumlahnya kurang lebih 3.176 yang sudah melaksanakan terus kami dampingi,” ucap Yuli panggilan Yuliastuti Saripawan.

Dia menambahkan untuk melihat kesiapannya Kemenkes membuka melalui save assessment. Masing-masing RS mengisi sendiri kemampuan masing-masing dan tergambar di mana rumah sakit yang sudah memenuhi kriteria 1. Misalnya kriteria 1 sampai 9 atau 1 sampai 10.

Sejauh ini, yang sudah mengisi total 360 rumah sakit, di luar rumah sakit yang kita punya sebanyak 3.176 secara nasional.

“Jadi untuk memenuhi semua kriteria berdasarkan set asesmen tadi ada sekitar 81,6%. Kemudian untuk memenuhi kriteria 11 kriteria itu 3,3%. Yang memenuhi 10 kriteria itu ada 0,9% dan yang memenuhi 9 kriteria 1,2% dan terakhir ada yang belum sama sekali,” ungkap Yuli. (j04)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE