Scroll Untuk Membaca

Nusantara

Anggaran Kesehatan RAPBN 2025 Diharapkan Mampu Atasi Masalah Kesehatan

Anggaran Kesehatan RAPBN 2025 Diharapkan Mampu Atasi Masalah Kesehatan
dialektika Demokrasi ‘Membedah Pidato Presiden di Bidang Kesehatan Yang Kian Membaik’ di Gedung DPR Jakarta, Selasa (20/8). (Waspada/Ramadan Usman)

JAKARTA (Waspada): Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena menilai anggaran kesehatan sebesar Rp197,8 triliun atau 5,5% dari Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN)  2025 yang disampaikan Presiden Joko Widodi (Jokowi) benar-benar untuk menjawab berbagai kebutuhan dan berbagai catatan yang sudah diberikan banyak pihak terutama dari Komisi IX DPR RI.

Menurut Emanuel, kalau kita lihat anggaran kesehatan kali ini diharapkan mampu mengatasi masalah kesehatan masyarakat.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Anggaran Kesehatan RAPBN 2025 Diharapkan Mampu Atasi Masalah Kesehatan

IKLAN

“Setidaknya sesuai dengan paradigma kesehatan yang bergeser dari kuratif ke program promotif dan preventif kesehatan. Program transformasi kesehatan yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan, yang menekankan pada penguatan pelayanan kesehatan di tingkat paling dasar, seperti posyandu dan puskesmas. Program ini adalah kunci dalam meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan di seluruh Indonesia, khususnya di daerah terpencil,” ungkap
Emanuel Melkiades Laka Lena, dalam dialektika Demokrasi ‘Membedah Pidato Presiden di Bidang Kesehatan Yang Kian Membaik’ bersama Mayjen (Purn) dr Ponco Agus Prasojo, Sp.B-KBD (Mantan Kapuskes TNI) dan Prof. Dr. Toar Jean Maurice Lalisang, Sp.B-KBD (Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (20/8).

Politisi Partai Golkar itu menyebut, pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan. Upaya promotif dilakukan dengan memberikan penyuluhan kesehatan tentang pengenalan terhadap faktor risiko, gejala, dan pencegahan penyakit, penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Konsep promosi kesehatan di antaranya; menerapkan PHBS, Cuci tangan pakai sabun (CTPS), mengkonsumsi makanan sehat seperti buah dan sayur, tidak membuang sampah sembarangan, melakukan kerja bakti untuk menciptakan lingkungan sehat, menggunakan pelayanan kesehatan, dan menjalankan gaya hidup sehat bersama anggota keluarga.

Sedamgkan preventif adalah pelayanan kesehatan, suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit.

Sederhananya, istilah preventif diartikan sebagai tindakan pencegahan penyakit. Contohnya upaya pelayanan kesehatan preventif yaitu pemeriksaan kesehatan secara berkala atau medical check up sampai deteksi dini penyakit seperti kanker dan stroke.

Emanuel Melkiades Laka Lena, mengatakan bahwa anggaran tersebut akan mencakup promotif dan preventif yang terukur untuk mengetahui penyakit seseorang. Dimana kunci terdepan adalah Puskesmas dan posyandu di seluruh Indonesia yang melayani masyarakat bawah.

“Langkah ini dikhususkan untuk mengatasi stunting, kurang gizi yang diakui Jokowi belum mencapai target,” ujarnya.

Tidak mencapai target kata Melki, karena Indonesia dan dunia pada periode (2019 – 2022) dihadapkan pada .Covid-19. Untuk itu, ke depan infrastruktur posyandu dan puskesmas dari Aceh sampai Papua harus tersedia dengan baik untuk mengatasi stunting tersebut. Dan, BPJS Kesehatan yang bisa mengcover semua biaya itu termasuk anggaran yang paling besar dalam UU Kesehatan.

Juga untuk pengobatan penyakit Tuberkulosis atau TBC, yang banyak diderita masyarakat.

Mantan Kapuskes TNI Mayjen (Purn) dr Ponco Agus Prasojo, Sp.B-KBD berpandangan, sekalipun belum mencapai target WHO, yang dibawah 20% angka stuntingnya, namun sudah bagus karena sudah di angka 21.5 %.

Selain itu yang penting adalah perbaikan ketimpangan sosial ekonomi.

“Perbaikan itulah yang akan mampu mengoptimalkan program promotif dan preventif kesehatan masyarakat, yang akan melahirkan generasi yang sehat dan memiliki intelektual,” ujarnya.

Sedangkan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. Dr. Toar Jean Maurice Lalisang, Sp.B-KBD mengatakan sejalan dengan visi Jokowi untuk membangun Indonesia dari pinggiran, artinya daerah terpencil, mengingat Indonesia berbeda dengan negara lain, yang terdiri dari kepulauan, maka program kesehatan ini sudah mencakup wilayah pinggiran Indonesia.

“Artinya negara hadir untuk menangani kesehatan masyarakat dan diharapkan mampu mengidentifikasi masalah stunting, karena dampaknya sangat luas,” ujarnya.

Karena itu, Indonesia harus percaya diri dengan program kesehatannya sendiri, dan tidak harus sesuai standar WHO.

“Sebab, standar itu tergantung siapa yang bikin. Bahwa promotif dan preventif ini paling utama dalam menangani kesehatan. Harus ada prioritas, eksekusi, SDM menjadi strategis, dan kesehatan itu bukan hanya pelayanan, tapi agent of change – agen perubahan untuk terwujudnya generasi yang unggul,”tegas Toar Jen.((j04)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE