MEDAN (Waspada): Gerakan Mahasiswa Satu Bangsa Sumatera Utara (Gemasaba Sumut) menggelar acara Menjaga Kamtibmas, Menolak Hoax dan Menolak Politik Identitas Untuk Mensukseskan Pemilu 2024, di Kafe Anggrek, Jalan Pelajar Timur Medan, Rabu kemarin.
Acara tersebut dihadiri puluhan mahasiswa, di antaranya USU, Unimed dan UINSU.
Ketua DPW Gemasaba Sumut, M Aldi Pramana SM mengatakan, generasi milenial masih banyak yang belum mampu memilih dan memilah terkait pemberitaan hoaks, padahal 34 persen pemilih di Pemilu nanti adalah milenial. “Karena itu kita buat kegiatan ini untuk mengedukasi anak-anak milenial agar mereka bisa bertabayun terlebih dahulu jika mendapatkan informasi dan berita hoaks,” ujarnya kepada sejumlah wartawan yang hadir usai acara.
Menurutnya, anak muda sebagai agent of change atau agen perubahan harus bisa memilih dan memilah. Jika pemberitaan hoaks ini menyebar, yang dirugikan yakni oknum-oknum tersebut. “Sudah cukup pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 ada istilah kampret dan cebong. Di Pemilu 2024 nanti, kita harapkan Pemilu damai dan kondusif dengan menghasilkan pemimpin terbaik,” harapnya.
Aldi berpesan, agar anak muda jangan membenci politik, karena bagaimanapun politik akan masuk ke diri mereka masing-masing. “Jika tidak benci dengan politik maka akan bisa disampaikan dengan leluasa kepada masyarakat, tetapi jika pemudanya anti politik, menganggap hal-hal negatif, maka pesan positifnya tidak akan sampai kepada masyarakat,” pintanya.
Disinggung pandangannya terhadap pemilih pemula, Aldi menilai, sangat luar biasa. Anak muda jangan mau dipecah belah, harus bersatu. “Ada 34 persen anak muda dan ini angka yang besar. Jika terpecah belah, maka kita akan tahu bagaimana negara kita 10-15 tahun ke depan,” tandasnya.
Sementara itu, Komisioner Bawaslu Sumut, Payung Harahap mengungkapkan, politik identitas memicu terjadinya konflik, sehingga diharapkan tidak muncul ke publik mendekati masa Pemilu 2024. “Karena politik identitas ini terkesan melebih-lebihkan kelompok atau golongan tertentu dibandingkan orang lain,” katanya.
Adapun, sebut Payung, dalam menangkal politik identitas dan pemberitaan hoaks menjelang pemilu, upaya Bawaslu Sumut yakni akan melakukan kroscek, cek dan ricek.
“Ketika hoaks merajalela di tengah-tengah masyarakat, maka bahayanya penyelenggara pemilu yang sah tidak lagi dipercaya, terutama nanti hasil akhir dari pemilu. Karena itu kita meminta masyarakat agar dapat memastikan apakah informasi tersebut sudah valid atau belum,” pesannya.
Ia berharap bagi pemuda atau generasi milenial sesuai daftar pemilih tetap (DPT), agar ikut secara aktif dalam mengikuti tahapan penyelenggara pemilu dan ikut serta melakukan pengawasan partisipatif.
Disinggung upaya Bawaslu Sumut untuk mengontrol politik identitas dalam mempengaruhi pemilih pemula agar pemilu berjalan damai, Payung menegaskan, akan menggandeng seluruh elemen masyarakat, khususnya pemuda yang melek terhadap politik, bahwa politik identitas ini tidak baik dikembangkan di tengah-tengah masyarakat, karena rentan menjelek-jelekkan kelompok-kelompok lain.
“Kita sarankan kepada kaum milenial, jika ada kelompok-kelompok yang menjelek-jelekkan, maka dapat disampaikan dengan visi dan misi, program kerja daripada politik identitas. Sebab kita ini tentu berbeda, berbeda pemahaman, jenis kelamin dan latar belakang, jika itu ditonjolkan sudah pasti perbedaan yang berpotensi sering muncul di tengah-tengah masyarakat,” tukasnya.
Akademisi Sumut, DR Iwan MHI menambahkan, salah satu upaya untuk menangkal politik identitas adalah dengan mengedukasi generasi milenial yang sudah memasuki usia pemilih, apalagi saat ini sudah mulsi memasuki masa-masa tahun Pemilihan Umum (Pemilu).
Selain itu, lanjutnya, Pemilu 2024 adalah tahun politik yang sebagian besar diisi anak-anak muda sebagai pemilihnya. Sesuai data Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pemilih milenial sekitar 60 persen. Sehingga dikhawatirkan terjebak politik identitas yang menjerumuskan mereka ke arah negatif, karena emosi mereka yang masih labil dan pengetahuan yang masih dangkal.
“Kita tidak bilang selamanya politik identitas itu selamanya negatif, tetapi jika sudah berupa bentuk upaya melakukan perlawanan kepada pemerintah yang ada dengan membangun politik identitas, maka hal itu tidak dibenarkan,” tegasnya
Aldi menyebutkan, tantangan dalam menangkal politik identitas dan informasi hoaks tentu sangat banyak, terutama dalam pemilihan presiden (pilpres) tidak ada incumbent lagi, sehingga peluang bagi setiap kandidat begitu sangat lebar yang menjadi sebuah lahan pertarungan luar biasa atau mati-matian untuk memperjuangkan kandidatnya. “Tentunya bukan hanya menyasar ke masyarakat umum, tetapi juga kepada anak-anak muda,” pungkasnya. (Cbud)