
MEDAN, (Waspada); Tim dosen program kemitraan masyarakat Universitas Negeri Medan (Unimed) melakukan kegiatan peer group course for mother di Desa Percut Kec. Percut Sei Tuan Kab. Deliserdang sebagai salah satu upaya menyukseskan program pemerintah dalam mengatasi masalah stunting (gizi buruk).
Menurutnya, tujuan kegiatan ini untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta memberikan motivasi bagi kader Dasawisma sehingga mampu menjadi motivator dan komunikator guna menyerap segala aspirasi masyarakat membantu kelancaran jalannya program-pokok PKK sebagai mitra pemerintahan.
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan berupa edukasi peer group course for mother merupakan pembentukan karakter ibu dalam mencegah stunting, kata dia. Pemilihan lokasi di Desa Percut mengingat stunting penting untuk diatasi karena berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia, tambahnya.
Kegiatan yang dilaksanakan Kamis (13/06/2024) itu bertempat di Balai Desa Kantor Kepala Desa Percut dengan menyasar kelompok Dasawisma sebagai basis data unit terkecil dari RT, RW dan Kadus yang terdiri dari 10 KK sampai 20 KK. Pengabdian ini berlangsung sejak April hingga Agustus 2024. Ketua Tim PKM Unimed Nasrullah Hidayat di hadapan ibu-ibu Desa Percut mengungkapkan pentingnya pencegahan stunting karena memiliki dampak jangka panjang. Hadir juga di situ anggota tim pengabdian kepada masyarakat (PKM) yaitu Armin Rahmansyah Nasutionk, Chom Ganda Tua Sibarani dan Ali Fikri Hasibuan. Sedangkan narasumber adalah Nurbaini, STr, Keb, Cht, Bd, kemudian Kepala Desa Asyharisyah, S.Ag, Sekretaris Desa Muhammad Sholahuddin Al Ayyubi Siregar serta Ketua Kelompok Dasawisma Misnayati.
Nasrullah Hidayat mengatakan permasalahan mitra tersebut saat ini adalah jangkauan kerja dari kelompok Dasawisma yaitu usaha perbaikan gizi keluarga dan stunting, masalah pertumbuhan anak, penyediaan makanan sehat bagi keluarga, masalah kebersihan lingkungan, bencana, kesehatan termasuk resikonya, masalah kesehatan ibu bayi/balita.Dalam paparannya di hadapan ibu-ibu, dia mengingatkan stunting ini selain berisiko pada pertumbuhan fisik dan kerentanan terhadap penyakit, juga menyebabkan hambatan perkembangan kognitif yang akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan dan produktivitas anak di masa depan.
Faktor penyebabnya, kata Nasrullah, kurangnya asupan gizi, penyakit infeksi, kurangnya pengetahuan ibu tentang stunting, pola asuh yang salah, sanitasi dan hygiene yang buruk dan rendahnya pelayanan kesehatan, tambahnya. Selain itu masyarakat belum menyadari anak stunting sebagai suatu masalah.
Solusi yang dilakukan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah memberikan edukasi bagi ibu-ibu yang memiliki anak balita maupun yang sedang hamil, jelasnya.
Sementara narasumber dalam kegiatan ini Nurbaini, STr, Keb, Cht, Bd mengatakan seharusnya ibu-ibu dari awal sudah memahami stunting. “Ini bisa dicegah dari sejak masa dewasa sebelum menikah. Jadi memang harus dipastikan bahwa ketika akan menikah si pasangan suami istri terhindar dari stunting,” jelasnya.
Kemudian, menurut dia, pada tahap berikutnya stunting bisa dicegah sejak usia kehamilan. “Paling tidak saat hamil, seorang ibu sudah mendapatkan gizi yang baik. Setelahnya baru kemudian pencegahan juga dilakukan ketika seorang bayi lahir sampai tumbuh dewasa. Jadi memang antisipasinya sejak dini,” kata dia.
Nurbaini juga mengajak ibu-ibu untuk mengingat kembali ciri-ciri stunting. Dia menjelaskan beberapa hal termasuk kondisi fisik anak-anak yang masuk kategori stunting. “Ibu-ibu harus memahami itu. Jangan kita anggap biasa dan jangan dikucilkan pula di masyarakat,” jelasnya.
Sementara Chom Ganda Tua Sibarani mengungkapkan pengalamannya membesarkan anak yang dimulai dari proses lahir prematur. “Ini memang unik karena lahir kembar. Tapi saya pesankan kepada ibu-ibu bahwa makanan bergini itu tak harus mahal. Tak juga sulit didapatkan,” jelasnya.
Membiasakan anak makan sayur sejak kecil dengan gizi tinggi juga merupakan salah satu upaya mencegah stunting, katanya. “Jadi jangan ibu fikir makanan bergini dan sehat itu harus selalu mahal. Karena memang pola mengatasi stunting itu persepsinya ada dua, pertama sulit diperoleh, kedua harganya mahal. Tidak selalu seperti itu ibu-ibu,” katanya.
Di akhir kegiatan Nasrullah Hidayat menyampaikan kegiatan tersebut memang kursus kelompok peer untuk ibu tentang pencegahan mengacu pada memberikan pemahaman pertumbuhan dan perkembangan anak-anak yang terganggu karena kekurangan gizi atau faktor-faktor kesehatan lainnya. “Kursus kelompok peer untuk ibu pada kegiatan ini akan berfokus pada mendidik ibu tentang praktik yang berkontribusi pada pertumbuhan dan perkembangan anak yang tepat,” jelasnya.
Setelahnya Nasrullah Hidayat bersama tim pengabdian masyarakat Unimed menyerahkan modul kepada ibu-ibu peserta yang hadir dalam kesempatan tersebut.(m28)