MEDAN (Waspada): Pengusaha sawit, Tan Andyono berharap dirinya diberi ruang mediasi untuk melunasi kewajiban utang yang harus dibayarkannya.
Hal itu dikatakan Tan kepada wartawan d Medan, Senin (16/10) terkait persoalan utang yang harus dilunasinya dengan BNI Medan yang diklaim senilai Rp 33 miliar.
“Saya terbuka untuk mediasi menyelesaikan masalah ini, tapi kalau BNI Medan tetap dengan sikapnya, tentu saya akan menempuh upaya hukum untuk mengambilnya,” ungkap Tan Andyono.
Tan Andoyo mempertanyakan sejumlah aset miliknya berupa alat berat dan mesin produksi pabrik kelapa sawit (PKS) senilai sekitar Rp 60 miliar yang menjadi jaminan fidusia di Bank BNI Medan yang tak jelas keberadaannya.
Hal itu terjadi setelah BNI Medan berhasil melelang 13 aset miliknya, antara lain berupa lahan dan PKS yang berada di Jalan Lintas Sumatera (Rantau Prapat-Aek Kanopan) Desa Kampung Pajak Kecamatan NA IX-X, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara, yang berstatus hak tanggungan debitur dengan harga Rp 40 miliar.
Lelang dilakukan untuk melunasi utangnya di Bank BNI Medan. Namun meski pihak bank plat merah tersebut mendapatkan dana segar Rp 40 miliar dari hasil lelang, utang Tan Andyono tak kunjung lunas. Ia dinyatakan masih punya tunggakan utang sekitar Rp 33 miliar lagi.
Pasca asetnya dilelang, ia tidak lagi menguasai PKS-nya, karena sudah diambilalih pihak lain sebagai pemenang lelang. Tan Andyono pun tak tahu nasib aset miliknya yang menjadi jaminan fidusia di Bank BNI berupa alat berat dan mesin produksi PKS yang menurut Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) independen nilai asetnya itu ditaksir Rp 60 miliar.
Pasalnya, kata Tan Andyono, aset yang menjadi objek fidusia itu tidak termasuk bagian aset yang ikut dilelang berdasarkan salinan risalah lelang yang dikeluarkan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Kisaran.
“Berdasarkan salinan risalah lelang no 99/06/2022 tanggal 8 Juni 2022 yang dibuat pejabat lelang Hendri Gunawan Lubis SH dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Kisaran, mesin produksi yang menjadi salah satu objek fidusia tidak termasuk yang dilelang. Saya tidak tahu di mana keberadaan aset fidusia itu sekarang,” kata Tan Andyono.
Menurut Tan Andyono, jika aset fidusia itu termasuk yang dilelang BNI Cabang Medan, maka nilai lelang Rp 40 miliar itu tergolong sangat murah. Pasalnya, total asetnya yang menjadi aset hak tanggungan debitur berupa 13 bidang tanah sehamparan berikut bangunan PKS, ditambah objek fidusia berupa alat berat dan mesin produksi berdasarkan taksiran KJPP independen mencapai Rp 97 miliar.
Sampai sekarang, terang pengusaha yang sudah berusia 71 tahun ini, pihaknya terus mempertanyakan dan mengejar jaminan fidusia miliknya yang berupa mesin produksi berikut alat berat kepada BNI Medan.
Apalagi, pada pengumuman lelang 10 Mei 2022 yang berupa selebaran ditempel dan pengumuman lelang melalui salah satu surat kabar pada 25 Mei 2022, disebutkan bahwa yang dilelang cuma 13 aset hak tanggungan, tidak ada objek fidusia ikut dilelang.
Pihak Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kisaran juga mengakui bahwa BNI Medan tidak menjelaskan secara rinci objek fidusia ikut dilelang pada pelelangan 13 aset milik PT PJLU tersebut.
Makanya, Tan Andyono menuntut BNI Medan jujur dan terbuka memberi penjelasan tentang objek fidusia berupa mesin produksi dan alat berat miliknya. “Saya terbuka untuk mediasi menyelesaikan masalah ini, tapi kalau BNI Medan tetap dengan sikapnya, tentu saya akan menempuh upaya hukum untuk mengambilnya,” ungkap Tan Andyono
Kronologis
Tan Andyono pun bercerita awal mula persoalannya dengan pihak BNI Medan terjadi. Sebelumnya, ia tercatat sebagai debitur Bank Artha Graha. Namun pada pertengahan 2018 dilakukan take over kredit ke Bank BNI Medan dengan nilai pinjaman atau utang Rp 54 miliar.
Dia mengemukakan, nilai mesin produksi berikut alat berat menurut taksiran KJPP sebesar Rp 60 miliar, makanya BNI bersedia mengucurkan kredit Rp 54 miliar, karena ditambah tanah dan bangunan tercatat nilai aset PT PJLU total mencapai Rp 97 miliar.
Setelah kredit dikucurkan, perusahaannya mengalami masalah keuangan, terutama akibat badai pandemi Covid-19 melanda tanah air. PT PJLU pun menjadi debitur kredit macet.
Untuk mengatasi kredit macetnya, BNI Medan menawarkan lelang aset miliknya dengan harga limit cuma Rp 40 miliar, itu pun dengan menggabungkan aset yang menjadi hak tanggungan dan fidusia. “Lelang hak tanggungan dan fidusia tidak boleh digabungkan, harus terpisah,” katanya.
Berdasarkan penjelasan tertulis KPKNL Kisaran, lelang telah dilakukan pada 22 Juni 2022 atas permohonan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Remedial & Recovery Wilayah 01 Medan. NIlai lelang Rp 40 miliar, tidak termasuk objek fidusia berupa alat berat dan mesin produksi.
“Tiga belas aset yang dilelang semua berupa hak tanggungan, tidak ada aset jaminan fidusia ikut dilelang,” tegas Tan Andyono.
Penjelasan
Terpisah, Bank BNI Pusat mengeluarkan pernyataan terkait dugaan penggelapan aset yang merupakan jaminan fedusia senilai Rp 60 miliar berupa alat berat dan mesin produksi pabrik kelapa sawit (PKS) atas nama debiturnya di Bank BNI Medan, Tan Andyono selaku pemilik PT Prima Jaya Lestari Utama (PJLU), serta putusan perdata Pengadilan Negeri Medan yang menyatakan lelang 13 aset senilai Rp 40 miliar yang berstatus hak tanggungan debitur melanggar hukum.
Lewat Divisi Corporate Secretary BNI, Bank BNI Pusat mengeluarkan pernyataan resmi Selasa (17/10/2023) disebutkan bahwa pihak bank menghormati hak hukum setiap warga negara dan berkomitmen untuk menjalankan prosedur hukum dengan transparan dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kemudian, sebagai Badan Usaha Milik Negara yang selalu menjunjung tinggi penerapan good corporate governance, kami pada prinsipnya beritikad baik dan tunduk pada putusan pengadilan yang telah ditetapkan.
Mereka juga akan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk mencapai solusi yang adil dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Oleh karena itu kami mengajak semua pihak untuk memahami pentingnya menghormati proses hukum yang tengah berlangsung,” sebutnya.
Bank juga menegaskan akan tetap berkomitmen untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab kami sebagai lembaga keuangan yang bertanggung jawab. (cpb)