MEDAN (Waspada): Sejumlah Guru Tidak Tetap (GTT) dari Tebingtinggi, Sergai dan Batubara mengeluhkan nasib mereka kepada Komisi E DPRD Sumut, Senin (7/8), terkait honor dan berkurangnya jam belajar mereka di sekolah.
Keluhan mereka ditampung anggota Komisi E Hendra Cipta, Hendro Susanto dan Megawati Zebua dalam rapat yang digelar di ruang komisi.
Empat guru yang minta namanya tidak disebutkan mengaku, kondisi di sekolah mereka masing-masing kini semakin tidak kondusif, dengan munculnya berbagai masalah. Di antaranya jumlah jam mengajar yang semakin berkurang, karena secara tiba-tiba ada sejumlah GTT yang mengajar tanpa ada pemberitahuan.
Selanjutnya, honor yang harusnya dibayarkan bulan Juli belum kunjung dibayarkan. Hal itu terjadi diduga karena anggaran yang dialokasikan untuk 8.700 guru honor di Sumut tidak seluruhnya ditampung di APBD 2023.
Para guru itu yang statusnya masih GTT mengaku resah, karena selain masa depan mereka yang tidak jelas, juga masalah yang mereka hadapi cukup berat.
“Kami minta bisa diterima sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) karena syarat untuk jadi pegawai negeri dengan perjanjian itu telah lengkap,” ujar salah seorang guru yang juga Ketua Perhimpunan dan Pendidikan dan Guru Indonesia (P2GI) dari Batubara itu.
Merespon keluhan itu, anggota Komisi E Hendra Cipta mengatakan, komisinya akan mengundang Dinas Pendidikan Sumut agar menyikapi masalah yang dihadapi GTT.
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengingatkan Disdik untuk tidak main-main dengan nasib para guru yang berjumlah sekitar 8.700 guru honor yang bertugas di kabupaten/kota itu.
Pihaknya juga menyoal alokasi anggaran untuk GTT di APBD 2023 yang dibutuhkan Rp 198 miliar, dan pagu anggaran yang tersedia Rp 137 miliar, sehingga terjadi kekurangan pagu anggaran sebesar Rp 61 miliar yang seharusnya ditampung di P APBD 2023, Kekurangan pagu anggaran sedianya akan dibayarkan untuk honor GTT bulan September s/d Desember 2023 selama 4 bulan.
Namun, lanjut Hendra, dari kekurangan di P-APBD 2023 sebesar Rp 61 miliar tersebut, yang disediakan hanya Rp 11 miliar untuk membayarkan honor selama 4 bulan.
“Jumlah anggaran Rp 11 miliar itu jelas tidak memadai dibanding honor para guru yang nilainya sebesar Rp 16 miliar setiap bulannya, dengan jumlah jam mengajar sekitar 188.800-an jam,” kata Hendra.
Anggaran yang minim itu tidak cukup membuat nasib GTT seakan berada di ujung tanduk dan tidak jelas setelah melihat rencana anggaran tersebut. (cpb)