Scroll Untuk Membaca

Medan

Tak Pernah Hadiri Sidang Mediasi, Petani Sergei Gugat Kejagung RI

Tak Pernah Hadiri Sidang Mediasi, Petani Sergei Gugat Kejagung RI

MEDAN (Waspada): Seorang petani Jorhani Sinaga, warga Desa Durian Kondot, Kotarih, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergei), Sumatera Utara (Sumut), melayangkan gugatan terhadap Kejaksaan Agung (Kejagung) RI ke Pengadilan Negeri (PN) Medan setelah sidang mediasi dinyatakan gagal.

Kuasa hukum Jorhani, Eduard Pakpahan menjelaskan pihaknya melanjutkan gugatan setelah hakim menyatakan sidang mediasi yang sudah digelar tiga kali hanya dihadiri Jaksa Penuntun Umum (JPU) sebagai tergugat I. Sedangkan tergugat II Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi Sumut (Kejatisu), tergugat III Kepala Kejatisu, tergugat IV Kepala Kejagung RI tidak pernah menghadiri persidangan.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Tak Pernah Hadiri Sidang Mediasi, Petani Sergei Gugat Kejagung RI

IKLAN

“Jadi sangat kita sesalkan Kejaksaan Agung RI tidak menghadiri relas pemanggilan dari Pengadilan Negeri Medan sampai tiga kali. Padahal panggilan itu sudah dilakukan secara patut dan sah, kalaupun memang nggak bisa dia harus mengurus atau memberikan kuasa untuk menghadiri persidangan,” kata Eduard kepada wartawan, Sabtu (6/4) di Medan.

Eduard menyebut sikap Kejagung RI ini seolah menunjukkan tidak lagi menghormati hukum. Dia sangat menyayangkan hal ini dilakukan oleh Kejagung RI yang merupakan penegak hukum yang seharusnya menjadi contoh untuk taat pada hukum.

“Kita lihat mereka memerlihatkan tidak taat kepada hukum bahkan Jaksa Penuntut Umum menyatakan keberatan dengan adanya gugatan. Padahal kita semua sama di depan hukum baik secara individu, kelembagaan, semua tunduk kepada hukum jadi jangan karena mereka itu jaksa merasa menjadi penguasa, tidak merasa menjadi penegak hukum,” ujarnya.

Eduard mengatakan pernyataan JPU mendapat protes dari hakim mediasi saat persidangan. Di sidang tersebut, hakim menegaskan bahwa gugatan dapat dilakukan terhadap jaksa bahkan presiden.

“Jadi ini yang kita sesalkan dia memperlihatkan bahwa dia adalah penguasa bukan penegak hukum. Yang kita gugat di sini adalah tiga kali bolak-balik berkas perkara atau P19, jadi tidak akan pernah ini dipersidangkan,” sebutnya seraya menambahkan akan segera mengirim surat kepada Ketua Komisi Yudisial di Jakarta.

Ia menjelaskan bahwa perkara ini bermula saat kliennya yang memiliki lahan seluas 8.000 meter persegi di Desa Durian Kondot sejak 1971 sebagai peninggalan orang tua dilaporkan menguasai lahan tanpa izin oleh Tombang Simangunsong selaku pimpinan perusahaan CV. Mitra Kuring. Dia menyebut kliennya mengetahui tuduhan ini saat menghadiri panggilan Camat Kotarih, April 2022.

Padahal, kata dia, kliennya memiliki bukti kepemilikan atas tanah tersebut yang dikeluarkan Kepala Desa Durian Kondot pada Oktober 2018. Tombang mengklaim telah membeli tanah tersebut dari kliennya dan Jadiman Sinaga dengan Surat Ganti Rugi Tanah pada, Juni 2018.

“Jorhani merasa tidak pernah menjual tanahnya apa lagi menandatangani Surat Perjanjian Ganti Rugi Tanah, merasa keberatan dan membantah telah menjual tanahnya pada mediasi di kantor Camat Kotarih, bahkan Jorhani Sinaga tidak pernah bertemu dengan Tombang Simangunsong,” tegasnya.

Pihaknya kemudian melaporkan Tombang atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat atau menggunakan surat palsu ke Polda Sumut. Tombang dan Jadiman kemudian ditetapkan tersangka oleh pihak kepolisian.

Eduard mengatakan berkas penyidikan telah dikirimkan penyidik Ditreskrimum Polda Sumut kepada JPU Sumut guna diteliti, namun JPU mengembalikan berkas perkara sebanyak tiga kali dan mengirimkan dua kali petunjuk P19 yang tidak berhubungan dengan hasil penyidikan Polda Sumut. Ia menilai petunjuk jaksa telah melanggar Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum tentang Petunjuk Jaksa (P19), pada tahap Pra penuntutan hanya dilakukan satu kali dalam perkara penanganan tindak pidana umum.

“Petunjuk jaksa berubah-ubah, tidak memiliki hubungan dengan unsur perkara sebagaimana hasil penyidikan. Pengembalian berkas dan petunjuk yang melanggar hukum telah merugikan Jorhani, berakibat terganggunya sistem peradilan pidana,” terangnya.

Pihaknya pun kemudian melayangkan gugatan setelah menilai Kejatisu telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) prapenuntutan perkara pemalsuan surat yang dilaporkan Jorhani Sinaga ke Polda Sumut.(m27)

Waspada/Andi Aria Tirtayasa

Eduard Pakpahan SH, MH

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE