MEDAN (Waspada): Pemuda Tabagsel sebagai bagian dari masyarakat adat yang berasal dari Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) menyampaikan dan sekaligus menyesalkan serta turut berduka dan merasa kecewa yang sangat mendalam terjadinya bentrok antara aparat gabungan TNI-Polri dengan warga Melayu Pulau Rempang-Batam Kepulauan Riau, sehingga mengakibatkan jatuhnya korban.
Demikian dikemukakan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Tabagsel, Marwan Ashari Harahap (foto) didampingi Kepala Satkorsat Naposo Bulung, M. Taufiq Ahar Nasution kepada wartawan di Medan, Selasa (13/9).
“Masyarakat Melayu dan masyarakat Tabagsel adalah sama-sama masyarakat adat yang harus diakui sebagai suku bangsa di Indonesia. Yang harus dihormati dan dijunjung tinggi keberadaannya dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari NKRI,” cetusnya.
Menurut Marwan Ashari, duka masyarakat Melayu adalah duka bagi jiwa dan raga masyarakat Tabagsel.
“Pengembangan kawasan ekonomi Pulau Rempang, Batam Kepri seharusnya dilakukan dengan cara yang lebih humanis, dengan mencari solusi yang tidak mengorbankan warga Pulau Rempang, bukan dengan cara-cara dibenturkan dengan aparat TNI-Polri,” ujarnya.
“Pulau Rempang adalah bagian dari Ulayat masyarakatnya yang sudah ratusan tahun didiami secara turun temurun, tentu sangat banyak historitas yang melekat di sana, sehingga penyelesaiannya bukan dengan cara represif atau bentrok, tapi dengan cara yang manusiawi. Maklum tanah itu adalah tanah leluhur mereka — bukan tanah jarahan,” katanya.
Pengembangan kawasan ekonomi dan investasi di Pulau Rempang semestinya melindungi serta dapat meningkatkan taraf kesejahteraan rakyatnya. Bukan malah sebaliknya kehadirannya membawa kesengsaraan dan penderitaan bagi masyarakatnya. “Ini jelas termaktub dalam konstitusi di Indonesia, juga dalam Hak Asasi Manusia (HAM),” pungkasnya. (cpb/rel)