MEDAN (Waspada): Para siswa SMA 2 Percut Sei Tuan Deli Serdang ditantang menjadi jurnalis yang handal, asalkan sesuai dengan bakat dan kemampuan para anak didik itu.
Hal tersebut dikatakan Sekretaris Serikat Perusahaan Pers (SPS) Sumut Hendrik Prayitno ketika menjadi pembicara dalam Kegiatan Pelatihan Jurnalistik Program Pembinaan Kesiswaan dan Kepemiminan Siswa di aula SMA 2 Jl. Pendidikan, Bandar Klippa, Kec. Percut Sei Tuan, Deli Serdang, Kamis (6/2).
Acara dihadiri 35 siswa didampingi wali kelas sekolah itu berlangsung intereaktif yang diselang-selingi pertanyataan dari para anak didik itu.
Di awal paparannya Sekretaris SPS Sumut menjelaskan apa itu SPS. Lahir 8 Juni 1946, SPS dahulu adalah Serikat Penerbit Surat Kabar, yang kemudian berubah menjadi Serikat Perusahaan Pers (SPS) setelah melalui Kongres SPS Di Bali tahun 2011.
Setelah menjelaskan secara singkat tentang SPS, Hendrik melanjutkan paparan membawakan materi “Pers Mengawasi – Mencerdaskan” yang menyebut bahwa sejatinya media massa (pers) menjalankan fungsi mulia: menyebarluaskan informasi yang benar; mendidik; menghibur, sosial kontrol dan sebagainya.
“Golnya mencerdaskan masyarakat dan bangsa,” kata Hendrik.
Pasal 6 UU Pers No 40/99 disebutkan tanggung jawab pers: 1. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; 2. menegakkan nilai-nilai demokrasi; 3. mendorong terwujudnya supremasi hukum dan HAM; 4. menghormati kebhinnekaan.
Kemudian 5. mengembangkan pendapat umum yang tepat dan akurat; 6. melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terkait kepentingan umum; 7. memperjuangkan kebenaran dan keadilan.
Secara profesional, jelasin, lembaga pers wajib menjaga independensinya. Sampai kapan? Jawabnya ‘’Sampai mati!’’. Ini tidak hanya berlaku bagi awak media atau ujung tombaknya wartawan di lapangan. Tapi, dalam keredaksiannya pun harus profesional.
“Tidak ada yang boleh mengganggu ruang redaksi dalam menjalankan tugas jurnalistik,” jelasnya.
Menurut Hendrik, pers diberi kebebasan. Seberapa bebasnya? Pers bebas saat mencari berita, bebas saat menuliskan berita, bebas dalam mempublikasikannya (di media masing-masing). Itulah pedoman dasar terkait kebebasan pers dalam Undang-Undang Pers No 40/1999.
Namun begitu, UU No 40 hasil Reformasi 1998 juga memberi aturan main bagi siapa saja yang merasa dirinya dirugikan oleh media massa (pers), atau juga perusahaan yang diberitakan secara tidak berimbang.
Mereka bisa membuat hak jawab yang hukumnya wajib dimuat oleh media tersebut secara proporsional. “Jika tidak, maka ada pasal hukumnya secara pidana maupun perdata (denda)” katanya.
Oleh karena itu profesionalisme pers adalah sebuah keniscayaan. Sudah menjadi kewajiban kita (insan pers) untuk meningkatkan kualitas diri. “Teruslah belajar meningkatkan kompetensi, dan semua itu bisa dilihat dari karya-karya jurnalistik yang dihasilkan,” harapnya.
Adapun profesional identik dengan mutu. Pers profesional punya kewajiban: 1. berpihak pada kebenaran; 2. tidak menjadi alat; 3. dapat menjaga jarak; 4. senantiasa kritis; 5. melakukan verifikasi; 6. peka terhadap penyalahgunaan kekuasaan.
Kode Etik Jurnalistik (KEJ):
Terkait KEJ, terdapat empat asas terkandung di dalamnya sebagai berikut, pertama, asas profesionalisme. Asas ini mengharuskan pers menguasai tupoksi, konsisten menjalankan fungsi pers dan menjunjung serta menjaga nama baik profesi pers, seperti menjaga jarak, tidak mudah diperalat, dan berpikir kritis.
“Wartawan mutlak menjalankan ’’mission sacred’’ membela kelompok masyarakat yang tertindas,” ungkap Hendrik.
Kedua, asas demokrasi. Artinya, pers wajib menyiarkan berita secara berimbang dan menjaga betul sikap dan independensinya dari hati nurani paling dalam, melayani hak jawab dan hak koreksi sebagaimana diatur dalam UU Pers.
Ketiga, asas moralitas, di mana pers tidak menyalahgunakan profesinya untuk kepentingan pribadi dan golongan. Asas ini melarang wartawan menerima amplop, diskriminatif, melanggar SARA, gender, dan tidak menyebut identitas korban kesusilaan dan anak-anak di bawah umur.
Keempat, asas hukum yang memaksa pers menaati ketentuan praduga tak bersalah. Walaupun pers punya hak tolak (imunitas) namun di mata hukum semua warga negara sama, tak ada yang kebal hukum, termasuk wartawan agar berhati-hati bila narasumber tidak mau identitasnya ditulis/diungkap ke publik.
Cover both side:
Dalam tahapan reporting ada satu prinsip penting yang hukumnya wajib bagi wartawan, yaitu cover both side (menampilkan dua sisi dalam pemberitaan). Namun dalam praktiknya bisa melebar menjadi banyak sisi jika yang terlibat semakin banyak dalam suatu peristiwa.
Tahapan ketiga dalam peliputan berita ini menentukan kualitas wartawan dan nilai berita yang dihasilkannya. Jadi, prinsip cover both side ini tujuannya agar media apapun jenisnya tidak hanya memberitakan satu sisi saja tanpa ada konfirmasi dari pihak lain yang juga terlibat di dalamnya.
Sebagai contoh, jika di satu bank terjadi perselisihan terkait simpanan dan kredit macet, maka pemberitaan yang fair sejalan dengan kode etik jika wartawan tidak hanya memberitakan keluhan nasabah saja, tapi juga mengklarifikasi apa-apa yang dikeluhkan nasabah kepada pihak manajemen bank tersebut.
Informasinya menjadi berimbang (tuntas). Dan akan sangat berguna bagi kedua belah pihak dan masyarakat (publik) jika wartawan (media) juga mewawancarai narasumber yang netral (pilihan) sehingga tidak hanya menyelesaikan masalah, tapi publik ikut tercerahkan dan mencerdaskan masyarakat.
Berita keluhan nasabah bank yang langsung diberitakan tanpa konfirmasi pada pihak banknya tergolong tidak fair dan melanggar kode etik –walau keluhannya diyakini benar. Pelanggaran kode etik berat bisa terjadi kalau masalah keluhan nasabah bertujuan untuk memeras pihak bank dan wartawan/media dijadikan alat untuk merusak citra perbankan.
Di sinilah perlunya sikap kritis, self censorship (kemampuan menyaring), attitude, skill dan knowledge (informasi yang diketahui atau disadari oleh seseorang).
Manfaat menaati KEJ:
- Membuat wartawan bisa tidur nyenyak
- Melindungi masyarakat dari ’’malpraktik’’ (informasi hoax);
- Meningkatkan kredibilitas media dan profesi di mata publik;
- Menjaga terjadinya kecurangan persaingan tidak sehat;
- Mendorong persaingan sehat lewat karya jurnalistik bernilai tinggi;
- Menghindari wartawan dari perbuatan ’’dosa besar’’;
Berikut ini adalah 11 Pasal KEJ (ditandatangani 29 organisasi pers di Jakarta, 14 Maret 2006). Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik. Mnegakkan integritas serta profesionalisme.
Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Wartawan adalah profesi sah, mulia, dan dilindungi undang-undang. Dalam menjalankan tugasnya serta dipagari norma dan etika (KEJ). Jadi, tangan ragu apalagi takut memasuki dunia pers atau jurnalistik (kewartawanan).
Ke depan, memasuki era jurnalisme multimedia yang semakin atraktif dan menantang, termasuk munculnya perangkat kecerdasan buatan AI (artificial intelligence/cabang ilmu computer yang bertujuan membuat mesin yang dapat melakukan tugas-tugas yang biasanya dilakukan manusia).
Diperlukan peningkatan kualitas SDM, perlunya sarana pendidikan, seperti sekolah jurnalistik, pembinaan dan pengawasan dari organisasi wartawan, media watch, kepedulian elemen masyarakat dan Dewan Pers sebagai lembaga negara yang mengawal kebebasan pers.
Adapun sanksi dan penilaian akhir atas pelanggaran KEJ dilakukan Dewan Pers.
Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.
Sanksi lain, DP berhak mencabut sertifikat wartawan yang melakukan pelanggaran berat dan terhukum tidak dibolehkan mengikuti UKW lagi. Kasusnya berlanjut ke ranah pidana.
Sanksi untuk pelanggaran dalam konteks etika pers, jika dalam enam (6) bulan melakukan tiga kali kesalahan DP berhak mencabut sertifikat, dan terhukum baru boleh mengikuti UKW setelah menjalani masa hukuman dua tahun.
Akhirnya, walau tantangan pers semakin berat, jangan membuat kita lemah. Sebab, profesi wartawan tergolong luar biasa karena menjalankan fungsi pers: mengawasi elite politik dan pemerintahan, mencerdaskan masyarakat, memajukan bangsa dan negara. Sehingga pers menjadi pilar keempat demokrasi, mendapat gelar ‘’ratu dunia’’ (Adinegoro) dan ‘’sinar matahari’’ (Ki Hajar Dewantara).
Oleh karena itu, adik-adik jangan bimbang dan ragu, banggalah menjadi insan pers, tingkatkan kualitas diri dengan terus belajar dan berintegritas agar dapat menghasilkan karya-karya jurnalistik bernilai tinggi. Ingat! profesionalitas wartawan adalah sebuah keniscayaan. (Rel)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.