MEDAN (Waspada): Presidium Cucu Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia, Rinno Hadinata menegaskan, revitalisasi dan rekontruksi cagar budaya Lapangan Merdeka Medan harus dilakukan dengan benar.
Untu itu, Pemerintah Kota Medan seharusnya terlebih dahulu melakukan kajian akademis dampak dari revitalisasi cagar budaya Lapangan Merdeka secara terbuka kepada masyarakat.
‘’Minimnya informasi dan sosialisasi soal revitalisasi Lapangan Merdeka kepada masyarakat semakin membuat masyarakat Kota Medan menjadi bertanya-tanya,’’ ujar Rinno juga sekretaris DPW Projamin Sumatera Utara ini kepada Waspada di Medan, Sabtu (15/4).
Untuk Rinno meminta agar Pemerintah Kota Medan harus menghargai sejarah dan nilai yang ada di Lapangan Merdeka serta perlu belajar kepada objek cagar budaya lainnya seperti Tjong A Fie Mansion yang juga ada di kawasan tua Kesawan sampai saat ini awet dan terjaga nilai sejarah serta kelestariannya.
‘’Kita harapkan Wali Kota Medan aspiratif, patuh hukum dan tidak menghilangkan keaslian Lapangan Merdeka Medan sebagai cagar budaya,’’ sebut pria berdarah Ternate-Jawa ini.
Seperti diketahui, revitalisasi Lapangan Merdeka Medan memasuki tahun kedua pengerjaan. Di tahun 2023 ini, Pemko Medan menghabiskan biaya sebesar Rp313 miliar.
Revitalisasi Lapangan Merdeka sendiri ditargetkan selesai di bulan Desember 2024. Di tahun depan, anggaran yang disiapkan sebesar Rp181 miliar.
Nah, proyek multiyears ini memasuki tahun politik 2024, dimana masa jabatan terpilih Wali Kota dan Wakil Wali Kota Medan berjalan singkat tidak sampai 5 tahun, hanya 3 tahun saja.
‘’Ini jangan sampai menjadi pekerjaan yang tertunda dan harus dilanjutkan oleh Wali Kota terpilih nantinya,’’ kata Rinno.
Komersialisasi Modern———–
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010, Cagar Budaya adalah Warisan Budaya bersifat kebendaan berupa Benda, Bangunan, Struktur, Situs, dan Kawasan di darat dan-atau di air.
Lapangan Merdeka Medan telah ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan surat keputusan Wali Kota Medan nomor 433/28.K/X/2021.
Sebagai objek cagar budaya sesuai dengan Pasal 77 Ayat 1 Undang-Undang dengan melakukan upaya pelestarian agar melakukan rekonstruksi, yaitu upaya mengembalikan bangunan cagar budaya dan struktur cagar budaya sebatas kondisi yang diketahui.
Kondisi tersebut dengan tetap mengutamakan prinsip keaslian bahan, teknik pengerjaan, dan tata letak, termasuk dalam menggunakan bahan baru sebagai pengganti bahan asli.
‘’Pelestarian bukan hanya memiliki pengetahuan dan keterampilan, tapi paling penting adalah pentingnya sikap yang baik dan benar atas rekonstruksi cagar budaya, bukan melakukan modernisasi atau bahkan komersialisasi modern,’’ tandas Rinno.(m29)
Waspada/Ist
Rinno Hadinata