MEDAN (Waspada): Ketua Yayasan Sech Oemar bin Salmin Bahadjadj Ir H Ali Umar Bahadjadj menyebutkan rencana eksekusi rumah di Jl. Kuda No 18-B SHGB-1167 adalah cacat hukum.
Area pertapakan Madrasah Arabia Islamiah yang berada di Jl. Kuda Kecamatan Medan Kota, eks Grand GL85 bukan merupakan wakaf sesuai dengan dokumen-dokumen hukum dan resmi yang dimiliki Yayasan Sech Oemar bin Salmin Bahadjadj.
“Bukti bahwa objek sengketa bukan wakaf; pertama dapat dilihat dari Surat Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Medan Kota No A-1/BA. 01/215/2001 yang menyatakan bahwa objek sengketa tidak pernah terdaftar sebagai wakaf. Kedua, surat Lembaga Advokasi Umat Islam (LADUI) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumut No. 113/LADUI-MUISU/III/2019 melalui sidang Tabayyun menetapkan bahwa tidak ada bukti bahwa objek perkara adalah wakaf. Ketiga, surat Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang menyatakan wakaf sebelum dan sesudah merdeka, syarat suatu wakaf harus memenuhi 3 ketentuan otentik yaitu; bukan kepemilikan pewakif, ikrar wakaf, penerima wakaf yang otentik. Dengan demikian jelas objek perkara bukan tanah wakaf,” tegas Ir Ali Umar Bahadjajd Minggu (11/9) di Medan.
Pernyataan Ali Umar disampaikan terkait beredarnya keterangan yang tidak sesuai dengan dokumen yang sebenarnya dan objek yang sebenarnya, sekaligus keterangan yang diduga tuntutan surat palsu yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu.
“Oleh sebab itu, objek perkara tidak dapat dieksekusi sesuai yang tercantum dari tiga dokumen tertulis yang dikeluarkan oleh pihak berwenang karena objek perkara bukanlah wakaf. Objek atau area Madrasah Arabia Islamiah Jl. Kuda Medan, yang sebelumnya area sebagian tanah Grand GL85 bukanlah wakaf dapat dilihat dari adanya tiga dokumen tersebut,” terang Ali Umar.
Selain itu, Ali Umar menjelaskan, pertimbangan hakim dalam melaksanakan eksekusi madrasah Jl. Kuda No 30/32 Medan berdasarkan keputusan: 270/Pdt.G/2000/Pn Mdn. Jo 265/Pdt/2001/Pt mdn.jo 995K/PDT/2002 jo 07PK/PDT/2009 yang telah berkekuatan hukum tetap, dasar tuntutan di atas adalah surat palsu pengangkatan pengurus Madrasah Arabia Islamiah (MAI) tgl 08 September 1998 (bisa dilihat pada halaman 1 dari Keputusan 270/Pdt.G/2000/Pn Medan. Penetapan surat pengangkatan pengurus MAI palsu melalui pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik Mabes Polri dan keputusan Mahkamah Agung No.1673K/Pid/2003 dan yang terlibat dalam pemalsuan itu masing-masing berinisial ANK, UAB, MA dan AB (semuanya telah meninggal dunia kecuali ANK).
Akibat pemalsuan surat pengangkatan pengurus MAI tersebut maka atas anjuran Mahkamah Agung demi keadilan untuk membuat tuntutan baru, karena tanpa surat pengangkatan pengurus MAI yang palsu tersebut di atas, maka perkara 270/Pdt.G/2000/Pt Mdn, 265/Pdt/2001/Pt Mdn, 995K/Pdt/2002 dan 07PK/Pdt/2009 tidak mungkin ada.
Menurut Ali Umar, pada tuntutan baru yang telah berkekuatan hukum tetap yaitu putusan a. 419/Pdt/2009/PT-Mdn jo 2878 K/Pdt/2010, MA (Jl. Kuda No 18C), b. 384/Pdt/2009/PT Mdn jo 2596 K/Pdt/2010 MA (Jl. Kuda No 18A).
“Pada kedua keputusan tersebut yang telah berkekuatan hukum tetap sampai Mahkamah Agung dinyatakan sah jual beli dan sah sertifikat. Dalam kepusan ini, yang penting dan perlu dicatat bahwa putusan: 270/Pdt.G/2000/Pn mdn jo 265/Pdt/2001/Pt Mdn jo 995K/Pdt/2002 jo 07PK/Pdt/2009 walaupun merupakan akte otentik tetapi karena didasari atas surat palsu maka harus dikesampingkan,” beber Ali Umar.
Dijelaskan Ali Umar, putusan yang sudah dikesampingkan di atas dan telah disahkan oleh Mahkamah Agung inilah yang menjadi dasar rencana pelaksanaan eksekusi Pengadian Negeri Medan.
“Yang lebih mengherankan lagi, pemohon eksekusi adalah berinisial ANK yang diduga memalsukan surat pengangkatan pengurus MAI dan masih diburon karena telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh pihak Kepolisian di Medan. Ironisnya, ANK yang masih DPO bisa mengajukan permohonan eksekusi, apalagi ANK tidak mempunyai legalstanding sama sekali terhadap objek perkara terkecuali surat palsu. Dari keterangan di atas, jelaslah bahwa permohonan eksekusi yang dimohon ANK cacat hukum,” tegas Ali Umar seraya menambahkan setelah ANK dan kawan-kawan tidak bisa lagi menggunakan kedua surat palsu tersebut maka mereka mengangkat objek menjadi wakaf sementara Yayasan Sech Oemar bin Salmin Bahadjajd punya bukti kuat bahwa madrasah Jl. Kuda No 30/32 bukan wakaf.
Selain itu, tambah Ali Umar, dalam perjalanan perkara objek sengketa itu terjadi putusan yang saling bertentangan yakni HGB.1166dan HGB.1168 dinyatakan sah jual beli dan sah sertifikat sedangkan HGB.1167 hasil keputusannya bertentangan dengan dua keputusan terdahulu, lihat keputusan Mahkamah Agung No. KMA/032/SK/IV/2006 tentang pemberlakuan Buku-II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Adsminitrasi Pengadilan (AN. Putusan Non Executabele) adanya putusan yang saling bertentangan. Dengan demikian, rencana eksekusi oleh PN Medan cacat hukum.
Begitu juga putusan tidak sesuai lapangan (rumah Jl. Kuda No.18-D yang tidak ada hubungan dengan HGB.1143 turut dieksekusi.
“Dengan adanya putusan yang saling bertentangan maka dengan demikian rencana eksekusi oleh PN Medan cacat hukum,” tegas Ali Umar Bahadjajd.
Perlu juga diketahui, sambung Ali Umar, bahwa putusan 265/Pdt/2001/Pt mdn adalah putusan yang melanggar hukum, melanggar Undang Undang, memutarbalikan fakta dan tidak sesuai fakta di lapangan sehingga timbul perlawanan dari pihak ketiga dengan No Register 708/Pdt.BTH/2002 PN Medan.
“Hal penting yang harus dicatat bahwa inisial ANK, UAB, AB dan MA tidak pernah menjadi pengurus Madrasah Arabiah Islamiah dan Gran GL-85 bukan wakaf melainkan milik Sech Oemar bin Salmin Bajadjadj yang diserahkannya secara cuma-cuma menjadi milik Yayasan Sech Oemar bin Salmin Bahadjadj.(m27)
Waspada/Ist
Rumah di Jl. Kuda Medan yang rencananya akan dieksekusi dinilai cacat hukum.