Scroll Untuk Membaca

Medan

Puskahap FISIP USU-Badko HMI Sumut Bahas Isu Kerakyatan Di Pemilu 2024

Puskahap FISIP USU-Badko HMI Sumut Bahas Isu Kerakyatan Di Pemilu 2024

MEDAN (Waspada): Pusat Kajian Hak Asasi Petani (Puskahap) FISIP USU, bersama dengan Badko HMI Sumatera Utara, menyelenggarakan kuliah umum dengan tema “Isu Kerakyatan dalam Pemilihan Umum 2024”. Acara ini dilangsungkan di Aula FISIP USU, pada Selasa, 21 November 2023.

Dalam sambutannya, Randa Putra Kasea Sinaga, M.Kessos, Ketua PUSKAHAP FISIP USU menyebut pemilihan umum merupakan momen dimana isu-isu kerakyatan diartikulasikan menjadi sebuah kebijakan publik.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Puskahap FISIP USU-Badko HMI Sumut Bahas Isu Kerakyatan Di Pemilu 2024

IKLAN

Oleh karenanya, kepentingan rakyat, khususnya petani dan orang-orang yang bekerja di pedesaan harus mampu menjadi isu yang dibahas oleh pemilu saat ini.

“Kampus dalam hal ini PUSKAHAP memiliki peran untuk melaksanakan pendidikan selaras dengan Tridharma Perguruan Tinggi, yakni bagaimana orang-orang dan khususnya mahasiswa, memiliki sikap kritis terhadap isu kerakyatan yang diperbincangkan selama pemilihan umum ini. Hal ini dapat menjadi sumbangan penting bagi demokrasi kita saat ini,” ujarnya.

Ketua Badko HmI Sumut, Abdul Rahman menyebut sebagai mahasiswa sepatutnya menguasai isu kerakyatan, mahasiswa tidak saja dari perkotaan akan tetapi banyak berasal dari desa-desa. Persoalan inilah harus diangkat ke permukaan mahasiswa harus menyuarakan dalam momentum pemilu saat ini.

“Kita mahasiswa harus memberikan masukan dan menyuarakan persoalan masyarakat di desa, kualitas pendidikan, kesehatan, menyempitnya lahan pertanian yang memaksa anak muda untuk lebih menggali potensi diri dan desanya,” terangnya.

“Di kampus juga kita harus menghidupkan kembali api semangat demokrasi di kampus karena sejatinya cerminan pemilu yang ideal adalah di kampus, berapa banyak kampus yang memiliki BEM/PEMA dari tingkat universitas hingga ke jurusan. Hidupkanlah, matinya demokrasi kampus berarti rusakla demokrasi yang ada di negara kita,” tegas Abdul.

Henry Saragih, selaku Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), menyebut demokrasi Indonesia saat ini masih belum menempatkan isu kerakyatan sebagai hal yang vital.

“Kita tidak boleh mengulang kesalahan-kesalahan sebelumnya, dimana keterlibatan rakyat hanya untuk sekadar memilih dan menyumbang suara saja. Isu-isu mengenai rakyat, khususnya kelompok rentan, harus mendapat tempat dan menjadi agenda politik bersama pemilu kali ini,” terangnya.

“Kita melihat bagaimana masing-masing kelompok rentan memiliki isu nya masing-masing. Petani terkait isu konflik agraria, harga di tingkat petani yang murah, hingga ancaman hilangnya profesi petani di masa mendatang karena tidak dianggap menjanjikan; Buruh mengenai isu upah, praktik outsourcing, hingga ketidakadilan gender di dalam dunia kerja. Dan juga elemen rakyat lainnya. Apakah isu-isu tersebut diangkat dalam pemilu kali ini? Hal ini yang seharusnya jadi perhatian kita,” tambah Henry Saragih.

Narasumber kedua, yakni Nazir Salim Manik dari Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) menyebut, Sumatera Utara sebagai salah satu lumbung suara di Indonesia. oleh karenanya, dinamika politik nasional juga akan mempengaruhi situasi politik di Sumatera Utara juga.

“Dinamika politik ini tentu juga harus diperhatikan, apakah memang yang saat ini kita ributkan dalam pemilu adalah agenda-agenda kerakyatan? Atau hanya gimmick-gimmick politik belaka.”

Narasumber ketiga, yakni Syafrida R Rahasan, Ketua Bawaslu Provinsi Sumatera Utara Periode 2017-2022 menyebut bagaimana keterwakilan perempuan di dalam pemilu ke depan juga harus menjadi sorotan. Terlebih lagi perempuan juga merupakan bagian dari kelompok rentan dan idealnya memiliki keterwakilan politik yang baik di dalam isu politik Indonesia.

“Hal yang paling kentara adalah penurunan partisipasi perempuan dalam politik. Kemundurannya sangat terasa, mulai dari kuota caleg perempuan di dalam partai politik, bahkan di tingkat penyelenggara pemilu sendiri hal ini tidak terpenuhi. Jadi persoalan keterwakilan itu tidak diperhatikan lagi, bagaimana bisa berharap isu mengenai perempuan bisa disampaikan dengan baik?”

“Lalu secara umum, kita perlu mengaktifkan lagi mekanisme kontrol dari rakyat terhadap para wakil rakyat yang terpilih. Berapa banyak anggota dewan yang terpilih mampu menyuarakan isu kerakyatan? Apakah itu bisa dipertanggung jawabkan?. Dan yang paling penting tadi, apakah hal ini dievaluasi secara berkala? Apakah kita sebagai mahasiswa maupun gerakan rakyat yang mengontrol. Hal ini yang hilang saat ini.” tutupnya. (cpb)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE