MEDAN (Waspada): Sikap tegas Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian di dalam rekonstruksi peristiwa menghilangkan nyawa Brigadir J harus dijadikan contoh untuk mengembalikan prinsip due process of law di dalam penegakan hukum.
Hal itu dikatakan Dr Alpi Sahari, SH. M. Hum (foto) Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Jumat (2/9) menanggapi rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir J.
Menurut Dr Alpim rekonstruksi yang dilakukan oleh Bareskrim Polri pada prinsipnya ditujukan dalam kerangka kepentingan pembuktian atas perbuatan para pelaku yang menghilangkan nyawa Brigadir J.
Sehingga jaksa penuntut umum dan hakim yang menyidangkan perkara memiliki keyakinan atas perbuatan yang dilakukan oleh para pelaku telah memenuhi rumusan delik sebagaimana dimaksud dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
“Artinya bahwa rekonstruksi yang dilakukan oleh penyidik bersama-sama dengan Jaksa Penuntut Umum dalam suatu peristiwa pidana pada dasarnya berorientasi untuk memberikan perlindungan terhadap korban dalam proses penegakan hukum yang berlandaskan due prosess of law,” ungkapnya.
Sikap tegas Brigjen Andi Rian selaku Dirtipidum Bareskrim Polri juga perlu diapresiasi untuk mengembalikan tertib hukum pidana. “Di samping itu, kita juga tidak menutup mata bahwa keberhasilan pengungkapan peristiwa dan pengungkapan skenario perbuatan menghilangkan nyawa Brigadir J merupakan hasil kinerja tim Ditpidum Bareskrim Polri untuk tetap Satya Prabu dan menjaga marwah institusi Polri,” ujar Dr Alpi.
Dikatakan, transparansi di dalam proses penyidikan tidak dimaknai menerobos aturan hukum namun tetap dimaknai menghormati mekanisme aturan hukum (Ius constituendum).
Sosok Brigjen Andi Rian yang sangat tegas di dalam kegiatan rekonstruksi peristiwa hilangnya nyawa Brigadir J menunjukkan bahwa sosok ini mampu menempatkan segala sesuatu sesuai dengan tempatnya.
“Artinya Brigjen Pol Andi Rian mampu meletakkan crime control model dan due process model sesuai dengan mekanisme penegakan hukum pidana. Sosok seperti Brigjen Pol Andi Rian saat ini jarang ditemukan sebagai sosok yang tetap memaknai transparansi namun tetap mematuhi kaidah-kaidah hukum pidana,” tegasnya.
Menurut Dr Alpi, bisa saja Drigjen Rian mengambil peluang atau kesempatan mengikuti arus transparansi dengan mengikuti irama berbagai pihak dengan meminimalisir risiko “mencari simpati atas peristiwa yang menjadi perhatian masyarakat”.
“Namun hal ini tidak Beliau lakukan karena penegakan hukum harus dilakukan sesuai dengan mekanisme hukum. Ketidakpercayaan berbanding lurus dengan kekeliruan memahami transparansi itu sendiri,” kata Dr Alpi.(m05/A)