Scroll Untuk Membaca

Medan

Perlu Sinergi Semua Komponen Lindungi Anak Dari Bahaya Rokok Di RUU Omnibus Law

Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada): Perlu sinergi yang kuat semua komponen untuk melindungi anak dari bahaya rokok dalam Rancanangan Undang Undng Omnibus Law.

Hal itu terungkap dalam diskusi zoom meeting, Jumat (14/4) dilaksanakan Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI)
selaku organisasi penggiat perlindungan anak yang kelembagaannya disahkan oleh Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI serta kepengurusannya diresmikan oleh Surat Keputusan Menteri Sosial RI.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Perlu Sinergi Semua Komponen Lindungi Anak Dari Bahaya Rokok Di RUU Omnibus Law

IKLAN

Sebagai lembaga independen yang aktif menjalankan kegiatan pemenuhan hak dan kepentingan terbaik anak sejak tahun 1997, bersama dengan jaringan Tobacco Control Indonesia mengambil peran mendukung upaya pemerintah merevisi Undang-undang Kesehatan dalam bentuk Undang-undang Omnibus Law Kesehatan yang saat ini masih berbentuk Rancangan Undang-undang, guna memberikan perlindungan terhadap masyarakat indonesia khususnya anak-anak dari bahaya rokok dengan segala bentuk produknya.

Kegiatan menghadirkan pembicara dr. Sumarjati Arjoso, SKM. (Ketua Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia). Ifdhal Kasim, SH., LLM. (Koordinator Nasional Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau). Dr. Mukhaer Pakkanna, SE., MM. (Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta).Dr. Abdillah Ahsan, S.E., M.S.E. (Ketua Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia) dan Tubagus Haryo Karbiyanto, SH. (Pengurus Komite Nasional Pengendalian Tembakau).

Diskusi ini guna menyikapi dan memberi masukan RUU Kesehatan
Omnibus Law, yang saat ini sedang dalam proses pembahasan di DPR dan disinyalir bertujuan mengakomodir upaya transformasi kesehatan. RUU ini terdiri atas 20 bab dan 478 pasal, jika disahkan akan menggantikan UU Kesehatan Nomor 39 tahun 2009.

Bab V memuat substansi upaya kesehatan terkait bidang pencegahan dan pengendalian penyakit, dan pada bagian kedua puluh lima khusus mengenai pengamanan zat adiktif.

“Kami selalu digadang-gadangkan menjadi generasi unggulan. Dielu-elukan sebagai pewaris peradaban zaman. Untuk menjadi generasi yang diharapkan, kami butuh kesehatan juga kesempatan. Bukan dininabobokan candu industri racun berbahaya. Diendapkan, mati tanpa suara,” tegas Alya Eka Khairunnisa, Perwakilan Duta Anak Nasional KAI 2022.

Kata dia, singkat saja, pihaknya butuh bukti kehadiran negara dalam regulasi yang komprehensif.

“Kami butuh dukungan masyarakat dan keluarga untuk berperan protektif, bukan menjadi budak zat adiktif. Berikan kami nutrisi yang memadai, bukan adiksi pengantar mati. Kami ada di sini, menjadi pemimpin muda masa kini dan penerus bangsa hingga nanti. Berikanlah kami kesempatan untuk membuktikan diri,” demikian pernyataan Alya.

Impian Orang Tua

Prof Dr. Seto Mulyadi, M.Si., Psikolog, Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia mengatakan, “Memiliki anak-anak yang cerdas merupakan impian banyak orang tua. Oleh karena itu, betapa pentingnya kita untuk memahami bahwa rokok itu sangat
memberikan dampak yang buruk kepada anak bahkan sejak masih dalam kandungan. Stunting adalah salah satu bahaya nyata yang dapat kita lihat.”

“Kita perlu menciptakan lingkungan yang ramah anak mulai dari lingkungan keluarga, masyarakat maupun pemerintah,” imbuhnya.

Peran penting setiap unsur yang ada sangat dibutuhkan guna melindungi anak-anak kita yang merupakan generasi penerus bangsa, khususnya kepada pemerintah agar dapat membuat suatu regulasi yang mengatur dengan tegas akan bahaya rokok dan dampak negatif yang ditimbulkan dari segala bentuk iklan, promosi dan sponsor rokok bagi kemajuan bangsa.

Hal lain mengemuka, pentingnya larangan total iklan, promosi, sponsor rokok di semua media masuk dalam RUU Kesehatan Omnibus Law ditegaskan pula oleh Ketua TCSC IAKMI, dr. Sumarjati Arjoso, SKM.

Ia mengatakan, prevalensi perokok anak usia 10 – 18 tahun naik dari 7,2% (2013) menjadi 9,1% (2018).

Angka ini tidak sesuai dengan target RPJMN yang ditetapkan sendiri oleh Pemerintah, yang ingin menurunkan angka prevalensi perokok anak sebesar 5,4% (2015-2019).

Berbagai studi menunjukan adanya hubungan paparan iklan, sponsor dan promosi rokok pada konsumsi rokok anak dan remaja.

Makanya Iklan, promosi, sponsor rokok harus dilarang total dalam RUU Kesehatan yang sedang dibahas ini, jika pernah tidak ingin gagal lagi dalam pencapaian target penurunan perokok anak sebesar 8,7% pada
RPJMN 2020 – 2024.

Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi

Sedangkan, Dr. Abdillah Ahsan, Kepala Lembaga Demografi FEB UI dalam pernyataannya mengatakan, “Pembangunan sumber daya manusia menyongsong Indonesia emas 2045, harus ditopang oleh masyarakat yang sehat.

Masyarakat sehat akan mampu bekerja dengan lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Lebih lanjut ia menegaskan bahwa, cara utama untuk meningkatkan kualitas kesehatan adalah dengan berhenti merokok.

Prevalensi merokok di Indonesia masih sangat tinggi dibandingkan negara lain. Omnibus law kesehatan harus progresif dalam upaya menurunkan konsumsi rokok!

“Konsumsi rokok meningkat karena iklan sponsor dan promosi rokok yang masif, peringatan kesehatan bergambar yang minim dan aturan kawasan tanpa rokok yang dilanggar. Ini akan menghancurkan impian Indonesia emas 2045.

“Kami mengharapkan semua pihak untuk bersama-sama melindungi masa depan dari terkaman industri rokok,” tegasnya.

Terus Meningkat

Dari sisi perlindungan hak asasi, Ifdhal Kasim, Koordinator Koalisi Masyarakat SIpil Untuk Pengendalian Tembakau dan Direktur Eksekutif RMI, mengatakan, jumlah perokok khususnya perokok anak di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan ini sangat mengkhawatirkan kita semua.

Untuk itu, pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law Kesehatan) saat ini harus secara eksplisit dan tegas mengatur perlindungan hak
kesehatan anak dari paparan asap rokok dan produk tembakau lainnya.

Larangan iklan rokok di semua media termasuk internet, penegakan kawasan dilarang merokok, larangan penjualan dan konsumsi rokok elektronik harus secara eksplisit disebutkan dalam RUU Kesehatan ini
untuk menunjukkan kehadiran negara dalam melindungi hak kesehatan anak Indonesia.

Sedangkan Dr. Mukhaer Pakkanna, SE., MM, Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta, dalam pernyataan mengatakan,RUU Kesehatan dalam format Omnibus Law ini belum mampu memeta persoalan-persoalan sensitif yang hidup di masyarakat, terutama terhadap kelompok rentan.

Unsur diskriminasi dan ketidakadilan masih saja mewarnai banyak klausul. Apalagi RUU ini cukup tebal dan lebih 400 pasal.

“Jika tidak hati-hati memelototi setiap pasal, khawatir tidak sinkron, dan ada celah untuk dimanipulasi oleh kelompok tertentu. Karena itu, partisipasi publik harus terus dibuka lebar. Ini menyangkut masa depan anak cucu kita,” ungkapnya.

Pernyataan pamungkas disampaikan oleh Tubagus Haryo Karbyanto, SH., mewakili Komnas Pengendalian Tembakau, jika Indonesia ingin mewujudkan generasi emas pada Indonesia emas 2045, maka negara ini harus hadir sekarang dan kini untuk membebaskan anak-anak
kita dari target industri rokok.

Yakni, dengan melakukan pelarangan secara komprehen sigfnikan, promosi dan sponsor zat adiktif rokok dan memasukkannya dalam RUU Kesehatan yang sekarang sedang dibahas.

Jika tidak, maka pd 2045 kita akan memanen generasi cemas yang sakit-sakitan, sehingga akan menampilkan Indonesia Cemas (m22).

Waspada/ist
Kegiatan webinar membahas RUU Omnibus Law yang saat
ini masih berbentuk RUU guna memberikan perlindungan terhadap
anak-anak dari bahaya rokok.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE