Scroll Untuk Membaca

Medan

Penggagas Islam Transitif Raih Profesor Lewat Perjuangan Berat

Penggagas Islam Transitif Raih Profesor Lewat Perjuangan Berat

MEDAN (Waspada): Penggagas Islam Transitif Dr. Ansari Yamamah, MA meraih gelar profesor dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) melalui perjuangan berat dan melelahkan.

Prof Dr Ansari Yamamah, MA kini menambah daftar guru besar Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN SU). Kemendikbud Ristek memberikan gelar akademik tertinggi kepada Ansari Yamamah sebagai guru besar atau profesor bidang Kajian Ushul Fiqh.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Penggagas Islam Transitif Raih Profesor Lewat Perjuangan Berat

IKLAN

Menurut Prof Ansari kepada Waspada, Minggu (2/4), capaian tertinggi akademik ini dilewati dengan berbagai tantangan luar biasa, sebab pengajuan sebagai guru besar sudah diusulkan sejak tahun 2017, namun karena kekurangan jurnal internasional terakreditasi (Scopus) maka proses usulan tersebut menjadi terhenti.

Kemudian di penghujung 2020 tulisannya terbit di Jurnal internasional terakreditasi (Scopus), namun karena memasuki masa Covid -19, penilaian menjadi tertunda. Penilaian baru dilakukan pada Juni 2021. Dalam rentang waktu inilah jurnal Scopus tersebut mengalami discontinued sehingga penilaian untuk usulan guru besar kembali menjadi tertunda.

“Alhamdulillah, Desember 2022 tulisan Ansari Yamamah dapat terbit lagi di jurnal internasional terakreditasi (Scopus) kemudian proses penilaian kembali dilanjutkan oleh Dikti Kemendikbud Ristek dan akhirnya Alhamdulillah di penghujung Maret 2023, SK Profesor diterbitkan Kemendikbud Ristek,” ungkapnya.

“Tentunya ini suatu anugerah luar biasa yang Allah SWT berikan di bulan Ramadhan yang penuh berkah, akhirnya capaian jenjang tertinggi karir akademik saya dapatkan, semoga ini membawa keberkahan dan tentu saja kebahagiaan yang luar biasa”, kata Prof Ansari penuh rasa syukur.

Menurut penggagas Islam Transitif ini, tantangan dan hambatan dalam memenuhi syarat formil sebagai guru besar tentu tidak mudah, sebab seleksi yang sangat ketat, ditail dan kesabaran menjadi kunci keberhasilan.

“Proses panjang yang melelahkan ditengah keterbatasan baik moril dan materil, namun karena didorong semangat yang besar, maka ini harus dituntaskan, untaian do’a, ikhtiar, keringat dan air mata merupakan rutinitas keseharian, agar apa yang diharapkan dapat berhasil dan alhamdulilah momentum Ramadhan ini, segala usaha diijabah Allah SWT”, ujar pemikir produktif dalam kajian sosiologi hukum Islam ini.

Sebagai guru besar r bidang keahlian Ushul Fiqh, Prof Ansari menegaskan bahwa Ushul Fiqh merupakan ilmu produksi yang melahirkan format dan ketentuan terhadap legalitas sesuatu atau sebuah aktivitas tidak hanya dalam perspektif hukum Islam namun juga dalam perspektif regulasi dan perundang undangan.

Kajian Ushul Fiqh juga beranjak dari telaah terhadap dinamika dan relasi sosial yang berkembang di masyarakat. Realitas masyarakat ini sangat kunci lahirnya hukum, dan oleh karena itu Ushul Fiqh dan Sosiologi ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan.

“Ushul Fiqh harus dipahami dalam konteks yang lebih luas, bukan saja kajian yang berkutat dengan hukum-hukum Islam, namun Ushul Fiqh berkorelasi dengan ilmu lainnya yang terus berkembang, sehingga boleh di katakan Ushul Fiqh sebagai the Queen of Sciences”, tutur Prof Ansari yang bergelar Datuk Pandya Wangsa ini, mengutip Prof. Hasan Kamali dari ISTAQ Kuala Lumpur Malaysia.

Lebih jauh, katanya, kajian Ushul Fiqh itu sesungguhnya juga adalah ilmu tentang pemikiran, filsafat dan sosiologi hukum yang mengkolaborasikan berbagai (multi) disiplin ilmu pengetahuan yang dijadikan alat proses menghasilkan produk hukum.

Inilah mengapa Ushul Fiqh menjadi penting untuk dikaji secara mendalam, sebab dinamika dan relasi sosial yang ada sangat berkaitan dengan lahirnya hukum dalam Islam dan berbagai regulasi lainnya untuk konteks ke Indonesiaan.

“Ushul Fiqh bisa di elaborasi dalam konsep pemikiran, filsafat dan sosiologi hukum Islam karena sifatnya inheren atau melekat tidak terpisahkan dengan ilmu lainnya, karenanya perlu terus digali dan diuji seberapa besar pengaruhnya dalam khasanah keilmuan lainnya”, dan perlu diingat bahwa ilmu Ushul Fiqh dalam konteks Sosiologi Hukum akan terus berkembang seiring berkembangnya kehidupan masyarakat demi untuk memfasilitasi jalannya sebuah peradaban”, demikian Ansari Yamamah. (m19)

Teks foto

Penggagas Islam Transitif Dr. Ansari Yamamah, MA.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE