MEDAN (Waspada): Penambangan pasir kuarsa di di Dusun V, Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir dan Desa Sukaramai, Kecamatan Air Putih, Kab. Batubara meninggalkan lubang besar mirip danau buatan.
Hal itu menjadi bukti kejahatan pengrusakan lingkungan yang menyebabkan kerugian negara,” sebut Ketua LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gebrak) Max Donald, Kamis (20/6/2024).
Ia mengatakan, berdasarkan peraturan pertambangan, bekas penambangan harus direklamasi. “Ini dijelaskan pada pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Kemdian UU No. 3 tahun 2020, perubahan atas UU No. 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, ada sanksi pidana bagi penambang tanpa izin. Ancamannya penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar,” katanya.
Karenanya, ujar Max, sebelum terjadi dampak kerusakan lingkungan yang lebih parah, perlu antisipasi dengan memberikan efek jera, terutama perusahaan tambang yang terindikasi curang dalam aktifitasnya, dengan tindakan hukum yang nyata.
“Jadi kita minta APH menggandeng BPKP segera melakukan audit terhadap aktifitas perusahaan pertambangan, apalagi yang berpotensi merugikan negara. Di Sumut saat ini menjadi sorotan lokasi bekas penambangan pasir kuarsa di Kabupaten Batubara yang tak kunjung direklamasi, juga penambangan tanah kaolin diduga ilegal di Kabupaten Asahan,” jelasnya.
Max berharap kasus itu segera dibongkar, sehingga dugaan korupsi maupun kolusi yang berakibat rusaknya lingkungan, serta kerugian negara yang ditimbulkannya tidak semakin membesar.
Berdasarkan pengaduan
Dugaan kejahatan pertambangan itu berawal dari laporan pengaduan Sunani, 60, ke Polda Sumut dan Kajati Sumut, Januari 2024 lalu. Didampingi kuasa hukumnya, Dr Darmawan Yusuf, SH, SE, M.Pd, MH, CTLA, Med, Ia melaporkan dugaan pengrusakan dan pencurian pasir kuarsa dari lahannya seluas sekira 4 Ha di Desa Gambus Laut, Batubara, dengan terlapor PT. JSI dan PT. BUMI.
Seiring berjalannya waktu, ditemukan lagi pertambangan tanah kaolin diduga ilegal di Desa Bandar Pulau Pekan, Kec. Bandar Pulau, Kab. Asahan yang sudah berlangsung sejak 2021, dan belum lama ini berhenti sementara aktifitasnya, pasca ramai disorot media.
Sumber disana menyebutkan, hasil tambang tanah kaolin dari Desa Bandar Pulau Pekan ditumpuk terlebih dahulu di Desa Pulau Raja, Asahan, kemudian diantar ke PT. JSI di KIM 2 Medan, dengan bayaran per ton Rp97 ribu. Sehingga menurut sumber, diduga peran PT JSI sebagai penadah hasil tambang ilegal.
Terpisah, Kajati Sumut Idianto, SH, MH melalui Kasipenkum Yos A Tarigan, SH, MH memberikan tanggapan atas laporan Sunani yang dikuasakan kepada anaknya Adrian Sunjaya, 25, di Kajati Sumut.
“Surat yang masuk telah ditindaklanjuti, tupoksi Kejaksaan mencari perbuatan dugaan korupsi. Jika masuk tupoksi (Kejaksaan), pasti akan diproses sesuai SOP. Namun jika bukan kewenangan Kejaksaan, maka dikoordinasikan dengan instansi terkait,” sebutnya.
Sementara, Direktur Dit Rekrimsus Polda Sumut Kombes Pol. Andry Setyawan, sebelumnya mengatakan telah menurunkan anggotanya melakukan penyelidikan adanya kerugian negara dalam kasus tersebut. Pihaknya masih tahap mengumpulkan saksi-saksi dalam menentukan pelanggaran hukum.
Terkait laporan dugaan pengrusakan lahan dan pencurian bahan tambang pasir kuarsa milik Sunani, Polda Sumut telah mengamankan dua alat berat milik PT JSI, serta rencana jemput paksa Dirut PT JSI berinisial CJF.(m10)
Waspada/Ist
Truk pengangkut tanah kaolin dari Desa Bandar Pulau Pekan diantar ke KIM 2 Medan.