Scroll Untuk Membaca

Medan

Pemko Medan Diminta Tinjau Ulang Parkir Berlangganan

WALIKOTA Medan Bobby Nasution, memperlihatkan barcode parkir berlangganan. Waspada/Ist
WALIKOTA Medan Bobby Nasution, memperlihatkan barcode parkir berlangganan. Waspada/Ist

MEDAN (Waspada): Penerapan program Parkir Berlangganan yang diterapkan pemerintah kota (Pemko) Medan semakin menimbulkan konflik di masyarakat. Untuk mencegah kisruh yang semakin meluas, Pemko Medan diminta untuk meninjau ulang pelaksanaan program tersebut.

Rabu (14/8), Waspada berbicara dengan praktisi hukum dari Kantor Hukum Nusantara Tommy Bellyn Wiryadi, SH. MH. Dia mengomentari polemik yang terjadi di masyarakat, terkait penerapan parkir berlangganan yang diterapkan.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Pemko Medan Diminta Tinjau Ulang Parkir Berlangganan

IKLAN

Polemik di masyarakat semakin tinggi, terlebih setelah pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi IV DPRD Medan 12 Agustus 2024. Dimana, waktu itu, pihak Biro Hukum Pemko Medan Albert Yasokhi Lase, mengeluarkan pernyataan mengejutkan.

Dihadapan peserta rapat dari berbagai elemen masyarakat itu, Albert Yasokhi Lase mengatakan bahwa peraturan walikota (Perwal) No.26 Tahun 2024, yang menjadi dasar hukum pelaksanaan parkir berlangganan itu merupakan inisiasi dari Dishub Medan. Karenanya, tidak diperlukan lagi kajian akademik. Permintaan parkir berlangganan bisa langsung dieksekusi menjadi produk hukum yang disahkan oleh Walikota Bobby Nasution.

Menanggapi ini, Tommy Bellyn Wiryadi mengatakan, pernyataan pihak Biro Hukum Pemko Medan itu, tidak benar. Karena ada prosedur yang harus ditempuh, sebelum Walikota menerbitkan Perwalnya. Mulai dari Naskah Akademik (NA) tentang Parkir Berlangganan, kajian tentang aspek psikologis, sampai sosialisasi ke masyarakat. “Yang terjadi sekarangkan tidak seperti itu. Kesannya, program ini sangat dipaksakan,” katanya.

Dikatakan Tommy, dengan pernyataan pihak Biro Hukum Pemko Medan, pelaksanaan Parkir Belangganan tidak perlu kajian akademik, sangat terkesan Pemko Medan tidak mengerti hukum. Atau paling tidak, Pemko Medan, tidak peduli dengan mekanisme hukum.

“Kesannya di masyarakat, Walikota tidak aspek psikologi masyarakat, dimana walikota hanya mementingkan pemasukan PAD (Pendapatan Asli Daerah). Walikota tidak sedikitpun memikirkan bagaimana masyarakat Kota Medan menjadi susah, bahkan cenderung frustasi, sebab Perwal itu merugikan masyarakat,” kata Tommy.

Kemudian, kata Tommy, dengan penerapan program yang asal-asalan seperti ini, menunjukkan kalau walikota bukan lagi menjadi pelayan masyarakat. Sebaliknya, malah menjadi ancaman menakutkan buat warga Kota Medan. “Makanya, baiknya, program ini ditinjau ulang. Jangan, persoalan ini dibiarkan berkembang, hingga menjadi perlawanan masyarakat, sehingga menimbulkan class action,’’ ujarnya. (m07)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE