MEDAN (Waspada): Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada jenjang pendidikan dasar hingga menengah atas melalui empat jalur penerimaan, yaitu jalur zonasi, prestasi, afirmasi dan perpindahan orangtua. Dari keempat jalur itu, PPDB zonasi mendapat perhatian paling banyak.
Sejak dilaksanakan pada 2017, penyelenggaraan PPDB masuk dalam urusan sektor pendidikan yang didesentralisasikan sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan diperkuat dengan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021.
“Kewenangan dalam urusan pendidikan, termasuk penyelenggaraan PPDB, dibagi secara konkuren. Pemerintah pusat bertugas merumuskan kebijakan umum dan pemerintah daerah melaksanakan kebijakan tersebut untuk membuat kebijakan turunan yang memperjelas aturan-aturan PPDB secara spesifik,”ujar Direktur Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Muhammad Hasbi, belum lama ini.
Persiapan PPDB menjadi sangat krusial karena ini akan mendorong serta membawa daerah tersebut ke dalam pelaksanaan PPDB yang lebih baik. Oleh karena itu, Kemendikbudristek melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) yaitu kantor pelaksana di berbagai daerah selalu berkoordinasi dan bersinergi dengan daerah untuk mendampingi atau mengawal persiapan pelaksanaan PPDB agar berlangsung dengan baik.
Dalam hal ini, pemerintah daerah memiliki peran penting dalam pendataan nomor induk kependudukan (NIK) calon siswa dalam PPDB, untuk memastikan akurasi domisili calon peserta didik baru.
“Perlu ada kolaborasi dengan dinas kependudukan dan catatan sipil (dukcapil) Kabupaten/Kota sehingga peran kepala daerah setiap wilayah harus menjadi nahkoda dalam proses PPDB,” imbuhnya.
Pemerintah daerah harus mempedomani kebijakan tersebut sebagai bagian dari ekosistem pelayanan PPDB dengan menerbitkan kebijakan turunan berupa petunjuk teknis (Juknis).
“Hal ini menjadi sangat penting karena pemerintah daerah yang mengetahui keadaan terkait sebaran sekolah, proyeksi peserta didik yang akan masuk di setiap jenjang, serta daya tampung setiap sekolah,” sambung Hasbi.
Kemendikbudristek melalui UPT, telah bergerak mendampingi dan mengawal arah kebijakan zonasi PPDB di berbagai daerah melalui kolaborasi secara vertikal secara horizontal antarsektor. Data sebaran
sekolah berbagai jenjang dari TK, SD, SMP hingga SMA di berbagai daerah diperoleh lewat evaluasi PPDB tahun sebelumnya.
Hasbi mengatakan, dari data sebaran sekolah tersebut, pemerintah daerah akan mengumpulkan data terkait dengan proyeksi peserta didik atau calon peserta didik yang akan bersekolah di jenjang tertentu, termasuk daya tampung sekolah di daerah tersebut. Hal itu meliputi jumlah peserta didik yang akan memasuki SD, SMP dan SMA.
“Cara menghitungnya adalah dengan mengalikan jumlah ruang kelas dengan jumlah peserta didik yang harus ada dalam setiap kelas. Maka, jika informasi terkait sebaran sekolah, proyeksi peserta didik baru di setiap jenjang, dan informasi mengenai daya tampung telah dimiliki, seharusnya penetapan zonasi ini bisa berlangsung dengan baik karena telah berbasis data,” imbuhnya.
Hasbi menjelaskan pihaknya akan terus memperkuat pengawasan dalam proses penerimaan peserta didik untuk meminimalisir kecurangan, melalui penandatangan pakta integritas.
“Sistem online PPDB terus diperkuat sehingga interaksi langsung antara panitia dan pendaftar itu akan lebih minimal, sehingga integritas sistemnya lebih terjaga. Apabila terjadi praktik yang menyimpang, maka harus diupayakan tindakan yang tegas sehingga ini bisa menjadi efek jera bagi pelaku agar tidak lagi terjadi pada PPDB selanjutnya,” ujar Hasbi.
Kemendikbudristek telah membentuk berbagai jejaring satgas internal dan eksternal untuk mengawasi penyelenggaraan PPDB, serta mendorong berbagai daerah untuk melakukan pakta integritas yang melibatkan berbagai pihak.
“Panitia PPDB telah dibentuk secara berjenjang memiliki fungsi satgas. Ada panitia yang dibentuk oleh sekolah, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota serta Provinsi, ada Ombudsman dan inspektorat daerah serta pusat, sehingga pengawasan ini berlapis,” pungkasnya.
Menanggapi hal itu, pengamat pendidikan Sumatera Utara (Sumut), Sofyan Tanjung mengatakan, pemerintah Provinsi/kabupaten/kota diharapkan ikut memberikan masukan bahkan perlu mencari inovasi PPDB.
Hal ini dimaksudkan agar ada pemerataan seleksi menggunakan jarak dari rumah ke sekolah, dengan mekanisme seleksi berdasarkan wilayah atau zona geografis guna memastikan distribusi siswa yang lebih merata dan mengurangi ketimpangan akses pendidikan.
Sofyan merujuk pada Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang pelaksanaan PPDB tingkat TK sampai SMA. Saat ini terdapat empat jalur seleksi, yaitu zonasi, afirmasi, perpindahan orang tua, dan prestasi.
Pada pasal 31 diuraikan urutan seleksi masuk SMA, yakni berdasarkan jarak tempat tinggal dengan sekolah sesuai dengan ketentuan zonasi. Ketentuan seleksi PPDB berbasis zonasi juga berlaku untuk siswa baru di jenjang SMP maupun SD. Khusus untuk SD pertimbangan pertama adalah usia peserta didik, baru setelah itu zonasi atau jarak rumah ke sekolah. Seleksi siswa baru jenjang SD juga tidak boleh menggunakan ujian baca, tulis, berhitung (calistung).
Lebih jauh Sofyan mengatakan, Pemprov/kabupaten kota hendaknya dapat mencari rumusan bahkan inovasi untuk memperbaiki sistem zonasi penerimaan siswa yang lebih baik pada tahun depan.
Misalnya, memberikan langkah prosedur teknis kepada panitia PPDB, misalnya melakukan sosialisasi tentang sistem zonasi dalam PPDB kepada kelas akhir pada setiap jenjang satuan pendidikan.
Alasannya, pada dasarnya pemerintah pusat telah melakukan evaluasi terhadap sistem zonasi dalam PPDB sejak tahun 2016, di mana idealnya pemerintah daerah melakukan pemetaan pendidikan pada masing-masing jenjang dan ditindaklanjuti dengan menciptakan pemerataan kualitas di semua satuan pendidikan.
Namun demikian, Sofyan mengatakan perlu penguatan ulang yang dilakukan kepada masing-masing pemerintah daerah.
Ini dimaksudkan agar ada pemerataan kualitas pendidikan, monitoring dan evaluasi yang berkelanjutan, serta menciptakan PPDB terpadu antara sekolah negeri dan swasta dalam satu validasi data.
”PPDB terpadu adalah bagaimana sekolah negeri dan sekolah swasta menjadi satu pengelolaan zonasi. Sehingga apabila sekolah negeri sudah penuh, sekolah swasta terdekat dapat menjadi alternatif. Ini akan dibiayai oleh pemerintah. Untuk itu, sekolah swasta juga harus meningkatkan mutunya setara atau bahkan lebih baik dari sekolah negeri,” jelasnya.
Ditambahkan, sistem zonasi PPDB tersebut sangat penting agar tidak menciptakan ruang-ruang sendiri dalam pendidikan. Konsep itu dilakukan untuk menghasilkan pendidikan yang merata, baik pada sisi kualitas maupun aksesnya.
”Ini sangat penting karena dahulu ada label sekolah favorit. Menciptakan pelajar dan sekolah merasa lebih hebat dibandingkan dengan pelajar dan sekolah lain. Ini kurang baik untuk pemerataan,” ujar Sofyan.
Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) merupakan perhelatan tahunan yang kerap membuat orang tua kesulitan berburu sekolah negeri. Problem umum hampir di semua daerah adalah terbatasnya jumlah sekolah negeri dan penyebaran tidak merata. Padahal animo masyarakkat masuk sekolah negeri sangat tinggi, jauh melampaui kapasitas atau kuota yang tersedia.
“Sementara menambah jumlah sekolah negeri bukanlah perkara mudah bagi banyak daerah. Ada lahan tapi tidak ada anggaran membangun gedung sekolah termasuk memenuhi semua sarana dan prasarananya serta tenaga pendidiknya,” ujarnya.
Namun, ada juga daerah yang memiliki anggaran membangun sekolah negeri baru. Tapi, tak ada lahan yang bisa dibeli untuk membangun sekolah.
Sofyan menuturkan setelah lima tahun pelaksanaan PPDB sistem zonasi banyak daerah mulai membenahi dan membuat inovasi-inovasi baru. Hal itu sebagai upaya perubahan kebijakan yang lebih baik.
“Dengan tujuan semakin banyak anak dapat mengakses sekolah negeri meskipun di wilayah kelurahan atau kecamatan tempat tinggal Calon Peserta Didik Baru (CPDB) tidak ada sekolah negerinya,” tutur dia.
Sofyan mengungkapkan inovasi-inovasi tersebut, membuat kebijakan zona khusus untuk wilayah-wilayah yang tidak ada sekolah negeri. Apalagi, Sumatra Utara memiliki wilayah sangat luas dengan 34 kabupaten/kota maka dapat dipastikan akan memiliki banyak wilayah kecamatan yang tidak ada sekolah negeri. (cbp)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.