MEDAN (Waspada): Seorang Mujaddid (pembaharu) Islam Asia Tenggara hari ini muncul di bumi Universitas Islam Negeri Sumatera Utara. Dia adalah Prof. Dr. Syahrin Harahap, MA. Penobatannya selaku mujaddid ditandai peluncuran Buku 63 Tahun Prof. Syahrin Mujaddid Islam Asia Tenggara Biografi Intelektual & Dedikasi Akademis.
Peluncuran Buku Prof. Syahrin selaku Mujaddid Asia Tenggara dibuat sederhana di salah satu ruangan kampus UIN Sumut Jalan Williem Iskandar Medan Estate, Jumat (16/8) dihadiri Dekan FUSI UINSU, Dr. Maraimbang Daulay, MA, Dosen UMSU Associate Profesor. Sohibul Anshor Siregar, dari UNIVA Ir. Rena Arifah, MT, mantan Wakil Rektor UINSU Prof. Dr. Haidar Putra Daulay, MA, dan Prof. Dr. Hasan Bakti Nasution, MA, Prof. Sukiman, mewakili Pemimpin Umum Harian Waspada, Sofyan Harahap.
Secara etimologi, mujaddid adalah orang yang membawa pembaruan atau pembaru. Dalam konteks ajaran Islam, mujaddid adalah orang yang memperbaiki kesalahan dalam urusan atau praktik (aplikasi ajaran) agama Islam yang dilakukan umat Islam, kata Dr. Abdul Rasyid, MA, Editor buku 63 Tahun Prof. Syahrin Mujaddid Islam Asia Tenggara Biografi Intelektual & Dedikasi Akademis.
Menurut Edior, menjadikan Prof. Syahrin sebagai mujaddin Islam Asia Tenggara karena adanya pengakuan para ilmuwan dunia seperti Prof. Dr. Arndt Graf Director Interdiciplinery Centre for South Asian Studies (IZO) Goethe University Frankfurt-German – Chair Dept. of Southeast Asian Studies, Johan Meuleman, Hogeschool Inholland (Amsterdam), International Islamic University of Europe (Rotterdam) dan Dr. Laurent Metzger University of La Rochelle, Prancis -Jururunding di PT Prep Asia mengatakan, buku-bukunya Prof. Syahrin begitu bermanfaat bagi para penyelidik dan pencinta agama Islam.
Prof.Moch. Qosim Mathar dari UIN Makasar mengakui, karya-karya dan dedikasi akademik Prof. Syahrin mewarnai keberagamaan dan pemikiran Islam bukan hanya di Indonesia, tetapi juga wilayah serantau Asia Tenggara.
Syahrin juga melakukan pembaharuan berbagai aspek kehidupan umat Islam: Pertama dia menghimpitkan pembangunan dengan religiositas. Menurut dia, pentingnya pembangunan Indonesia didasarkan pada nilai ajaran Alquran karena negara ini dibentuk para pendiri atas renungan dan keyakinan mereka terhadap petunjuk agama mengenai kehidupan merdeka dan keberanekaan. Pemikiran mengenai kebangsaan disampaikannya ketika menjadi pembicara di berbagai forum bahkan saat berdialog dengan Presiden BJ Habibie, Presiden Gus Dur, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan Presiden Jokowi. Demikian juga dengan Gubernur Sumut Eddy Rahmayadi dan para Bupati/Walikota Medan
Kedua, Prof. Syahrin menggagas Islam Dinamis yang didasarkannya pada pemahaman seluruh ajaran Islam mengandung dimensi dinamika dan pergerakan. Menurut Syahrin, keterbelakangan umat Islam terjadi akibat sikap statis sebagian besar umat dan ketidakmampuan para tokohnya menangkap aspek dinamis dari ajaran Islam.
Ketiga, Syahrin menemukan sistem kesatuan agama (Wahdatul Adyan), bahwa agama pada dasarnya satu. Perbedaan terjadi bukan pada dasar agama, melainkan pada teknis pelaksanaan agama itu dan pada keberagaman umat manusia. Logika dibangun Prof. Syahrin bahwa sumber dan pencipta agama adalah satu yakni Allah Swt. Agama yang satu itu disampaikan para rasul dengan teknis berbeda. Karenanya agama itu tidak mungkin lebih dari satu.
Keempat, Syahrin menggagaskan Wahdatul ‘Ulûm dengan pertimbangan, sumber ilmu hanya satu yakni Allah Swt. Para rasul juga mengaktualisasikan kesatuan ilmu itu. Kesatuan ilmu dengan amat gemilang diimplementasikan ulama dan ilmuan muslim zaman klasik. Prof. Syahrin menegaskan Wahdatul ‘Ulûm, dan bahkan menerapkannya sebagai Paradigma Integrasi Ilmu di UIN Sumatera Utara, saat dia menjadi Rektor tahun 2020-2022.
Kelima, gagasan Wasathiyah dan Teologi Kerukunan dirumuskannya dalam dua bukunya yang penting yaitu Moderasi Islam dan Teologi Kerukunan . Menurutnya, Islam memiliki ajaran dan konsep tentang hubungan dan perdamaian umat beragama. Pada saat yang sama agama ini memiliki ‘anti bodi’ yang sangat kuat untuk mencegah terjadinya permusuhan, intoleransi, dan radikalisme beragama. Untuk itu dia menggagas Wasathiyatul Islam dan Teologi Kerukunan.
Keenam, temuan penelitian, Syahrin, bahwa sekularisasi tidak bertentangan dengan alqur’ân, bahkan menjadi suatu keniscayaan untuk memajukan umat. Sebab sekularisasinya adalah upaya atau proses menjadikan hal-hal yang seharusnya persoalan keduniaan menjadi tetap masalah keduniaan. Dalam hal keduniaan ini manusia dipersilahkan mengaturnya sendiri (antum a’lamu bi umûriddunyâkum). Sedangkan hal-hal menjadi syari’at harus dihormati sebagai syari’at agama, dan tidak dapat dijadikan sebagai wilayah keduniaan.
Ketujuh, Syahrin melihat salah satu faktor kemunduran umat adalah pemahaman statis mengenai ibadah seringkali dipahami umat Islam bersifat mutlak dan tidak membutuhkan penafsiran. Pemahaman statis mengenai ibadah menyebabkan sebagian besar umat Islam tidak dinamis dan kreatif. Pembaharuan dilakukan Prof. Syahrin bukan mengenai hukum-hukum formal ibadah melainkan tentang implementasi dinamis dari seluruh ibadah Islam. Bahkan Prof. Syahrin mengedepankan betapa aktifitas yang selama ini dipahami niribadah menjadi bernilai ibadah.
Kedelapan, Pemikiran-pemikiran yang merupakan pembaharuannya dalam bidang bisnis Islam ditulis Prof. Syahrin dalam 3 jilid buku yang berjudul Nuansa Islam I (Iman), Nuansa Islam 2 (Hijrah) dan Nuansa Islam 3 (Jihad), diterbitkan tahun 2017 oleh Wong Solo Group.
Yose Rizal Saragih, M.I.Kom selaku Ketua Panitian, mengakui Sumatera Utara bertuah memiliki Prof Syahrin sebagai pembaharu pemikiran, paradigma keilmuan, dan moderasi kelembagaan. Gaung pemikiran Prof Syahrin bergema di Asia Tenggara karena dia percaya dalam waktu lama menjadi Ketua Forum Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Asia Tenggara.
Dr. H. Sori Monang, M.Th, Ketua PMDI Kota Medan, mengakui Prof. Syahrin adalah pemikir, pembaharu Asia Tenggara. Pembaharuannya bukan hanya dijalankan dalam bidang ilmu pengetahuan dan pemikiran tetapi juga dalam bidang dakwah. Di Makkah yang sama pergerakan dengannya adalah Sayyid Maliki Al Alawi, juga banyak menulis buku yang menggugah hati umat untuk membela.
Associate Profesor Sohobul Anshor, Dosen UMSU mengakui Prof Syahrin cukup menginspirasi, karena mampu mengkalaborasi berbagai permasalahan umum. Dia harus terus berkarya dan berbuat untuk kepentingan umat manusia yang ada di muka bumi ini. Di samping itu perlu adanya dukungan finansial agar Prof. Syahrin dapat berbuat yang terbaik bagi umat.
Sebagai non muslim, Selwa Kumar, mengakui Prof. Syahrin sangat memhami perbedaan. Perbedaan itu sebagai rahmat, sama-sama ciptaan Tuhan. Dia menghargai keyakinan orang lain yang berbeda.(m03/rel)

Teks gambar…
Prof Dr Syahrin Harahap menyerahkan buku biografinya Mujaddid Islam Asia Tenggara untuk Pimpinan Umum Waspada Hj Rayati Syafrin diwakili Sofyan Harahap.(Ist)