Pdt. Penrad Siagian Harap RUU Masyarakat Hukum Adat Dapat Disahkan Tahun 2025

  • Bagikan
ANGGOTA Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Pdt. Penrad Siagian, bertemu dengan Komunitas Adat Ompu Umbak Siallagan dan Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) beberapa waktu lalu. Waspada/ist
ANGGOTA Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Pdt. Penrad Siagian, bertemu dengan Komunitas Adat Ompu Umbak Siallagan dan Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) beberapa waktu lalu. Waspada/ist

MEDAN (Waspada): Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Pdt. Penrad Siagian, berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat dapat segera dibahas dan disahkan pada tahun 2025.

“Dengan adanya undang-undang ini, masyarakat adat akan memiliki payung hukum yang kuat untuk melindungi hak-hak mereka, termasuk hak atas tanah ulayat, sumber daya alam dan lain-lain,” ungkap Penrad Siagian.

Dia mengatakan hal tersebut ketika bertemu dengan Komunitas Adat Ompu Umbak Siallagan dan Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) beberapa waktu lalu.

Selama bertahun-tahun, komunitas penjaga tanah adat yang berada di Kabupaten Simalungun, ini berkonflik dengan perusahaan kayu dan bubur kertas, PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Mengutip keterangan tertulis yang diterima pada Jumat, 20 Desember 2024, dalam pertemuan tersebut, Senator Penrad menegaskan pentingnya pengakuan dan perlindungan hukum bagi masyarakat adat di Indonesia.

Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Jhontoni Tarihoran yang turut hadir dalam pertemuan itu menyampaikan rasa terima kasih atas kunjungan Senator asal Sumut tersebut.

“Kami sangat berterima kasih karena Pak Pendeta berkenan singgah di tempat ini. Kami juga menghargai komitmen Bapak untuk mendukung adanya Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat. Dukungan ini sangat berarti, terutama di tengah intimidasi dan kriminalisasi yang kami alami,” ujar Jontoni seperti mengutip keterangan tertulis yang diterima di Medan, pada Selasa, 31 Desember 2024.

Kriminalisasi Dan Intimidasi

Dalam diskusi, Jontoni mengungkap bahwa beberapa anggota komunitas adat telah menjadi korban kriminalisasi akibat perjuangan mempertahankan wilayah adat mereka seluas 891 hektar.

“Beberapa penggerak kami telah dipanggil oleh polisi, bahkan dijadikan tersangka. Akses warga ke wilayah adat sering dibatasi oleh pihak keamanan, termasuk TPL dan security, yang juga melakukan intimidasi seperti merekam dan menghalangi keluarga masuk ke area tersebut,” tutur Jhontoni.

“Masa kami mau ke lahan kami ambil cabe dan bersih-bersih saja diportal, diawas-awasi, divideo setiap kami mau ke lahan kami,” sambung seorang ibu yang juga bagian dari masyarakat adat di daerah itu.

Jhontoni menambahkan bahwa situasi di wilayah itu semakin mencekam, dengan beberapa tokoh adat masuk daftar pencarian orang (DPO).

Jontoni berharap Senator Penrad dapat membantu menjembatani dialog dengan pihak kepolisian, kejaksaan, dan pemangku kepentingan lain agar bersikap lebih humanis terhadap masyarakat adat.

Panggilan Jiwa

Menanggapi situasi tersebut, Senator Penrad menyatakan bahwa perjuangan untuk masyarakat adat adalah panggilan jiwa.

Selain berharap Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat dapat segera dibahas dan disahkan pada 2025, pihaknya juga berjanji untuk mendorong lembaga terkait agar pengelolaan lahan oleh masyarakat adat tetap dapat dilakukan sambil mencari solusi jangka panjang.

“Kita harus berjuang bersama. Tidak bisa hanya mengandalkan satu atau dua kelompok saja. Perjuangan ini membutuhkan gerakan kolektif,” tegas Penrad.

Penuh Tekanan

Ketua Umum Lamtoras, Mangitua Ambarita, turut membagikan pengalaman pahit yang dialami komunitas adatnya.

“Sejak 2003, intimidasi dan kriminalisasi terus kami alami. Banyak dari kami ditangkap dengan alasan menduduki tanah tanpa izin, padahal itu adalah tanah leluhur kami. Bahkan, pada Juli 2024 lalu, seorang anggota kami ditangkap pukul 03.00 dini hari, diborgol, ditendang, dan disetrum oleh polisi berpakaian preman tanpa menunjukkan identitas,” ungkapnya.

Mangitua menegaskan bahwa komunitas adat tetap akan berjuang untuk mempertahankan tanah leluhur mereka meskipun dihadapkan pada tekanan yang besar.

Ia berharap kehadiran Senator Penrad dapat membawa perubahan nyata, terutama dalam mendorong pengesahan undang-undang yang melindungi masyarakat hukum adat.

Pertemuan ini menjadi momentum penting untuk menyuarakan aspirasi masyarakat adat di tengah berbagai tantangan yang mereka hadapi.

Senator Penrad menutup pertemuan dengan menyerukan doa dan semangat kolektif untuk terus memperjuangkan hak-hak masyarakat adat.

“Kita tidak boleh menyerah. Dengan kebersamaan, saya yakin perjuangan ini akan mencapai hasil yang diharapkan,” ucap Penrad Siagian.

Demi menjaga kenyamanan dua daerah tersebut, Pdt. Penrad Siagian meminta Kapolres Simalungun Choky Sentosa Meliala menjamin keamanan masyarakat.

“Kapolres harus memastikan keamanan masyarakat dari segala bentuk perampasan lahan. Ini bukan hanya soal hukum, tetapi juga soal melindungi hak hidup rakyat,” ujar Pdt. Penrad Siagian. (cpb/rel)




Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *