MEDAN (Waspada): Sejumlah tenaga kesehatan dari Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Sumatera Utara (Sumut) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Sumut bersama tim kuasa hukum dari Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) menggelar aksi kumpul koin cinta sebagai bentuk solidaritas terhadap dr Tengku Gita Aisyaritha, Rabu (26/7) siang.
Seperti diketahui, dr Gita akan menjalani putusan di Pengadilan Negeri (PN) Medan terkait kasus dugaan penyuntik vaksin kosong pada saat pandemi Covid-19 lalu.
Aksi kumpul koin itu dilakukan di depan Sekretariat bersama PDUI dan PPNI Sumut di Jalan Asrama, Medan. Terlihat sejumlah nakes berkumpul dan mendonasikan koin mereka bagi dr Gita.
Ketua PDUI Sumut dr Rudi Sambas mengatakan, besar harapannya dari pada nakes di Sumut dan Kota Medan agar dr Gita dibebaskan dari sanksi hukum yang akan didapatkannya. Sebab kata dia, pada dasarnya, sebagai garda terdepan menghadapi Covid-19, dr Gita hanya berniat untuk membantu masyarakat.
“Kami tidak ada niat membunuh ataupun menyakiti seseorang. Melainkan murni untuk membantu masyarakat. Tapi ini tentu akan menjadi pelajaran bagi kami, meski pada intinya kita tetap akan berbuat untuk kebaikan di masyarakat,” ungkapnya.
Sementara itu, penasehat hukum dr Gita, Redyanto Sidi menjelaskan, kegiatan ini adalah bentuk dukungan dan perlawanan secara hukum terhadap nakes relawan Covid-19 yang dijadikan tersangka dan saat ini sedang didakwa. Dia membeberkan, dalam kasusnya, dr Gita sendiri dituntut empat bulan dan denda Rp500 ribu.
“Sehingga kita berinisiatif mengumpulkan koin ini yang akan kita sampaikan ke pihak kejaksaan jika nantinya dr G dinyatakan bersalah oleh pengadilan,” katanya.
Aksi ini, terangnya, sebetulnya telah dilakukan dalam seminggu terakhir dan jumlah koin yang sudah dikumpulkan juga terus bertambah.
“Ini adalah bentuk solidaritas. Nanti jika seandainya dr G diputus bebas, donasi kawan-kawan akan kita jadikan infaq untuk bakti sosial,” terangnya.
Menurut Redyanto, dr Gita selama ini tidak ditahan karena memang pasal yang diterapkan tidak bisa menahannya.
“Jadi, kalau pun tuntutannya empat bulan, itu bukan persoalan empat bulannya, tetapi pada konteks apa alasan hukumnya, sehingga dr G harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara pidana?. Karena pelapor juga bukan orang tua korban, kerugian juga tidak ada dalam kasus ini dan pemeriksaan dewan etik juga tidak ada. Jadi ini persoalan pemaksaan hukum, sehingga kita duga dia dikriminalisasi,” tandasnya.
Ketua PPNI Sumut Mahsur Al Hazkiyani menambahkan, sebagai perawat di Sumut yang juga pernah menjadi relawan pada masa Covid-19, PPNI merasa turut berduka atas apa yang menimpa dr Gita. Sebab, sebagai relawan vaksinator, sepatutnya dr Gita harusnya diberi penghargaan sebagai pahlawan dalam penanggulangan Covid-19.
“Jadi hari ini kita kumpulkan koin yang mudah-mudahan bisa membantu saudara dokter G. Begitu juga kita harapkan kepada seluruh dokter umum, perawat dan nakes lain mendoakan agar putusan besok dapat seadil-adilnya dan membebaskan dokter G,” harapnya. (Cbud)