MEDAN(Waspada): Memasuki pekan terahir Bulan Suci Ramadhan, Majelis Ulama Indonesia(MUI)Sumut menggelar diskusi bertajuk konsep Hari Raya Idul Fitri sebagai hasil dari pembinaan ibadah Ramadhan dan puasa sunnah syawal dalam Islam. Muzakarah berlangsung Minggu(16/4) di Aula MUISU.
Hadir pada muzakarah terakhir Ramadan 1444 H itu Ketua Umum DP MUISU Dr H Maratua Simanjuntak, Ketua Bidang Fatwa Drs H Ahmad Sanusi Luqman Lc MA, para ulama, tokoh agama dan masyarakat.
Pembicara, Dosen Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Dr Husnel Anwar Matondang menyebutkan,prilaku positif (positive behavior) yang menjadi kebiasaan melekat setelah umat melaksanakan puasa Ramadan sebulan penuh, merupakan hikmah terbaik dari madrasah Ramadan yang tercermin ketika memasuki Idulfitri baik pada kesalihan pribadi maupun kesalihan sosial umat.
Dijelaskan Matondang prilaku positif ini jika dipraktikkan oleh banyak orang sesuai kaidah syariah, maka akan menciptakan efek positif di lingkungan maupun masyarakat untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akherat kelak.
Karena itu melalui pembiasaan positif puasa Ramadan tidak saja memunculkan kemampuan pengendalian serta proteksi diri, tapi juga mampu memperkaya sikap empati terhadap penderitaan orang lain terutama yang disebabkan kekurangan pangan maupun ekonomi melalui zakat.
Lebih lanjut Dr Matondang menjelaskan beberapa perubahan prilaku positif yang dilaksanakan secara terus menerus dalam kehidupan yakni, dengan ketaatan itu tidak kembali pada dosa serta prilaku buruk, selalu merasa khawatir kalau amal ibadahnya tidak diterima Allah, memiliki motivasi besar untuk melakukan amal saleh dan sangat gemar melakukan kebaikan tanpa ujub atau kesombongan karena sangat mencintai ketaatan dengan selalu menjauhi kemaksiatan.
Narasumber, Dr Iqbal Habibi Siregar dalam kesempatan itu menjelaskan tentang keistimewaan puasa sunah enam di bulan Syawal dengan mengutip pendapat Syaikh as-Sayyid Muhammad Abdullah al-Jardani yang menyebutkan puasa Ramadan setara dengan 10 bulan sementara puasa enam di bulan Syawal setara dengan dua bulan.
“Maksudnya adalah pahala puasa seperti puasa fardu setahun. Jika tidak demikian, maka tidaklah ada keistimewaan puasa Ramadan dan puasa sunah enam hari di bulan Syawal,”pungkasnya.(m22)
Waspada/ist
Ketua Umum DP MUISU Dr H Maratua Simanjuntak bersama pembicara dalam kegiatan muzakarah.