MEDAN (Waspada): Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan kembali mengingatkan umat Islam bahwa politik mendapat kedudukan dan tempat yang hukumnya bisa menjadi wajib. Karena Islam tidak alergi dengan politik, sejak zaman Rasulullah Saw sudah ada politik dan politik itu identik dengan pemerintahan.
Hal itu dikatakan Ketua Umum MUI Kota Medan, Dr Hasan Matsum, MAg sebagai narasumber diacara seminar Peran Umat Islam dalam Peta Politik di Indonesia yang dilaksanakan oleh Komisi Siyasah Syar’iah dan Kerjasama Antar Lembaga MUI Kota Medan, Rabu (22/11). Hadir juga sebagai narasumber Sekretaris Komisi Siyasah Syar’iah dan Kerjasama Antar Lembaga MUI Kota Medan, Dr Muhammad Basri, MA dengan peserta dari pengurus MUI Kecamatan dan Majelis Taklim di Kota Medan.
Dikatakan Hasan Matsum, gejolak perpolitikan Indonesia menjelang pemilu 2024 mengharuskan umat Islam mempersiapkan diri dalam menghadapi
tantangan politik dalam konteks politik perebutan kekuasaan. Dimana umat Islam harus mempunyai peran dalam berbagai aspek, terutama pada aspek politik.
“Umat Islam jangan menganggap bahwa politik itu tidak penting. Anggapan tersebut merupakan hal yang keliru, politik adalah sesuatu yang harus dilakukan agar pemain politik di negeri ini berisi orang-orang baik,” ucapnya.
Dijelaskan Hasan Matsum, berdasarkan fatwa MUI dalam keputusan ijtima’ Komisi Fatwa tahun 2009 tentang politik kebangsaan dinyatakan pemilu dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai aspirasi umat dan kepentingan bangsa.
Kemudian memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama. Dalam memilih pemimpin harus yang beriman dan bertakwa, jujur (shiddiq), terpecaya (amanah), tabliq, dan fathanah. “Dinyatakan juga memilih pemimpin tidak memenuhi syarat-syarat itu, maka hukumnya haram,” kata Hasan.
Sedangkan keputusan Ijtima’ Komisi Fatwa tahun 2018, jelas Hasan Matsum, hubungan agama dan negara adalah hubungan yang saling melengkapi. Negara Indonesia dibentuk dengan kesepakatan menempatkan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar negara, berarti seluruh aktivitas politik kenegaraan harus dibingkai dan sejalan dengan norma agama.
“Jadi tempat ibadah bukan hanya untuk kepentingan ritual keagamaan semata tetapi harus dijadikan sarana pendidikan dan dakwah Islam termasuk masalah politik, keumatan dan bagaimana cara memilih pemimpin sesuai dengan ketentuan agama,” ucapnya.
Sementara M Basri menyatakan,
urusan politik dan Islam merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan, sebab Islam bukanlah agama yang hanya mengatur persoalan ibadah individu saja melainkan mengajarkan segala urusan hidup. Salah satunya persoalan politik kenegaraan sebagai alat untuk mengontrol agar para penguasa tidak melakukan hal-hal yang merugikan rakyat, serta mencegah adanya kezaliman.
“Peran MUI mengingatkan untuk saling menghormati saling menghargai perbedaan-perbedaan yang ada dan jangan sempat karena perbedaan pilihan menjadi pemicu terjadinya perpecahan di tengah-tengah umat. Para ustadz tidak boleh mencondongkan pada satu calon, tapi ceramah lah untuk mencerdaskan umat dalam bidang politik salahsatunya menyampaikan bagaimana kriteria-kriteria yang baik untuk dipilih sebagai seorang pemimpin. Kriteria-kriteria itu yang bersifat kualitas bukan simbolik,” tuturnya. (h01)
Teks
Ketua Umum Dr Hasan Matsum, MAg sebagai narasumber diacara seminar Peran Umat Islam dalam Peta Politik di Indonesia, Rabu (22/11) di aula kantor MUI Kota Medan. Waspada/Yuni Naibaho
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.