MEDAN (Waspada): Kordinator Lembaga Peduli Masyarakat Pakpak (LPMP) Kadirun Padang (foto), mempertanyakan penulisan nama Desa Kuta Tengah menjadi Huta Tonga di salah satu plank jalan di Kabupaten Dairi. Perubahan nama itu terkesan tidak menghargai kearifan lokal Bahasa Pakpak.
Hal itu dikatakan Kadirun, Selasa (27/8), merespon salah satu tanda rambu jalan penunjuk arah jalan, yang berdiri tegak secara resmi di jalur lalu lintas Jalan Besar Sidikalang-Bunturaja, Kecamatan Siempat Nempu, itu.
Menyikapi hal itu, Kadirun mempertanyakan penulisan dua plank penunjuk arah lalu lintas itu yang terlihat gagah dan kokoh dari dua sisi. Yaitu; satu dari arah Sidikalang menuju Bunturaja, yang satu lagi dari arah Buntu Raja menuju Sidikalang, tepatnya di Desa Kaban Julu, Kecamatan Siempat Nempu.
Perihal pandangan plank petunjuk jalan lalu lintas itu nampak jelas saat ketika berkunjung ke Bunturaja, ibukota Kecamatan Siempat Nempu.
“Sebab, plank itu berdiri tinggi dan gagah yang menunjukkan nama arah jalan atau nama desa mau yang dituju setiap orang pengguna jalan,” ungkap Kadirun, yang sudah meninjau lokasi tersebut Minggu lalu (25/08) di Kuta Tengah.
Menurutnya, di plank resmi lalu lintas penunjuk jalan itu ada tertulis nama Huta Tonga,” yang patut dipertanyakan selaku pemerhati sosial masyarakat, yang dilahirkan di Desa Kuta Tengah.
“Kok ada perubahan penulisan nama Kuta Tengah menjadi Huta Tonga. Kapan berubahnya,” tanya Kadirun.
Menurut Kadirun, perubahan nama diduga belum ada dilakukan, terbukti saat melintas di depan kantor Kepala Desa Kuta Tengah Senin (26/08), nama plank Kantor Desa terlihat belum berubah, tetap dengan nama Desa Kuta Tengah.
“Lalu siapa yang mencoba merubah nama desa ini. Apa maksud dan niatnya serta tujuannya, sehingga penulisan nama Desa Kuta Tengah itu diubah tulisannya jadi Huta Tonga,” sebutnya.
Padahal, imbuh Kadirun, diketahui plank itu dilihat dan dibaca semua orang yang melintas di sana,
Tak ayal, perihal perubahan nama desa Kuta Tengah ini jadi viral di media sosial dan berbagai reaksi tanggapan datang dari masyarakat Pakpak, baik di rantau maupun yang ada di Dairi, Sidikalang.
Mereka meminta plank tulisan Huta Tonga agar diganti sesuai dengan nama resmi sebenarnya menjadi Kuta Tengah, sebab pergantian penulisan nama itu terkesan tidak menghargai kearifan lokal Bahasa Pakpak, dan merupakan bentuk penjajahan kata maupun penulisan di Tanah Ulayat Pakpak, yakni Dairi.
PLANK jalan bertuliskan Huta Tonga di salah satu jalur lalu lintas Jalan Besar Sidikalang-Bunturaja, Kecamatan Siempat Nempu, Kabupaten Dairi. Waspada/ist
Harus Dihentikan
Dijelaskan, perbuatan dan cara-cara itu harus dihentikan oleh siapapun atau oknum yang berniat negatif dari suku lain kepada suku Pakpak.
“Bahwa tulisan Kuta Tengah adalah Bahasa Pakpak, sedangkan tulisan Huta Tonga adalah versi tulisan suku di luar Pakpak,” tegasnya.
Sehingga, untuk itu, pihaknya meminta kepada pihak terkait, yaitu Pemkab Dairi agar plank tanda lalu lintas itu diganti penulisannya dengan tulisan yang sebenarnya.
“Dan bila perlu pengadaan plank itu juga diusut pengerjaannya, sebab penulisan kata di petunjuk arah jalan itu tidak benar atau jelas salah, dan kurang menghargai kearifan lokal atau bahasa Pakpak selaku pemangku hak ulayat di Bumi Sulang Silima Dairi,” papar Kadirun.
Perihal ini jadi pengalaman bagi warga Suku Pakpak, karena banyak nama desa di Dairi berubah penulisan namanya.
Yakni, dari Bahasa Pakpak menjadi bahasa dari suku lain, misalnya Kuta Rakyat menjadi Huta Rakyat, Kuta Raja menjadi Huta Raja dan lain lain.
“Padahal daerah pemangku hak ulayatnya Pakpak dan tentu hal ini perlu kami ingatkan dan koreksi selaku putra Suku Pakpak,” pungas Kadirun. (cpb)
Itu sudah banyak yg terjadi di daerah Dairi, ( Sidikalang ) miris melihatnya seakan2 Dairi / Sidikalang itu bukan tanah suku Pakpak , tak ubahnya seperti Lae renun, Lae pondom, dan Lae si bellen berubah menjadi Aek Ronun, Aek Poddom dan Aek Sibbolon,,, seakan2 perantau di Dairi ingin menguasai tanah Wilayat Suku Pakpak,,,
Setuju dengan pendapat ketua ini.
Mantap