MEDAN (Waspada): Keberadaan hutan mangrove memiliki banyak manfaat bagi lingkungan dan kehidupan di pantai. Tidak hanya mencegah erosi dan abrasi, menyerap kotoran dan logam berbahaya, serta tempat hidup dan sumber makanan satwa, tapi juga memberi nilai ekonomis bagi masyarakat tanpa harus menebang pohon nya yakni diolah menjadi berbagai produk seperti sirup mangrove, dodol mangrove, keripik mangrove, dan bahkan batik mangrove.
Untuk kelestarian hutan mangrove ini khususnya di pesisir laut Belawan, Yayasan Gajah Sumatera (Yagasu) terus berupaya berdedikasi melakukan restorasi dan perlindungan ekosistem pesisir laut Belawan. Mengajak tim media di Medan melakukan perjalanan ke hutan mangrove konservasi Yagasu di Pulau Burung Kecamatan Medan Belawan dan Unit Penelitian Karbon & Keanekaragaman Hayati (CBRU) Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan, Jumat (21/12).
Melakukan perjalanan dengan menaiki perahu boat, tim media, tim Yagasu yakni Dr. Mohamed Abdelwareth- Global Mangrove Trust, Dr. Meilinda Suriani Harefa – Managing Director Yagasu, Anton Syahputra Siregar, M.Si. – Manager Restorasi Yagasu, Nur Rohim – Coordinator Research & Monitoring Yagasu, Yudhistira Sandy Virgiawan – Coordinator Publikasi Yagasu, Eddie Satria Hartono – Coordinator Community Development Yagasu dan Nur Iskak – Community Develpomnet Staff Yagasu, serta beberapa perwakilan Dinas Pemprovsu, Gakkumdu, tim melihat Hutan Mangrove dengan menikmati udara segar sambil mengamati kehidupan liar seperti burung migran dan kepiting bakau.

Koonservasi mangrove Yagasu di CBRU, memiliki luas hutan mangrove sekitar 10 hektar ini, memiliki 13 jenis tanaman mangrove yang juga menjadi tempat riset akademisi dan mahasiswa baik dari dalam negeri dan luar negeri.
“Tahun 2008 Yagasu masuk Sumut dan itupun hanya berhasil sekitar 20 persen penanaman karena banyak kerusakan akibat terdegradasi. Tahun 2009 kami mulai lagi restorasi dengan peningkatan jenis. Saat ini sudah ada 13 jenis tanaman mangrove. Lokasi CBRU ini menjadi lokasi riset baik itu pencadangan karbon dan keanekaragaman hayati,” ujar Managing Director Yagasu, Anton Syahputra Siregar.
Dijelaskannya, dari hasil riset diketahui hutan mangrove ini dapat menyimpan karbon empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan tumbuhan yang ada di hutan hujan tropis. Selain itu juga riset hayati setiap 4 tahun sekali ada pengkayaan jenis sekitar 2500 pohon perhektar.
‘Yagasu sudah ada di 11 propinsi dari Aceh, Sumut, Sumbar, Jambi, Bengkulu, Lampung, seluruh propinsi di Jawa dan Sulawesi Tengah. Dan keberadaan hutan mangrove ini banyak manfaatnya untuk alam. Meski tidak mudah menanam mangrove ini, karena ada kendala yakni dari hama yang membuat tanaman mati, hingga ancaman besar illegal logging untuk pembuatan arang,” ungkapnya.
Kehadiran Yagasu ini, lanjut Anton, tidak hanya menanam tapi juga melakukan pemberdayaan kepada masyarakat sekitar pesisir pantai. Karena proyek Yagasu tidak menjual karbon tapi untuk pemanfaatan jangka panjang bagi anak cucu di negara ini. Sehingga dibutuhkan sinergitas semua pihak baik dari masyarakat, pemangku jabatan, pemerintah dan lainnya agar restorasi dan perlindungan ekosistem pesisir ini dapat terjaga.
Managing Director Yagasu, Melinda Suryani Harefa, mengatakan, Yagasu, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang didedikasikan untuk memberdayakan masyarakat pesisir dan mempromosikan pelestarian lingkungan.
Yagasu fokus program Restorasi dan Perlindungan Mangrove di Pesisir Sumatera, untuk meningkatkan kapasitas lingkungan ekosistem mangrove untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, pengurangan resiko bencana alam, konservasi keanekaragaman hayati serta pemberdayaan masyarakat pesisir.
“Seiring dengan pentingnya peran ekosistem mangrove dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan meningkatkan ketahanan pesisir, maka Yagasu terdorong membuat acara Mangrove Fest, mengangkat tema Hundred Roots, Million Lives,” katanya.
Hal ini, lanjutnya, untuk memperkenalkan potensi besar mangrove sebagai sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
“Kami berharap acara ini dapat menjadi wadah untuk menciptakan sinergi antara pelestarian alam, pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir, dan kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga keberlanjutan ekosistem mangrove, serta memperkenalkan berbagai produk inovatif berbasis mangrove yang dapat mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir,” pungkasnya. (h01)