MEDAN (Waspada): Lahan PB Al Washliyah seluas 32 hektare di
Pasar IV, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang akan segera diambil alih. Hal itu terungkap Rabu(18/9).
Kuasa hukum PB Al Washliyah, Ade Zainab Taher, SH (poto) menyebutkan pengambil alihan lahan sudah sesuai fakta hukum yang memutuskan bahwa lahan tersebut milik PB Al Washliyah.
Dijelaskannya, upaya hukum terakhir melalui putusan No. 177.PK/Pdt/2020 tertanggal 5 Mei 2020, Mahkamah Agung RI sudah memutuskan bahwa lahan tersebut milik PB Al Washliyah.
“Ini artinya, keputusan MA tersebut sudah inkrah (berkekuatan hukum tetap). Sehingga sudah tidak ada masalah lagi. Lahan seluas 32 hektar telah diserahkan kepada PB Al Washliyah oleh negara sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,”sebutnya.
Lanjut dia, lahan tersebut diperoleh dengan izin dari berbagai instansi pemerintah dan keputusan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht),” kata Ade Zainab kepada wartawan.
Ia menegaskan bahwa kelompok warga yang masih menguasai lahan tersebut harus mematuhi keputusan hukum dan tidak menghalang-halangi proses eksekusi yang akan dilakukan. Ade Zainab juga mengimbau agar tidak ada lagi pihak yang melakukan provokasi, baik secara langsung maupun melalui media sosial, untuk melawan putusan hukum tersebut.
“Jika ada pihak yang mencoba melakukan tindakan melawan hukum, kami tidak akan tinggal diam dan akan melaporkannya ke pihak kepolisian sesuai dengan Undang-Undang ITE. Beberapa laporan sudah kami sampaikan ke Polda Sumut dan Polres Belawan,” tegasnya.
Terkait dengan eksekusi lahan tersebut, Ade Zainab mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Polda Sumut dan Polres Belawan. Ia berharap proses eksekusi bisa segera dilakukan.
Banyak bangunan liar
Ade Zainab menyayangkan bahwa meski lahan tersebut telah sah secara hukum dimiliki oleh PB Al Washliyah, saat ini banyak bangunan liar yang berdiri di atasnya dan dihuni oleh ratusan orang tanpa status kepemilikan yang jelas.
“Pada saat pembayaran ganti rugi di tahun 2004, hanya ada satu bangunan di sana, dan itu sudah kami ganti rugi. Namun sekarang, banyak bangunan yang berdiri di lahan tersebut. Dasar mereka apa, tiba-tiba mengklaim sebagai pemilik tanah?” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa eksekusi seharusnya sudah dilakukan setelah putusan inkracht pada 5 Mei 2020. Namun, karena pandemi COVID-19, permohonan eksekusi baru diajukan pada 31 Juli 2023 dan ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Lubukpakam pada 13 Desember 2023. Sayangnya, proses eksekusi sering tertunda karena situasi yang tidak kondusif.
“Setelah beberapa kali tertunda, pada 13 Mei 2024, Pengadilan Negeri Lubukpakam akhirnya melaksanakan eksekusi dengan Nomor 22/Pdt.Eks/2023/PN Lbp Jo. 55/Pdt G/2012/PN LP. Proses berjalan lancar dengan pengamanan dari jajaran Polres Belawan secara persuasif. Pengukuran lahan oleh BPN juga sudah dilakukan, dan selanjutnya lahan akan dikosongkan,” jelas Ade Zainab.
Meski demikian, Ade menegaskan bahwa PB Al Washliyah masih mengedepankan pendekatan kemanusiaan dengan memberikan tali asih kepada warga yang bersedia mematuhi hukum.
HPPLKN harus mematuhi keputusan hukum tersebut,” tegasnya.
Untuk itu, Ade Zainab meminta kepada Himpunan Penggarap Pengusahaan Lahan Kosong Negara (HPPLKN) tidak lagi mencoba menghalang-halangi proses sita eksekusi yang akan dilakukan pada akhir November 2024 nanti. Tidak hanya itu, Ade Zainab juga mengimbau warga dan pihak manapun untuk tidak lagi melakukan upaya provokasi, baik secara langsung maupun melalui media sosial untuk melawan keputusan hukum tersebut.
Jika ada pihak-pihak yang mencoba melakukannya, berarti telah melakukan perbuatan melanggar hukum. “Kami tidak main-main dan akan melakukan tindakan hukum dengan membuat pengaduan ke pihak kepolisian, sesuai dengan UU No. 27 tentang Undang-undang ITE. Beberapa di antaranya sudah kita laporkan ke pihak kepolisian, baik Polda Sumut maupun Polres Belawan,” tegasnya lagi.
Terkait dengan proses sita eksekusi lahan tersebut, Ade Zainab mengakui sudah melakukan koordinasi dengan Polda Sumut maupun Polres Belawan. Ia meminta agar proses eksekusi dilakukan secepatnya, namun karena alasan keamanan akan dilakukan akhir November 2024.
PB Al Washliyah Ikut Prosedur
Ade Zainab menjelaskan bahwa PB Al Washliyah memperoleh lahan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Badan Pertanahan Nasional Nomor 42 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa Hak Guna Usaha (HGU) tidak diperpanjang.
Selanjutnya, PB Al Washliyah mengikuti prosedur yang ditetapkan, termasuk mendapatkan persetujuan dari Menteri BUMN dan membayar lahan tersebut sesuai dengan harga yang ditentukan oleh tim penilai.
“Pembayaran dilakukan dalam dua tahap, pertama untuk lahan seluas 30 hektar, dan kedua untuk tambahan 2 hektar setelah pengukuran dilakukan. Total pembayaran langsung disetor ke rekening PTPN 2, bukan rekening pribadi. Jadi, seluruh pembayaran untuk 32 hektar lahan sudah selesai,” jelasnya.
Setelah itu, PB Al Washliyah mengajukan proses sertifikasi ke BPN, yang terlebih dahulu memerlukan izin peruntukan dari Gubernur Sumatera Utara yang dikeluarkan pada tahun 2005 oleh Gubernur Rudolf Pardede. Namun, dalam proses tersebut, lahan 32 hektar tersebut juga digugat oleh kelompok tani yang mengklaim sebagai pemilik tanah seluas 106 hektar.
“Kelompok tani menggugat PTPN II, termasuk lahan yang dimiliki oleh PB Al Washliyah. Proses hukum ini berlangsung hingga Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1485 K/Pdt/2016 dan Putusan Peninjauan Kembali Nomor 177 PK/Pdt/2020, yang memutuskan bahwa PB Al Washliyah adalah pemilik sah dari lahan tersebut,” sebut Ade Zainab.(m22)