MEDAN (Waspada): Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) memperingati Hari Santri Nasional (HSN) dengan upacara dan menyanyikan lagu NU Ya Lal Wathon di kampus II Jl. Pancing Medan Estate, Sabtu (22/10).
“Meski diguyur hujan, peringatan hari Santri ini tetap berlangsung hikmat, namun digelar di dalam gedung, ” kata Wakil Rektor III UINSU, Dr. Nispul Khoiri usai bertindak sebagai pembina upacara dalam peringatan HSN tersebut.
Dr. Nispul Khoiri mengatakan, HSN yang diperingati setiap 22 Oktober merupakan hari besar untuk mengenang Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy’ari saat itu.
Kini, setiap 22 Oktober, berbagai instansi pemerintah, lembaga pendidikan negeri dan swasta, pesantren, dan ormas keislaman di seluruh penjuru tanah air, memperingati hari besar yang menjadi pangkal dari Peristiwa 10 November 1945.
“Ada ratusan civitas akademika terlibat dalam acara ini. Dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa mengikuti apel Hari Santri secara hikmat,” ujarnya. Pada kesempatan itu WR III membacakan naskah sambutan Hari Santri Menteri Agama Republik Indonesia, Yaqut Cholil Qoumas.
Salah satu penekanan penting dalam sambutan Menag itu adalah bahwa santri sejak sebelum kemerdekaan hingga saat ini telah berperan penting dalam menjaga dan merawat NKRI. “Saat ini, santri bukan hanya ahli di bidang ilmu agama, tapi juga memiliki kecakapan profesional di berbagai bidang,” ujarnya.
Penekanan lainnya yakni, penetapan 22 Oktober sebagai HSN merujuk pada tercetusnya “Resolusi Jihad” yang berisi fatwa kewajiban berjihad demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Resolusi Jihad ini kemudian melahirkan peristiwa heroik tanggal 10 Nopember 1945 yang kita peringati sebagai Hari Pahlawan.
Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan
Sejak ditetapkan pada tahun 2015, kita pada setiap tahunnya selalu rutin menyelenggarakan peringatan Hari Santri dengan tema yang berbeda.
Untuk tahun 2022 ini, peringatan Hari Santri mengangkat tema Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan.
Maksud tema Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan adalah bahwa santri dalam kesejarahannya selalu terlibat aktif dalam setiap fase perjalanan Indonesia.
Ketika Indonesia memanggil, santri tidak pernah mengatakan tidak. Santri dengan berbagai latar belakangnya siap sedia mendharmabaktikan hidupnya untuk bangsa dan negara.
Dulu, ketika Indonesia masih dijajah, para santri turun ke medan laga, berperang melawan penjajah. Menggunakan senjata bambu runcing yang terlebih dahulu didoakan Kiai Subchi Parakan Temanggung, mereka tidak gentar melawan musuh.
Di Surabaya, Resolusi Jihad yang digelorakan Kiai Hasyim Asy’ari membakar semangat pemuda-pemuda Surabaya melawan Belanda.
Di Semarang, ketika pecah pertempuran lima hari di Semarang, para santri juga turut berada di garda depan perjuangan.
Di tempat lainnya sama. Santri selalu terlibat aktif dalam peperangan melawan penjajah. Pada masa ketika Indonesia sudah memproklamirkan diri sebagai negara yang merdeka, santri juga tidak absen.
KH. Wahid Hasyim, ayah KH Abdurrahman Wahid, adalah salah satu santri yang terlibat secara aktif dalam pemerintahan di awal-awal kemerdekaan. Dialah, bersama santri-santri, dan tokoh-tokoh agama lainnya turut memperjuangkan kemaslahatan umat agama-agama di Indonesia.
Lebih Semangat
Pascakemerdekaan Indonesia, santri lebih semangat lagi memenuhi panggilan Ibu Pertiwi. Mereka tidak asyik dengan dirinya sendiri, tetapi terlibat secara aktif di dunia perpolitikan, pendidikan, sosial, ekonomi dan ilmu pengetahuan, selain juga agama.
Catatan-catatan di atas menunjukkan bahwa santri dengan segala kemampuannya bisa menjadi apa saja. Sehingga mengasosiasikan santri hanya dengan bidang ilmu keagamaan saja tidaklah tepat. Santri sekarang telah merambah ke berbagai bidang profesi, memiliki keahlian bermacam-macam, bahkan mereka menjadi pemimpin negara.
Meski bisa menjadi apa saja, santri tidak melupakan tugas utamanya, yaitu menjaga agama itu sendiri. Santri selalu mengedepankan nilai-nilai agama dalam setiap perilakunya.
Bagi santri, agama adalah mata air yang selalu mengalirkan inspirasi-inspirasi untuk menjaga dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan. (m19)