Scroll Untuk Membaca

Medan

Kuliah Subuh Masjid Ikhwaniah: Kompilasi Hukum Islam Hanya Ada Di Indonesia

PENGAMAT hukum Islam Profesor DR Farid Wajdi, SH, MHum, saat memaparkan kajian hukum Islam di Masjid Ikhwaniah, Jalan Tuamang Medan, Minggu (30/7). Waspada/Diurna Wantana
PENGAMAT hukum Islam Profesor DR Farid Wajdi, SH, MHum, saat memaparkan kajian hukum Islam di Masjid Ikhwaniah, Jalan Tuamang Medan, Minggu (30/7). Waspada/Diurna Wantana
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada) : Dalam hukum bersyariat dalam Islam khususnya di Indonesia dikenal dengan istilah Kompilasi Hukum Islam (KHI). KHI adalah hukum Islam ala Indonesia.

Hukum Islam ala Indonesia tersebut berbeda dengan hukum Islam di negara lain untuk beberapa hal, walaupun sumber pengambilan dari kompilasi hukum Islam itu dari negara-negara yang Indonesia mengambil studi banding dari negara-negara lain, misalnya Mesir, Maroko, Aljazair dan Timur Tengah dan sebagainya.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Kuliah Subuh Masjid Ikhwaniah: Kompilasi Hukum Islam Hanya Ada Di Indonesia

IKLAN

“Kompilasi hukum Islam itu hanya dimiliki Indonesia saja, yakni pendapat-pendapat terkait masalah fikih yang dianut oleh umat Islam Indonesia itu sendiri yang diwujudkan dalam bentuk kitab dan buku-buku dengan bahasa undang-undang yang menjadi kitab dan dipedomani sebagai dasar bagi setiap putusan pengadilan atau peradilan agama,” ujar Profesor DR Farid Wajdi, SH, MHum, pengamat hukum Islam dan juga pengajar di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara dalam kajian kuliah Subuh di Masjid Ikhwaniah, Jalan Tuamang Medan, kemarin.

Menurutnya, hukum Islam yang dimaksudkan di dalam Kompilasi Hukum Islam itu praktiknya ada dipraktikkan di peradilan agama.

“Yang menjadi persoalan dalam hukum Islam di KHI itu di antaranya isu yang terkait isu usia perkawinan. Undang-undang No.174 pada awalnya mengatur usia perkawinan itu laki-laki minimal 19 tahun dan perempuan 16 tahun, artinya kalau usia di bawah itu seharusnya tidak dilakukan pencatatan oleh petugas KUA. Namun di dalam undang-undang no.16 Tahun 2019 menetapkan usia perkawinan laki-laki dan perempuan itu harus sama yakni 19 tahun, minimal baru boleh dinikahkan,” katanya.

Jika tidak sampai pada usia tersebut harus mendapatkan apa yang disebut dengan dispensasi, datang ke pengadilan agama, meminta agar anak usia di bawah itu diterbitkan izin dari peradilan agama sehingga kemudian diperbolehkan untuk dinikahkan.

Dalam kajian subuh tersebut, eks Komisioner Komisi Yudisial (KY) periode 2015-2020 itu juga memaparkan tentang pembagian harta bersama (gono gini), isu LGBT, operasi kelamin yang berkaitan dengan perspektif kajian Islam.

Hadir pada kuliah subuh tersebut, pengajar di UIN Sumut DR H Muhammad Taufiq, MA yang juga Ketua BKM Masjid Ikhwaniah dan jajaran pengurus dan ratusan jamaah. (m16)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE