Medan

KSP Tindaklanjuti Pengaduan FPB

Kebijakan Wali Kota Dinilai Medan Inkonstitusional

KSP Tindaklanjuti Pengaduan FPB
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada): Kebijakan Pemerintah Kota (Pemko) Medan tidak lagi mengeluarkan rekomendasi perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas lahan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan, Sumatera Utara sejak 2016, terus berbuntut panjang.

Belakangan, kebijakan yang diputuskan Wali Kota Medan Bobby Nasution melakukan penyetopan HGB itu dinilai warga sebagai tindakan inkonstitusional.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Apalagi tak hanya menyetop perpanjangan HGB warga setempat, Pemko Medan juga mengeluarkan kebijakan lain yakni mengharuskan warga setempat sewa lahan (sewa menyewa) yang berstatus HGB di atas lahan HPL tersebut.

Ribuan warga yang tergabung dalam Forum Petisah Bersatu (FPB) meminta kebijakan inskonstitusional itu segera dicabut. FPB menilai Pemko Medan telah melanggar aturannya sendiri dan Wali Kota telah melakukan penyalahgunaan wewenangnya dalam persoalan HGB di kawasan Petisah Tengah.

“Pemberian hak sewa oleh Pemko Medan itu sudah menyalahi aturan perundang-undangan. Kemudian melanggar aturan pemerintah nomor 18 tahun 2021 dan melanggar aturan Menteri Agraria Nomor 18 tahun 2021,” tegas Ketua FPB, Perry Iskandar didampingi ahli hukum FPB Henry Sinaga serta Penasehat FPB Sugianto Makmur dan Amrun Daulay kepada sejumlah wartawan, Selasa sore (18/7) di Jl. Iskandar Muda Medan.

Perry Iskandar menambahkan, dalam aturan tersebut ditegaskan, tidak ada kewenangan dari Pemko Medan untuk memberikan hak sewa di atas HPL karena sebenarnya yang berhak memberikan perpanjangan tanah itu adalah Kantor Badan Pertanahan Negara (BPN).

“Kebijakan Walikota Medan Bobby Nasution yang mengharuskan hak sewa lahan di atas tanah HGB itu sangat merugikan warga Kelurahan Petisah Tengah yang mayoritas merupakan pengusaha,” kecam Perry.

Apalagi, tambah Perry, dalam perjanjian sewa lahan tersebut, warga hanya diberi waktu selama 5 tahun untuk menggunakan haknya sebagai penyewa dan Pemko Medan bisa menarik hak itu sewaktu-waktu.

“Ada beberapa Kepala Keluarga (KK) yang menandatangin hak sewa ke Pemko Medan. Hal itu karena keterpaksaan mereka untuk bertransaksi dalam bisnis mereka,” jelasnya.

Jadi, menurut Perry, mau tidak mau, mereka terpaksa menandatangani perjanjian sewa itu agar transaksinya yang sempat terganggu, bisa kembali berjalan.

“Ada poin penting yang membuat kami tidak ingin menandatangani hak sewa itu. Yaitu tidak ada kewenangan bagi pemegang hak sewa. Pemerintah bisa mengambil lahan itu kapan saja, sesuai isi perjanjian surat sewa,” terang Perry Iskandar.

Sementara itu, Ahli Hukum FPB, Henry Sinaga menyebutkan bahwa pihaknya kini telah berusaha untuk melakukan langkah-langkah penyelesaian sengketa ini.

Terlebih, ada sekitar 2.000 KK yang terdampak akibat permasalahan lahan seluas 40 hektar itu.

“Oleh sebab itu, FPB sangat mengapresiasi surat jawaban dari Kantor Staf Presiden ( KSP), karena telah membalas surat kami dengan mengirimkan surat balasannya pada 14 Juni 2023. Artinya pemerintah pusat masih peduli dengan kami dan kami anggap mereka hadir di tengah-tengah konflik yang kami alami ini,” jelas Henry Sinaga.

Menurut Henry, FPB sendiri hanya menginginkan konflik ini bisa selesai dengan segera namun jalan keluar yang diberikan Wali Kota Medan justru dinilai sangat merugikan mereka.

Untuk itu pihaknya berharap, konflik bisa disudahi melalui jalur non-litigasi, meskipum menempuh jalur hukum menjadi alternatif lain jika diperlukan.

“Simpel aja. Kita hanya minta perpanjang HGB di atas HPL saja. Dan kita masih menahan diri untuk menempuh jalur litigasi,” kata Henry Sinaga.

Selain itu, Henry menyebut, kebijakan Wali Kota Medan itu dinilai inkonstitusional. Sebab, jika merujuk pada Permendagri 19/2016 hak sewa lahan tidak bisa diterapkan jika lahan masih berstatus HGB.

“Hak sewa yang ditekankan kepada kami ini tidak sesuai dengan undang-undang yang ada. Jika sewa diterapkan di atas tanah yang berstatus HGB, itu bertentangan dengan undang-undang,” kata Henry Sinaga.

Terkait masalah ini, FPB mengirim surat ke KSP dan telah menerima surat balasan dari Kantor Staf Kepresidenan (KSP), pada Jumat (14/7) lalu.

Surat dengan Nomor: B-093/KSP/D2/05/2023 itu berisi tindak lanjut pengaduan dan permohonan revisi Permendagri 19/2016 yang dilayangkan FPB beberapa waktu lalu. Surat itu pun sangat diapresiasi warga.

“Kami menilai pemerintah pusat masih peduli dengan rakyatnya karena telah hadir di tengah-tengah masyarakat yang tengah mengalami kesulitan dan terancam digusur,” katanya.

Sebagaiamana diketahui, ada sekitar 2.000 kepala keluarga yang terancam tergusur dari HGB di kawasan Kelurahan Petisah Tengah menyusul disetopnya perpanjangan HGB di kawasan itu oleh Pemko Medan.

Warga yang memiliki HGB di Kelurahan Petisah Tengah itu meliputi sisi kiri mulai Simpang Golden di Jl. Gatot Subroto Medan, kemudian, sisi kiri Jl. Iskandar Muda hingga bagian yang sama dari Jl. Gajah Mada Medan sampai ke Jl. S Parman.

Di hamparan lahan itu diketahui merupakan kawasan bisnis yang juga banyak berdiri fasilitas umum seperti rumah ibadah hingga rumah sakit dan kantor Polsek Medan Baru.(m27)

Waspada/Ist

Kawasan Kelurahan Petisah Tengah yang merupakan kawasan bisnis.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE