Scroll Untuk Membaca

Medan

Ketua HIPAKAD’63 Sumut Eddy Susanto Minta PTPN II Hormati Hukum Dan TNI Netral

PENGHANCURAN fasilitas sosial, seperti sarana pendidikan oleh PTPN II di Deli Serdang. Waspada/Ist
PENGHANCURAN fasilitas sosial, seperti sarana pendidikan oleh PTPN II di Deli Serdang. Waspada/Ist

MEDAN (Waspada): Ketua Himpunan Putra putri Angkatan Darat 63 (HIPAKAD’63) Sumut Eddy Susanto, meminta PTPN II menghormati proses hukum yang berlaku dan TNI bersama jajarannya untuk bersikap netral terkait sengketa lahan dengan masyarakat di Deli Serdang.

“Kita minta PTPN II untuk patuh dan hormati hukum, dan kita juga minta TNI bersikap netral dan tidak berpihak pada oknum, atau kelompok tertentu,” kata Eddy, di Medan, Sabtu (17/6).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Ketua HIPAKAD'63 Sumut Eddy Susanto Minta PTPN II Hormati Hukum Dan TNI Netral

IKLAN

Hal ini ditegaskan Eddy Susanto kepada wartawan di Medan, menyikapi semakin maraknya penghancuran tanaman, pemukiman bahkan fasilitas sosial, seperti sarana pendidikan yang ada di sejumlah kecamatan.

Seperti di Kecamatan Percut Sei Tuan, Batang Kuis, Tanjung Morawa dan Labuhan Deli oleh pihak PTPN 2, yang melibatkan aparat Satpol PP Pemkab deli Serdang bahkan aparat TNI dan oknum Polri dengan dalih lahan mereka masih Hak Guna Usaha (HGU).

Menurut Eddy Susanto, bahwa eksekusi bangunan rakyat tersebut dilakukan tanpa putusan pengadilan dan merupakan perbuatan melawan hukum, ya bar-bar.

“Ini mencerminkan hukum tidak ada, apalagi rakyat mengajukan proses pengadilan yang pada tingkat kasasi diputuskan kekuatan hukum hak rakyat atas tanah,” sambungnya.

Dilanjutkan, sesuai investigasi beberapa tim hipakad’63 Sumut ditemukan adanya sertifikat HGU aspal (cacat administrasi), maka sesuai pasal KUH perdata (BW) dan PP No 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah (beserta peraturan pelaksanaan), sertifikat HGU aspal (cacat) itu bukan surat/akta otentik.

“Sehingga tidak punya keputusan hukum incracht yang secara serta merta memaksa para pihak karenanya itu bukan saja menjurus ke perbuatan melawan hukum, berupa penyalahgunaan kekuasaan, tapi bisa menjurus ke penipuan aparatur negara, antara penguasa dan pengusaha untuk merampok hunian rakyat,” tegas Eddy.

“Sebagai Ketua HIPAKAD’63, kami sangat menyesalkan ada oknum aparat TNI ikut serta atau berpihak pada pengusaha atau penguasa dalam pengerusakan hunian rakyat, sementara kami sudah investigasi dan ada temuan titik HGU aspal (cacat),” imbuhnya.

Seharusnya, lanjut Eddy, pihak TNI cermat jeli, dan tidak jadi alat kepentingan kelompok. “TNI harus netral, karena TNI dari rakyat, dan kembali kepada rakyat. Oklah jika TNI kurang peka, tapi setidaknya harus cermat dan netral,” katanya.

HIPAKAD’63 tidak ingin turunnya TNI yang tidak cermat, tidak netral, kurang peka akhirnya menjadi preseden buruk bagi Menhankam.

“Kami Putra Putri Keluarga Besar TNI Ad’63 karena kami sudah melihat temuan dan bahkan mengikuti proses pengadilan, yang ternyata klaim HGU ada titik yang didalilkan ada HGU aspal (cacat) yang saat di pengadilan, pihak yang mengklaim kelabakan menunjukkan sertifikat HGU-nya,” ujarnya.

Ketua HIPAKAD'63 Sumut Eddy Susanto Minta PTPN II Hormati Hukum Dan TNI Netral

Keluarga besar HIPAKAD’63

Kekeruhan

Menjelang Pemilu dan Pilpres tahun 2024, HIPAKAD’63 melihat di sisa waktu kepemimpinan Presiden Joko Widodo, ada pihak-pihak yang membuat kekeruhan, mengobrak-abrik hunian warga.

“Apakah tujuannya mencari keuntungan kelompok segelintir dan pengusaha dan penguasa semata atau untuk mendiskreditkan TNI, kami cinta NKRI, cinta TNI dan cinta Menhankam Prabowo Subianto,” sebutnya.

Karenanya, HIPAKAD’63 meminta Pangdam I BB dan Dandam beserta jajarannya menarik TNI untuk tidak ikut mengeksekusi hunian rakyat tanpa putusan pengadilan.

“Demikian juga pihak Pemkab Deli Serdang agar segera menghentikan aparat Satpol PP dan tidak menerbitkan izin Persetujuan Bangun Gedung (PBG) sebelum ada putusan pengadilan atau yang masih dalam proses berperkara di pengadilan,” katanya.

Selanjutnya, mereka berharap kepada jajaran Poldasu menjunjung supremasi hukum, tidak menegakkan hukum dengan pola pokrol bambu atau metode belah bambu satu dipijak, tapi satu diangkat.

“Kedudukan PTPN II, pengusaha adalah sederajat dengan rakyat di dalam hukum negara sebagai wujud persamaan di depan hukum (equality before the law), karena jika Polri sudah tidak netral, maka negara ini akan berubah menjadi negara diktator berpola hukum rimba atau disebut OLIGARKI,” katanya.

Dia berharap semoga pihak pemangku kebijakan di negeri ini bisa mendengar dan mewujudkan amanat tujuan negri ini didirikan sesuai kontrak sosial, piagam pembukaan Uud 1945 alenia ke-4. (cpb)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE