MEDAN (Waspada): Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) kembali menghentikan penuntutan perkara tindak pidana kecelakaan lalulintas atas nama tersangka Dimas Rizky Prananda ,19, dengan menerapkan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).
Penghentian perkara dari Kejari Asahan itu dilakukan setelah Kajati Sumut Idianto SH MH, didampingi Aspidum Arief Zahrulyani SH MH, Kabag TU Rahmad Isnaini SH MH, Kasi Oharda Zainal dan Kasi Terosisme dan Hubungan Antar Lembaga Yusnar Hasibuan SH MH melakukan gelar perkara secara online kepada Jampidum Kejagung RI Dr Fadil Zumhana didampingi Direktur TP Oharda Agnes Triani SH MH.
Penghentian perkara disetujui dengan pendekatan keadilan restoratif, pada Selasa (18/10). Ekspose digelar secara online juga diikuti Kajari Asahan Dedying Wibiyanto Atabay, SH MH, dan Kasi Pidum serta JPU.
“Perkara yang dihentikan penuntutannya adalah dari Kejari Asahan dengan tersangka Dimas Rizky Prananda yang dipersangkakan melanggar Pasal 310 Ayat (3) UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumut, Yos A Tarigan, Rabu (19/10).
Yos menjelaskan, berdasarkan kronologisnya, lanjut, tersangka Dimas Rizky Prananda mengendarai becak bermotor lalu menabrak becak bermotor yang dikendarai Fendy Pradana membonceng istrinya Evin Yohana yang datang dari arah berlawanan.
Keadilan Restoratif
Penghentian penuntutan terhadap perkara ini kata Yos, dilakukan berdasarkan keadilan restoratif. Karena, sudah ada proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
“Kemudian, tersangka belum pernah dihukum; tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya dan proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi,” tandasnya.
Selain itu, kata dia, tersangka dan korban juga masih bertetangga. Tersangka dan korban juga setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar dan pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespon positif pemulihan keadaan seperti keadaan semula.
Yos menambahkan bahwa penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum serta memberikan rasa keadilan kepada masyarakat. (m32).