MEDAN (Waspada): Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Sumatera Utara, Dr. dr. Beni Satria, M.Kes., S.H., M.H., FISQua, meminta pemerintah untuk mempertimbangkan ulang kebijakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% terhadap layanan rumah sakit kelas VIP serta pendidikan internasional.
Kebijakan ini dinilai berpotensi membebani masyarakat dan berlawanan dengan prinsip hak dasar akses pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Menurut Beni, layanan kesehatan merupakan hak fundamental setiap individu, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan terkait Hak Asasi Manusia (HAM).
Pengenaan PPN pada layanan kesehatan, termasuk rumah sakit kelas VIP, akan berdampak pada peningkatan biaya yang harus ditanggung pasien, tanpa memandang latar belakang ekonomi.
“Orang sakit adalah individu yang berada dalam kondisi rentan dan sedang mengalami penderitaan. Kebijakan ini akan menambah beban mereka, serta dapat menghambat akses pelayanan kesehatan yang layak, terutama bagi pasien yang membutuhkan layanan lebih cepat dan spesifik di kelas VIP,” ujar Beni pada Selasa (17/12).
Lebih lanjut, Beni menekankan bahwa pengenaan pajak terhadap layanan kesehatan berpotensi bertentangan dengan pasal 4 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang telah diberlakukan sejak Agustus 2023, bahwa “Setiap Orang berhak hidup sehat secara fisik, jiwa, dan sosial”.
Bahkan lebih lanjut dalam dalam pasal 3 menyatakan bahwa Penyelenggaraan Kesehatan bertujuan meningkatkan perilaku hidup sehat dan meningkatkan akses dan mutu Pelayanan Kesehatan dan Sumber Daya Kesehatan; sehingga pelayanan Kesehatan bukan bertujuan untuk mencari keuntungan semata. Bahkan dalam Pasal 73 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan; “Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memberikan akses yang luas bagi kebutuhan pelayanan, pendidikan, penelitian, dan pengembangan pelayanan di bidang Kesehatan”.
Sesuai dengan ketentuan tersebut maka Rumah sakit, terutama swasta, tidak hanya melayani masyarakat berpenghasilan tinggi, tetapi juga masyarakat miskin dan menengah yang sedang sakit, dan bahkan Rumah Sakit juga turut mendukung peran negara dalam memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh.
Selain itu, pengenaan PPN pada sektor pendidikan internasional juga turut menjadi sorotan. Pendidikan adalah investasi jangka panjang bagi pembangunan bangsa. Kebijakan ini berpotensi meningkatkan biaya pendidikan yang pada akhirnya membatasi akses bagi masyarakat yang ingin mendapatkan kualitas pendidikan yang lebih baik.
“Pendidikan berkualitas adalah hak setiap warga negara. Kebijakan ini perlu ditinjau kembali agar tidak menambah kesenjangan akses pendidikan, yang seharusnya menjadi sarana untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat,” tambahnya.
ARSSI Cabang Sumatera Utara, meminta kepada Pemerintah; untuk Revisi kebijakan PPN untuk mengecualikan layanan kesehatan, termasuk rumah sakit kelas VIP, agar biaya pelayanan tidak semakin tinggi.
Melakukan Kaji ulang pengenaan PPN pada pendidikan internasional, mengingat pendidikan merupakan hak fundamental dan investasi penting bagi generasi penerus bangsa.
Dan Mengutamakan kebijakan yang berpihak pada masyarakat dan tidak menghambat hak dasar atas akses kesehatan serta pendidikan.
ARSSI Sumut berharap pemerintah dapat mendengarkan aspirasi ini dan melakukan kajian lebih mendalam terkait implikasi dari kebijakan tersebut, baik terhadap masyarakat maupun penyedia layanan.(cbud)