MEDAN (Waspada): Jison Sihotang dan Alihamzani Hasibuan adalah dua dari puluhan Da’i Baznas Sumut di daerah minoritas muslim.
Keduanya mengakui sesulit apapun, mengemban amanah dalam berdakwah harus dilakukan, demi kemaslahatan dan kecerdasan serta menguatnya keimanan dan ketauhidan ummat.
Hujan dan panas tidak jadi penghalang bahkan harus berjalan kaki, yang penting tugas berdakwah tetap berlangsung.
Demikian disampaikan, keduanya dalam kegiatan Pembinaan dan Evaluasi Da’i / Da’iyah Dari 25 Kabupaten/Kota di Hotel Kanaya Medan, Rabu (25/12).
Adalah, Jison Sihotang yang bertugas di Desa Hariara Pohan, Desa Sampur Toba dan Desa Dolok Raja Kecamatan Harian Kabupeten Samosir. Ia bertugas sebagai da’i sejak tahun 2010 silam hingga sekarang.
Berdomisili di Desa Dolok Raja, Sihotang harus giat ke desa-desa binaan. Utamanya menjalankan tugas sebagai da’i, yakni yang membina masyarakat muslim di 3 desa. Sedangkan tugas pokoknya, setiap da’i adalah, terselenggaranya shalat Jum’at di desa binaan.
Terselenggaranya fardu kifayah jenazah muslim/ah dan menghidupkan pengajian kaum bapak, kaum ibu, remaja, anak-anak, serta menghubungkan kepentingan masyarakat binaannya kepada pihak lain, termasuk kepada pemerintah dan Baznas.
“Nah, dalam rangka mengemban tugas itu, seringkali kita tak kenal waktu. Artinya pembinaan bisa kita lakukan mengikut waktu yang dimiliki masyarakat. Misalkan dakwahnya harus malam hari, karena siang mereka bekerja. Tidak ada kata lelah, walaupun siang hari kita bekerja sebagai petani, malam berdakwah, dengan warga binaan 58 KK,” sebutnya.
Kata dia, menjaga terlaksananya shalat berjamaah dan shalat Jumat sangat penting. Maka tak jarang aktivitas keagamaan seperti pengajian juga digelar pada hari Jumat.
“Strategi sangat penting agar semua program berjalan lancar termasuk menjalin hubungan dengan instansi pemerintahan,” sebutnya.
Hal senada disampaikan da’i Alihamzani Hasibuan awalnya tinggal di Perumnas Simalingkar Medan, memilih jadi da’i sejak tahun 2008 silam.
Ia bertugas di tiga desa, yakni Desa Aruan, Sibuea, Lumban Bagasan Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba.
Sosoknya yang memasyarakat ternyata menjadi senjata ampuh untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah.
“Ya, masyarakat di sana senang sekali jika kita giat silaturahmi dan inilah yang saya lakukan. Tidak kenal waktu,yang penting membangun komunikasi secara rutin termasuk dengan pejabat pemerintahan.
Kata dia, di Kecamatan Laguboti ada 23 desa dan warga muslim ada 180 KK. Jarak tempuh ke desa tempat bertugas lumayan jauh.
“Dulu saya jalan kaki ke kampung warga. Sering juga warga menjemput jika saya akan melaksanakan tugas. Saya merasa nyaman saja, karena tugas ini adalah ibadah. Tapi sekarang sudah ada sepeda motor yang mempercepat perjalanan ke desa-desa,” sebutnya.
Perjalanan berdakwahnya, juga dibarengi menjadi guru agama di sekolah. Selain itu mengajarkan baca Alquran pada orang dewasa maupun anak-anak. “Ya, harus mengatur waktu agar tidak ada yang terabaikan,”ujarnya.
Dia mengagumi warga yang antusias belajar agama. Untuk itu ia membagi waktu belajar. Untuk yang mualaf mereka dibina khusus pada Jumat pagi. Lanjut siang hari kaum ibu sedangkan kaum bapak malam Jumat. Anak-anak ikut mengaji lima hari di madrasah yang ada di Masjid Nurul Iman.
“Sekarang sudah ada rumah Tahfiz. Siswa kelas 1 Sekolah Dasar sudah lancar baca Alquran. Kesadaran warga shalat berjamaah juga meningkat. Dulu shalat berjamaah di masjid itu hanya 3 atau empat orang saja, sekarang ada 15 orang,” sebutnya.
Lanjutnya, hal menggembirakan saat ini kepala daerah memberi perhatian untuk kegiatan keagamaan, dan sering hadir jika diundang. Bahkan dengan Baznas sudah saling bersinergi. Hasibuan yang pernah kuliah di UINSU ini terus berupaya melahirkan ide kreatif, agar dapat melaksanakan dakwah yang mudah dicerna dan diterima warga muslim di sana.(m22)