Scroll Untuk Membaca

Medan

Halaqoh Budaya Fosad, Seniman Kurang Mendapat Perhatian Pemerintah

DIALOG refleksi yang diadakan oleh Forum Sastrawan Deliserdang (Fosad), di Menrabic Cafe Indonesia, Jalan Bahagia by Pass Medan, Sabtu (15/7). Waspada/ist
DIALOG refleksi yang diadakan oleh Forum Sastrawan Deliserdang (Fosad), di Menrabic Cafe Indonesia, Jalan Bahagia by Pass Medan, Sabtu (15/7). Waspada/ist

MEDAN (Waspada): Mengapa harus mengadu pada Guru Patimpus? Siapa sebenarnya Guru Patimpus itu? Pertanyaan ini mencuat dan mendapat jawaban dari dialog refleksi 83 tahun dua seniman sepuh Sumatera Utara, Sulaiman Sambas dan Arry Darma yang diadakan di Menrabic Cafe Indonesia, Jalan Bahagia by Pass Medan.

Dialog refleksi yang diadakan oleh Forum Sastrawan Deliserdang (Fosad) pada Sabtu, 15 Juli 2023 ini menghadirkan pembicara Prof. Dr. Umar Zein (Sastrawan, akademisi), Ir. Jaya Arjuna (Budayawan, pengamat lingkungan), Rianto, SH (Aktivis, Caleg DPR RI Dapil 1 Sumut dari Partai Hanura) dan dr. Roy Kaban (Aktivis Pemuda Karo).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Halaqoh Budaya Fosad, Seniman Kurang Mendapat Perhatian Pemerintah

IKLAN

Menurut Prof. Umar Zein, sosok Arry Darma dan Sulaiman Sambas adalah dua seniman yang tidak hanya patut diapresiasi tapi juga diteladani.

“Dalam usia 83 tahun keduanya masih tetap produktif. Ini luar biasa dan patut dicontoh oleh yang muda-muda,” ujarnya.

Umar Zein menambahkan, sebagai seniman kedua seniman ini telah menghasilkan karya-karya yang luar biasa.

“Dua karya Pak Arry Darma yang paling monumental sebagai perupa di Kota Medan adalah Patung Guru Patimpus dan Patung Djaga Depari. Sedangkan karya sastra Sulaiman Sambas bisa dibaca di berbagai media nasional,” ujarnya.

Sedangkan Ir. Jaya Arjuna menyebut masih ada banyak tanda tanya terkait sejarah lahir dan berdirinya Kota Medan.

“Sejarah lahirnya Kota Medan belum clear. Masih banyak pertanyaan soal ini. Apalagi jika dikaitkan dengan Kerajaan Deli dan Aceh,” ujarnya.

Jaya Arjuna pun menawarkan gagasan untuk mengkaji ulang sejarah Guru Patimpus dan lahirnya Kota Medan.

“Tapi sejarah memang selalu berpihak pada siapa yang membuat dan menulisnya,” ujar Jaya Arjuna.

Perhatian

Sementara itu, Rianto, SH mengaku Kota Medan sebagai kota ketiga terbesar di Indonesia kondisinya masih belum seperti yang diharapkan.

“Harus diakui perhatian pemerintah Kota Medan terhadap para seniman masih sangat kurang,” ujarnya.

Bahkan sampai sekarang, tambahnya, Kota Medan sampai hari ini belum memiliki gedung sejarah seni atau museum seni yang bisa menjadi tempat pembelajaran bagi generasi muda.

Padahal, tambah dr. Roy Kaban, sosok Guru Patimpus sejatinya bisa menjadi pembelajaran bagi masyarakat dan kalangan generasi muda tentang persatuan, toleransi dan kebersamaan.

Di penghujung acara, Sekretaris Fosad, yang juga sastrawan, S. Satya Dharma menyebut, perhatian pemerintah terhadap pelaku sejarah di masa lalu dan di masa kini harus terus didorong agar mereka yang sedang memegang kekuasaan tidak melupakan sejarah yang pernah terjadi di masa lalu.

Sebab tidak mungkin kita, para seniman terus menerus mengadu pada Guru Patimpus, karena pemerintah yang berkuasa tidak peduli.

“Hanya dengan dorongan yang terus menerus kita berharap pemerintah peduli,” ujar S. Satya Dharma. (rel)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE