MEDAN (Waspada): Pengurus Daerah (PD) Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan (FSPPP) SPSI Sumut, meminta Pj Gubernur Sumut Hassanudin agar menyelesaikan persoalan tunggakan gaji para karyawan PT. Perkebunan Sumatera Utara (PSU) yang hingga kini belum dibayarkan.
Ketua PD FSPPP-SPSI Sumut, Suriono ST MSi mengaku, merasa kecewa dengan sikap PT PSU yang sampai sekarang belum juga memberikan upah hak para pekerja yang sudah masuk dua bulan. Belum lagi termasuk di Januari 2024.
“Atas nama FSPPP Sumut, kami merasa kecewa dengan perusahaan daerah Pemprovsu PT PSU yang sampai saat ini, dari bulan November 25 persen Desember 100 persen, belum dibayar PT PSU hak para pekerja,” kata Suriono di Kantor PD FSPP SPSI Sumut, Jl Turi, Medan, Selasa (16/1).
Suriono didampingi Ketua PC FSPP SPSI Kab Serdang Bedagai Gober Hermanto, Sekretaris PC FSPP SPSI Kab Batu Bara Taufik Nurdin dan jajaran pengurus meminta, agar Pj Gubsu merespon dan membuat kebijakan terhadap nasib para karyawan PT PSU.
“Kami meminta kebijakan gubernur. Karena upah ini adalah hak pekerja. Tetapi, sampai saat ini pekerja tetap dituntut untuk bekerja, namun hak pekerja tidak diberikan. Pagi mereka berangkat hasil ada, tapi upah kok tidak diberikan. Sekarang ini mereka biaya hidupnya sudah sangat susah, baik untuk pendidikan, anak, biaya sehari-hari sudah tidak ada lagi,” ujarnya.
“Mirisnya mau berangkat bekerja juga mereka sulit karena harus juga membeli BBM untuk kendaraan yang akan digunakan untuk operasional transport kerja ke lapangan,” sambungnya.
Bahkan, kata dia, beberapa waktu lalu, istri-istri dari para karyawan di perkebunan itu sampai turun ke jalan untuk meminta-minta belas kasihan kepada para pengendara yang melintas di jalan lintas Sumatera.
“Ini kan cukup memalukan gubernur sebetulnya. Makanya, gubernur harus memberikan kebijakan. Karena ini tak bisa berlarut-larut. Kalau memang gak sanggup, gubernur kan punya alternatif mau diapakan perusahaan itu? Karena ini kan miliknya dia,” sebutnya.
Gubernur, lanjutnya, harus bertanggung jawab, walaupun efeknya baru sekarang dirasakan para pekerja. Sebab ada tiga kabupaten yang tertunggak pembayaran upah, yakni Kab Mandailing Natal (Madina), Batubara dan Serdangbedagai.
“Gubernur itu harus bertanggungjawab, bagaimana pekerja itu haknya diberikan. Kalau kita nunggu replanting sekarang nunggu lima tahun lagi pekerja merasakan itu. Gak mungkin.
Ini ada tiga kabupaten yakni Madina, Batubara dan Sergai. Sama prosesnya, semua karyawan belum terbayarkan.
“Kita juga sudah melakukan bipartit dua kali, tapi tidak ada hasil dan yang lebih menyakitkan pertemuan bipartit Selasa (16/1), Direksi dan Kabag Umum katanya lagi rapat di Kantor Gubsu, padahal yang menetapkan waktu pertemuan adalah pihak PT PSU. Kita sebelumnya juga sudah ke biro Perekonomian sama juga jawabannya. Kalau ini juga nanti gak direspon kami akan aksi hari Kamis ke kantor Gubernur,” pungkasnya.
Sementara, Sekretaris PC FSPP SPSI Kab Batu Bara Taufik Nurdin mengatakan, pembayaran upah PT PSU tersendat-sendat sudah sejak 2022. Menindaklanjuti itu, pihaknya sudah melakukan aturan dan mekanisme yang ada.
“Disepakati, antara serikat pekerja dan pihak perusahaan dalam ini kita melaksanakan bipartit dengan perusahaan tahun 2022 ada keputusannya, dicicil upahnya kami terima, karena kita menganggap perusahaan itu kurang stabil perekonomiannya dan karena kita sebagai mitra, makanya kita terima,” ujarnya.
Namun, kata dia, di tahun 2023, juga telah dilakukan bipartit karena upah yang tidak dibayar dan perusahaan telah melakukan kesepakatan dengan serikat pekerja, untuk menyelesaikan pembayaran upah itu di akhir 2023, ternyata nihil sampai sekarang.
“Artinya perusahaan itu melakukan penipuan terhadap kami serikat pekerja, yang disepakati dan ditandatanganii di atas materai tapi gak dibayarkan upahnya sampai sekarang , yang ada justru karyawan dimutasi ke Madina dengan alasan terlalu banyak yang bekerja di Tanjung Kasau ini, padahal yang di sana dipindahkan juga ke Batubara untuk memanen,” imbuhnya.
Ketua PC FSPP SPSI Kab Serdang Bedagai Gober Hermanto berharap, agar kuota pekerja diberikan upahnya. Sebab, bila tetap bekerja mereka sekarang sudah kesulitan.
“Beli beras pun susah, warung-warung juga tidak memberi utang lagi ke mereka,” pungkasnya. (m15)