MEDAN (Waspada): DPRD Sumut merekomendasikan aparat penegak hukum, termasuk Poldasu untuk mengusut tuntas konflik lahan yang tak kunjung tuntas antara PT Rendi Permata Raya (RPR) dengan masyarakat Desa Singkuang I, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal (Madina).
Rekomendasi ini dikeluarkan usai Komisi B menggelar rapat dengan perwakilan Poldasu, Kejatisu, Ketua DPRD Madina Erwin Efendi Lubis dan jajaran, dan masyarakat Singkuang I, di ruang dewan, Kamis (4/7).
Masyarakat Singkuang I dipimpin Sapihudin Tampubolon, Maimun Nasution, Buyak, Tasri Harahap, Tapriadi, Alidansyah Pohan, Habibun Hasibuan, Martahadi Tanjung, dan 12 warga lainnya.
Rapat dengar pendapat yang dipimpin anggota Komisi B, H Akhiruddin dan Syaharul Efendi Siregar menegaskan, langkah rekomendasi ke Poldasu diambil setelah pimpinan PT RPR tak kunjung hadir meski sudah berulangkali diundang oleh DPRD Sumut.
Selain tidak menghasilkan putusan, rapat juga melihat PT RPR tidak melihat niat baik untuk menuntaskan konflik ini, bahkan terkesan ingin memecah belah warga dengan membeli lahan seluas 200 hektar untuk diserahkan kepada masyarakat, agar mereka bergabung dengan koperasi tandingan bentukan perusahaan itu.
Anggota Komisi B, H Akhiruddin mengatakan, pihaknya merasa sudah melakukan tindakan tegas, yakni meminta Poldasu menuntaskan konflik ini.
“Jika nantinya tak kunjung tuntas, DPRD Sumut juga akan menyurati Kementrian terkait, agar menutup izin usaha PT RPR,” kata Akhiruddin.
Konflik dengan PT RPR muncul setelah perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan ini telah membentuk koperasi baru yang konon diamini pejabat kepala desa masa itu, kecamatan hingga kabupaten dikhawatirkan memunculkan konflik dengan koperasi yang sudah jauh hari terbentuk.
ANGGOTA Komisi B, H Akhiruddin (kiri) dan Syaharul Efendi S berbincang dengan perwakilan masyarakat Singkuang I, Sapihudin di ruang dewan, Kamis (4/7). Waspada/Ist
Kemitraan
Sapihuddin Tampubolon dari Koperasi Hasil Sawit Bersama menyampaikan bahwa koperasinya dibentuk pada tahun 2010, dengan tujuan sebagai calon plasma yang memperjuangkan kemitraan usaha perkebunan antara PT RPR dengan masyarakat Desa Singkuang I.
Sejak mendapat IUP di tahun 2007 dan sertifikat HGU di tahun 2009 sampai dengan sekarang, PT RPR belum melaksanakan kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat.
Sapihuddin mengatakan, pihaknya meminta 20 persen dari luas 3.741 Ha HGU yang miliki PT Rendi Permata Raya dengan ketentuan 50 persen (separuh) dari dalam HGU dan 50 persen (separuh) lagi dari luar HGU dalam Wilayah Kecamatan Muara Batang Gadis.
Namun kemudian muncul persoalan setelah ditandatanganinya perjanjian MoU antara PT. RPR dengan Ketua Koperasi Produksi Siriom Permata Indah pada tanggal 2 Agustus 2023.
Tujuan dari MoU tersebut adalah untuk pembangunan dan pengelolaan kebun kelapa sawit pola kemitraan seluas 600 ha yang terdiri atas 200 ha berada di dalam HGU milik PT RPR dan selebihnya 400 Ha berada di luar HGU PT RPR.
Namun Akhiruddin yang memimpin rapat keberatan dengan MoU itu dan menyimpulkan telah terjadi persoalan baru.
Yakni, munculnya koperasi yang baru dibentuk untuk melaksanakan kerjasama kemitraan, sementara koperasi lama yang selama ini memperjuangkan plasma dan menuntut 300 ha dari dalam Hak Guna Usaha (HGU) justru tidak dilibatkan, sehingga memicu potensi konflik secara horisontal di masyarakat. (cpb)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.