MEDAN (Waspada): Dosen Pertanian Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU), Dr.Ir. Charloq, MP mengatakan, dalam konteks pertanian segala sesuatu yang berbau tradisional dapat diperbaharui menjadi sesuatu yang modern berbasis pertanian berkelanjutan, dengan pertimbangan agar produksi pertanian dapat meningkat.
“Maraknya penggunaan bahan-bahan pupuk kimia, pestisida, herbisida sintetis dalam jangka panjang membawa konsekuensi kepada petani itu sendiri, pencemaran lingkungan berimplikasi pada rusaknya struktur tanah,” kata Charloq saat mengedukasi petani sawit di Desa Simpang Kuta Buluh, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat, 15 Agustus 2022.
Dia mengatakan, musnahnya mikroba tanah yang baik pada tanah mengakibatkan lahan pertanian menjadi semakin kritis, sehingga berimplikasi kepada hasil pertanian yang tidak maksimal.
Berangkat dari kondisi tersebut, Charloq menawarkan solusi, yakni sebuah pendekatan baru yang menguntung dengan pengaplikasian biocharcol ke dalam tanah pada perkebunan kelapa sawit dan usaha pertanian lainnya.
Ia menjelaskan biochar adalah arang hasil pembakaran tidak sempurna dari limbah pertanian yang sulit terurai, seperti tandan kosong kelapa sawit, cangkang, batang kayu sawit, serat buah sawit, batang pohon sawit, pelepah kelapa sawit, sekam padi, kulit buah kakao, kulit buah kopi, ranting-ranting pohon dan limbah biomassa pertanian lainnya.
“Terdapat sedikit perbedaan dalam proses pembuatan arang yang dikenal masyarakat dengan biochar yang berfungsi sebagai pembenah, biochar diproduksi melalui pembakaran tidak sempurna, bukan dibakar sempurna,” jelasnya.
Sumber Energi
Arang atau biochar, sambungnya, sebenarnya sudah sejak lama dikenal masyarakat sebagai sumber energi (bahan bakar dan sumber panas). Namun belum dikenal sebagai pembenah tanah (ameliorisasi) yang sangat berguna bagi tanah.
Biochar, menurutnya, dapat memperbaiki sifat tanah dan berdampak langsung terhadap pertumbuhan tanaman kelapa sawit. “Bila diberikan di daerah yang kurang air atau hujannya hanya sedikit, biochar dapat mengikat air yang terbatas tersebut, sehingga lebih tersedia bagi tanaman, mengikat hara supaya tidak mudah hanyut dibawa air, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemupukan dan meningkatkan daya ikat air (water holding capacity), di samping, dapat meminimalisir terjadinya air limpasan serta hilangnya unsur hara di zona perakaran.
“Penambahan biochar di dalam tanah menyebabkan peningkatan KTK (kapasitas tukar kation) yang berkaitan dengan ketersediaan hara, sehingga efisien dalam penggunaan hara dan berkontribusi terhadap aktivitas mikroba yang mengurai sisa-sisa pestisida/polutan kimia yang terkandung di dalam tanah,” ujarnya.
Selain itu, tambahnya, biochar dapat memperbaiki sifat kimia tanah dalam menurunkan kemasaman tanah (pH 3-5) agar berubah meningkatkan pH tanah, dapat menekan aktivitas enzim yang terlibat dalam konversi nitrit menjadi nitrous oksida, sehingga meningkatkan ketersediaan nitrogen di dalam tanah.
“Teknologi pembuatan biochar dan aplikasi sederhana/mudah, murah dan dapat dilakukan petani. Biochar dianjurkan untuk digunakan oleh para petani kelapa sawit dan usaha tani lainnya agar dapat menghemat penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia yang justru meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen, dengan begitu keuntungan yang bisa diperoleh petani jadi lebih maksimal,” sarannya.
Dia mengatakan, biochar yang diaplikasikan ke tanah merupakan karbon yang dapat tersimpan aman di dalam tanah selama ratusan hingga ribuan tahun.
Charloq juga sebagai Sekretaris prodi S2 Pengembangan Wilayah dan Pedesaan SPS USU menyampaikan biochar sangat membantu petani sawit rakyat, karena dapat membantu menekan biaya pemupukan tanaman kelapa sawit petani dan pestisida yang selama ini cukup besar karena menguras biaya sampai 60% dari total biaya produksi.
“Berkebun sawit dapat menghasilkan tidak hanya dari produksi, tapi juga dari limbah biomassa tanaman kelapa sawit dimanfaatkan kembali dalam berbagai cara dan teknologi sederhana, murah, mudah dan dapat diterapkan langsung oleh petani,” ujar Charloq.
Apalagi, Menteri Kordinator Bidang perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya mengatakan, pemerintah akan membatasi penyaluran pupuk subsidi. Hal ini dikarenakan naiknya harga pupuk di pasar internasional dampak kondisi perang Rusia–Ukraina.
Airlangga menyebut, pupuk yang akan disubsidi nantinya hanya pupuk Urea dan NPK. Karena itu, menurut Charloq, pola pikir (mindset) petani yang utama harus diedukasi dulu bahwa berkebun sawit tersebut bukan semata-mata bergantung kepada pupuk kimia (anorganik) baru tanaman tersebut tumbuh subur.
“Biochar dianjurkan untuk digunakan oleh para petani kelapa sawit dan usaha tani lainnya agar dapat menghemat penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia,” demikian Charloq. (m19)
Waspada/Ist
Dr. Ir Charloq, MP diabadikan bersama para petani sawit di Desa Simpang Kuta Buluh, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat