MEDAN (Waspada): Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Medan Area (Fisipol UMA) menggelar seri dialog Saksi Ahli Politik di Convention Hall kampus UMA Jalan Kolam No.1 Medan Estate, Selasa (20/6). Acara dihadiri para mahasiswa Fisipol UMA.
Kegiatan yang bekerjasama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara Hukum Administrasi Negara (APHTN HAN) Sumut ini menghadirkan tiga pembicara yakni Warjio, Ph.D Dosen Universitas Sumatera Utara (USU), Dani Sintara, SH., MH Dosen Universitas Muslim Nusantara dan Sekretaris APHTN HAN Sumut, dan Dr Dedi Sahputra, MA.
Hadir juga Dekan Fisipol UMA Dr Effiati Juliana Hasibuan, M.S.i dan Ketua APHTN HAN Sumut Dr Eka NAM Sihombing, SH., MH. “Akan banyak kasus-kasus sengketa politik nanti yang memerlukan Saksi Ahli di persidangan,” ujar Warjio, Ph.D.
Menurutnya, Saksi Ahli Politik bukan hanya orang yang memahami tentang ilmu politik, namun disiplin ilmu lainnya juga diperlukan untuk menjadi saksi ahli. “Saksi Ahli Politik menjadi hal penting di momen politik yang sedang berlangsung,” ujarnya.
Warjio, Ph.D menggagas pelatihan untuk para calon saksi ahli untuk mengakomodir kepentingan saksi ahli politik, khususnya dalam momentum Pemilu 2024. Dia juga seorang penulis buku Saksi Ahli Politik yang membahas lebih jauh tentang pentingnya saksi ahli tersebut.
Sedangkan Dani Sintara, SH., MH mengatakan ahli politik diperlukan dalam setiap tahapan proses hukum. “Dari mulai tahap penyelidikan, tahap penyidikan, dan tahap persidangan,” ujar Dr Dani.
Dia menekankan bahwa ahli dalam permasalahan yang berkaitan dengan politik tidak harus berlatarbelakang ilmu politik. Namun orang dengan latarbelakang berbagai disiplin ilmu bisa menjadi ahli dalam persidangan yang berkaitan dengan masalah politik.
Pada bagian lain Dr Dedi Sahputra, MA menjelaskan bahwa dalam perspektif komunikasi, ada juga saksi ahli pers yang ditunjuk oleh Dewan Pers untuk dimintai pandangannya dalam persidangan. “Di Sumatera Utara ada lima orang ahli pers yang akan diminta keterangannya baik dalam proses penyidikan maupun dalam proses persidangan,” jelasnya.
Dia juga menjelaskan bahwa dalam etika dan hukum pers, dibedakan antara media massa dengan media sosial. “Media massa adalah media yang berbadan hukum ditambah lagi telah diverifikasi oleh Dewan Pers,” jelasnya.
Menurutnya, tidak semua portal berita adalah media massa, karena jika tidak memiliki badan hukum, maka jika portal berita tersebut terjerat masalah hukum maka akan dianggap sebagai media sosial yang proses hukumnya tidak menggunakan perangkat hukum pers. (m05)
Teks;
Para pembicara dan mahasiswa Fisipol UMA berfoto bersama pada acara seri dialog Saksi Ahli Politik di Convention Hall kampus UMA Jalan Kolam No.1 Medan Estate, Selasa (20/6). Acara dihadiri para mahasiswa Fisipol UMA.