MEDAN (Waspada):Baru-baru ini Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah memberikan arahan untuk mengubah status pandemik COVID-19 menjadi endemik.
Mengenai strategi dari pandemi menjadi endemi, katanya pihaknya sudah menyiapkan protokolnya.
Dan disebutkan juga bahwa keputusan tersebut harus dibuat secara matang dan diterapkan hati-hati, dengan mempertimbangkan berbagai aspek baik dari sisi kesehatan, sosial, budaya, dan ekonomi.
Menanggapi ini, Pakar Kesehatan asal Universitas Sumatera Utara (USU) Delyuzar (foto) menyatakan kalau status pandemik diubah menjadi endemik dikhawatirkan pemerintah tidak fokus lagi untuk menanggulangi kesehatan seperti yang masih harus dikejar yaitu vaksinasi, 3T dan penurunan kasus.
Kemudian juga di sisi lain katanya kalau pandemik itukan harus di support penuh karena pendanaannya akan berbeda dengan biasa.
“Kalau pandemikan ada anggaran yang akan dialokasikan khusus untuk itu begitu juga bagaimana mendorong perubahan perilaku masyarakat kita. Saya hanya meragukan masih tinggi begini, sudah siapkah kita itu tidak lagi menjadi program khusus pemerintah karena tidak lagi pandemi. Apalagi sampai sekarang perubahan perilaku masyarakat belum juga seperti yang kita harapkan dilapangan. Makin teledor nanti,” tegasnya pada Selasa (1/3).
Dikatakannya juga bahwa harusnya beberapa negara itu sudah merubah pandemi menjadi endemik dimana kalau tingkat penularan nya sudah tidak terlalu tinggi lagi. Apalagi karena perubahan perilakunya juga sudah tersistem semuanya, baik pemeriksaan kemudian vaksinasi dan pengobatannya sudah berjalan baik.
“Sementara kitakan masih banyak harus dibenahi. Itu sebenarnya kegelisahan kita kalau tiba-tiba kita sudah berubah ke endemik kita tidak lagi fokus soal kesehatan ini,” ujarnya.
Delyuzar juga menerangkan, bahwa pandemik itu dimana suatu wabah melingkupi seluruh dunia sehingga pendekatannya global bersama-sama, pemerintah juga lebih fokus menganggarkan semuanya sumber daya untuk itu. Tapi kalau endemik itu sebutnya hanya penyakit yang mengenai suatu daerah tertentu saja, sehingga kita tidak lagi mendapat dukungan global, dia juga tidak lagi menjadi fokus utama dari pemerintah,” terangnya.
” Takutnya kita begitu, apalagi kondisi di Sumut masih tinggi. Memang penyakitnya ringan seperti flu biasa tapi dibalik itu tetap aja ada yang dengan angka kematian 2 persen, golongan usia tertentu hingga 9 persen . Apakah kita memang sudah siap? Jadi ini harus betul-betul dipastikan bagaimana 3T berjalan, vaksinasi dan perubahan perilaku masyarakat, ” tandasnya. (Cbud)
Teks
Pakar Kesehatan asal Universitas Sumatera Utara (USU) Delyuzar. Waspada/ist