MEDAN (Waspada): Dokter gigi spesialis bedah mulut, drg. Melva Sirait, Sp.BM, menyampaikan bahwa penanganan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit telah berlangsung selama bertahun-tahun di RS Mitra Sejati. Bahkan jumlah kasusnya diperkirakan telah mencapai ribuan.
“Sebelumnya memang dokter yang menangani bukan saya, saya ini sebagai penggantinya. Tapi saya rasa sudah ribuan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit yang pernah dikerjakan di sini,” ujar Melva di tengah halal bihalal RS Mitra Sejati, Medan, Rabu (30/4).
Menurut drg. Melva, penyebab bibir sumbing bisa bermacam-macam, salah satunya adalah faktor genetik. Karena itu, ketika pasien datang, dokter biasanya akan menanyakan apakah ada riwayat keluarga yang pernah mengalami kondisi serupa.
Selain faktor keturunan, kata Melva, kondisi lingkungan dan kebiasaan selama kehamilan juga dapat memicu terjadinya kelainan ini. “Misalnya, ibu hamil yang terlalu dekat dengan binatang peliharaan bisa terpapar virus. Atau ibu yang sering mengalami benturan, seperti naik motor saat hamil, juga berisiko,” ungkapnya.
Ia menekankan pentingnya pemeriksaan rutin ke dokter spesialis kandungan selama kehamilan agar kondisi janin dapat terpantau secara optimal. Pemberian vitamin seperti asam folat juga sangat penting untuk mengurangi risiko cacat lahir.
drg. Melva juga mengungkapkan, mayoritas pasien bibir sumbing berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Mereka sering kali tidak memiliki pengetahuan cukup tentang perawatan kehamilan dan tidak rutin memeriksakan kandungan ke dokter, sehingga cacat lahir tidak terdeteksi lebih awal.
Mengenai prosedur operasi, ia menjelaskan, ada syarat tertentu untuk menjalani tindakan medis ini. Operasi bibir sumbing bisa dilakukan paling cepat saat bayi berusia 2,5 bulan dengan berat minimal 5 kilogram dan kadar hemoglobin minimal 10. Sementara operasi celah langit-langit baru bisa dilakukan saat bayi berusia minimal 12 bulan, dengan berat badan 10 kilogram dan hemoglobin minimal 10.
Sebelum operasi, pasien harus menjalani serangkaian pemeriksaan, seperti tes darah dan rontgen dada, serta mendapat persetujuan dari dokter anak. “Kami harus pastikan kondisi anak dalam keadaan baik, karena operasi ini tidak bisa sembarangan dilakukan. Infeksi paru-paru misalnya, bisa menjadi kendala utama dan perlu ditangani lebih dulu dengan antibiotik,” jelasnya.
Menariknya, seluruh biaya operasi bagi pasien bibir sumbing di RS Mitra Sejati ditanggung oleh Yayasan Smile Train Indonesia, yang sudah bekerja sama dengan RS Mitra Sejati selama puluhan tahun. “Yayasannya berdiri sendiri, tapi pasiennya dirujuk ke sini. Mereka sudah lama kerja sama dengan rumah sakit ini,” jelasnya.
Dalam sebulan, sambung Melva, RS Mitra Sejati bisa menangani hingga 10 pasien bibir sumbing, yang rata-rata berasal dari keluarga dengan ekonomi terbatas. Yayasan juga membantu pasien secara menyeluruh, mulai dari pengurusan administrasi, pengambilan darah, pencarian ruangan, hingga mengantarkan pasien pulang.
“Saya lihat pelayanan yayasan ini sangat baik. Mereka turun langsung ke lapangan, bahkan sampai ke kampung-kampung. Pasien benar-benar dilayani, dijemput, dibantu semua prosesnya, sampai dicek kondisinya pasca operasi,” tuturnya.
drg. Melva juga memberikan saran penting bagi ibu hamil agar menjaga pola makan sehat, menghindari makanan instan, serta menjauhi kontak dengan hewan peliharaan selama masa kehamilan. Selain itu, kontrol rutin ke dokter kandungan dan pemeriksaan USG sangat penting untuk mendeteksi kelainan sejak dini.
Terkait waktu ideal operasi celah langit-langit, ia menekankan pentingnya tindakan dilakukan sebelum anak mulai berbicara. “Kalau sudah lewat dua tahun, walaupun celah langit-langit ditutup, suara anak akan tetap sengau karena sudah terbentuk vokalnya. Jadi waktu operasi itu penting sekali,” jelasnya.
Ia juga menambahkan, meskipun operasi dilakukan tepat waktu, anak tetap membutuhkan terapi bicara pascaoperasi untuk hasil suara yang maksimal.
“Harus ditekankan pada pasien, terutama yang datang sudah remaja dan berharap suara bisa jadi bagus. Kalau operasinya sudah terlambat, suara tetap sengau, jadi ekspektasinya harus realistis,” tutup drg. Melva.
Selama 22 Tahun Layani Pasien Bibir Sumbing, Anita: Dulu Orang Tak Percaya Bisa Gratis
Di tempat yang sama,
Kisah pengabdian Anita, seorang pekerja sosial dari Smile Train Indonesia, menjadi bukti nyata ketulusan dalam pelayanan kesehatan masyarakat, khususnya bagi pasien bibir sumbing dan celah langit-langit.
Dalam wawancaranya, Anita yang akrab disapa “Inong”, menceritakan perjuangan panjangnya selama lebih dari dua dekade dalam membantu pasien-pasien kurang mampu mendapatkan akses operasi gratis.
“Awal-awal saya cari pasien itu susah sekali. Orang zaman sekarang kok bisa percaya ada yang gratis? Pasti mikirnya saya bohong,” ujar Wanita berdarah Aceh itu.
Namun seiring waktu, kerja keras Anita membuahkan hasil. Dari awalnya hanya belasan pasien setiap bulan, kini Smile Train Indonesia berhasil membantu puluhan anak-anak setiap bulannya di Rumah Sakit Mitra Sejati dan RS Medistra Medan. Bahkan pasien datang dari daerah jauh seperti Batam dan Kalimantan.
“Saya rangkul satu per satu, dari mulut ke mulut akhirnya mereka percaya. Dulu bisa sampai 40 pasien sebulan,” kenangnya.
Tak hanya sebatas mendampingi saat operasi, Anita juga memberikan bantuan kemanusiaan lainnya. “Kalau ada yang tidak punya uang makan, saya bantu. Anak nggak punya pampers, saya belikan. Ini sudah seperti ibadah buat saya,” ujarnya penuh haru.
Anita juga menegaskan, sejak awal masuk hingga selesai kontrol pascaoperasi, pasien tidak dipungut biaya sepeser pun. Pelayanannya pun menyasar masyarakat dari berbagai latar belakang.
“Namanya juga Indonesia, pasien kami dari berbagai suku, ada yang Aceh, Batak, Banten. Semuanya kami layani dengan kasih,” pungkasnya.
Selama 22 tahun mengabdi, Anita tetap setia menjadi garda depan dalam mendampingi pasien-pasien bibir sumbing mendapatkan harapan baru untuk hidup yang lebih layak. Perannya tidak hanya menjadi jembatan antara pasien dan tenaga medis, tetapi juga menjadi sumber kekuatan dan semangat bagi para keluarga yang membutuhkan.(cbud)