Bermodalkan KTP, Lia Bawa Jenazah Suami Dari Rumah Sakit Tanpa Biaya

  • Bagikan
Bermodalkan KTP, Lia Bawa Jenazah Suami Dari Rumah Sakit Tanpa Biaya

MEDAN (Waspada): Kehilangan suami tercinta membuat dunia Lia (48) seakan runtuh. Ditemani anak perempuannya seorang, Lia menguras air mata saat almarhum suaminya, Surya (50) yang terbujur kaku di ruang ICU dan dinyatakan telah meninggal dunia.

Menurut warga Jalan Santun Kecamatan Medan Kota ini, suaminya sempat lemah dibawa ke rumah sakit di Tembung oleh keluarganya. Tapi karena tidak mempunyai kartu BPJS, suaminya dikenakan biaya tarif pasien umum. “Cuma satu malam opname di sana, besoknya suami saya minta pulang. Biaya rumah sakit saat itu sampai Rp 2 juta dan itu dibayar patungan dengan keluarga,” kata Lia kepada Waspada, Senin (17/2) di kediamannya.

Namun setelah sampai rumah, keesokan hari suaminya kembali kambuh lagi dengan tubuh lemas tak berdaya, yang didiagnosa kemarin oleh dokter menderita penyakit asam lambung akut.

Karena kalut dan bingung melihat kondisi suaminya, Lia pun mengabari seluruh keluarga suami dan disarankan dibawa ke rumah sakit di Kota Medan.

“Adik ipar saya bilang bawa saja ke rumah sakit di Medan. Karena bisa berobat gratis hanya membawa KTP dan KK saja, karena kami memang warga Kota Medan. Mendengar itu dengan bantuan tetangga, saya bawa bang Surya ke rumah sakit Haji dan langsung masuk UGD. Saat itu hari Sabtu. Saya disuruh mengisi formulir dan menyerahkan berkas administrasi kependudukan. Oleh dokter jaga langsung ditangani, dikasih bantuan pernafasan karena dia sudah sesak dan tidak sadarkan diri,” cerita Lia.

Namun, lanjut ibu satu orang anak ini, dokter menyarankan dibawa ke ruang ICU karena kondisi nya sudah sangat ktitis untuk diberi bantuan oksigen. “Setelah dirundingkan dengan keluarga besar, saya setuju suami dibawa ke ruang ICU. Tapi pihak rumah sakit saat itu minta saya bayar Rp 1 juta untuk penjamin selama proses UHC dilakukan. Mereka bilang karena hari libur, jadi pendaftaran diaplikasinya butuh proses lama,” kata Lia yang hanya ibu rumahtangga ini.

Dengan bantuan uang dari ipar sebesar Rp 1 juta itu, kata Lia, suaminya dibawa ke ruang ICU pada pukul 11.00 wib.

“Saat itu kata perawat di ruang ICU, kami tidak boleh menemani pasien dan nantinya waktu berkunjung pada pukul 17.00 wib. Jadi kami tunggu di luar ruang ICU bersama para keluarga pasiwn ICU lainnya. Sekitar jam 1 siang saya dipanggil perawat, dinyatakan suami saya akan diberi obat disuntikkan di infus, atas saran dokter ICU karena kondisi suami saya masih kritis,” ucapnya.

Menunggu sembari berdoa di luar kamar ICU, kata Lia pada pukul 16.20 wib dipanggil perawat untuk masuk ruang ICU. “Bersama adik ipar dan istrinya kami masuk ruang ICU dan didalam perawat menyatakan kalau suami saya sudah meninggal. Dan sudah bisa diurus administrasinya ke loket pembayaran untuk kepulangan jenazah suami saya,” urainya.

Saat ke loket pembayaran, oleh petugas dimintai penandatangan berkas pemulangan jenazah dan dinyatakan proses pendaftaran BPJS gratis itu masih dilakukan. “Kami cuma disuruh tinggal KTP saja di ruang ICU dan kalau proses pendaftaran setelah selesai KTP bisa dambil lagi sekaligus dibaliki uang jaminan Rp 1 juta diawal pendaftaran masuk rumah sakit tadi. Alhamdulillah, proses nya cepat, jenazah suami saya bisa dikeluarkan dari ruang ICU dan dibawa dengan mobil jenazah milik salahsatu partai,” katanya.

Saat ditanya apakah ia mengetahui program UHC, Lia mengakui hanya tahu berobat gratis di puskesmas. Apalagi, memang selama ini ia dan keluarga nya tidak memiliki kepesertaan BPJS sejak suaminya berhenti bekerja.

“Dulu ada BPJS kami, tapi karena abang sudah berhenti bekerja dari kantor yang lama maka sudah tidak bayar-bayar lagi. Kalau mau bayar sendiri, kami gak punya uang. Selama ini kalau berobat pun cuma ke puskesmas dan baru kali ini harus masuk rumah sakit. Makanya sangat membingungkan karena tidak punya uang,” tutur Lia.

Belum Terlalu Optimal

Anggota DPRD Kota Medan, H. T Bahrumsyah, mengatakan, program Universal Health Coverage (UHC) Jaminan Kesehatan Medan Berkah (JKMB) yang telah berjalan sejak 1 Desember 2022 di Kota Medan ini, memang belum terlalu optimal baik sosialisasinya ke masyarakat maupun pelaksanaan produk UHC di rumah sakit.

“Sosialisasi belum sampai terdengar oleh masyarakat kalangan menengah bawah seperti di kawasan Medan Utara. Ditambah lagi ketidakpedulian masyarakat akan informasi itu. Tapi jika nanti sudah sakit baru peduli dan ditambah lagi mereka tidak memiliki administrasi kependudukannya dari KK dan KTP, padahal UHC itu syaratnya harus punya Nomor Induk Kependudukan (NIK). Ini yang selalu terjadi karena ketidakfahaman masyarakat,” ucapnya.

Belum lagi, kata Bahrumsyah yang berasal dari Dapil II ini, masih banyak rumahsakit yang menyembunyikan program UHC. “Ada aja oknum rumah sakit yang minta bayar uang muka dulu biar bisa diobati. Belum lagi alasan ketiadaan kamar rawat. Padahal produk UHC ini bisa dibuka linknya oleh rumahsakit ke BPJS dan mereka yang menyetujui. Tidak pernah kejadian rumahsakit itu menyatakan gratis dengan UHC. Banyak oknum nakal memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat dengan meminta pembayaran uang muka,” ungkap Bahrum.

Dijelaskan Bahrum, sejatinya UHC merupakan program pelayanan kesehatan gratis yang telah lama digaungkan Pemerintah Pusat. Dalam rangka mewujudkan UHC, Pemerintah Pusat telah menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN/KIS) sejak 1 Januari 2014. Program ini diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan sesuai dengan UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Namun, UHC hanya bisa terwujud bila Pemerintah Daerah (Pemda) mulai dari tingkat Provinsi hingga Kabupaten/Kota serius untuk menindaklanjuti program layanan kesehatan gratis yang digaungkan Pemerintah Pusat tersebut.

“UHC JKMB ini adalah jawaban dari bentuk keseriusan Pemko Medan dalam menindaklanjuti program UHC yang digaungkan Pemerintah Pusat. Jadi UHC JKMB ini bukan program Pemerintah Pusat, melainkan program Pemko Medan sebagai tindaklanjut dari program UHC yang digaungkan Pemerintah Pusat,” ujarnya.

Dijelaskan Bahrum, ditahun 2022, Pemko Medan mengejar jumlah warganya yang terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dengan menyiapkan anggaran lebih dari Rp197,2 Miliar. Hasilnya, tingkat kepesertaan minimal warga Kota Medan di BPJS Kesehatan untuk menerapkan UHC di Kota Medan.

“Di tahun 2023, Pemko Medan menyiapkan anggaran lebih dari Rp243,1 Miliar untuk UHC. Kemudian di tahun 2024, kita kembali menyiapkan anggaran lebih dari Rp213,6 Miliar. Dan ditahun 2025 ini, anggaran sebesar Rp 250 miliar. Semua ini agar program UHC di Kota Medan bisa terus berjalan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Kota Medan. Pemko Medan dibawah kepemimpinan siapapun walikotanya harus bisa unlimited anggarannya untuk memenuhi kebutuhan dasar warganya. Harus jadi skala prioritas,” pungkas Bahrumsyah. (Yuni Naibaho)


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Bermodalkan KTP, Lia Bawa Jenazah Suami Dari Rumah Sakit Tanpa Biaya

Bermodalkan KTP, Lia Bawa Jenazah Suami Dari Rumah Sakit Tanpa Biaya

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *