MEDAN (Waspada): Bank Syariah Indonesia (Tbk) alias BSI digugat Rp5.147.700.000 miliar, oleh nasabahnya bernama Cut Nona Sari. Nasabah tersebut menggugat BSI Langsa dan KPKNL ke Mahkamah Syariah Langsa sebagaimana terdaftar dalam Register Perkara No.99/Pdt.G/2023/MS.Lgs.
Ariffani SH MH selaku ketua tim penasehat hukum dari cut Nona Sari dari Kantor Hukum Perisai Keadilan, menjelaskan, proses persidangannya saat ini sudah pada tahap mediasi.
Dari mediasi yang sudah berlangsung beberapa kali pertemuan, belum mencapai kesepakatan dikarenakan antara tawaran perdamaian dari Penggugat tidak bisa diterima oleh Tergugat, dan PT BSI juga menawarkan konsep perdamaian yang belum bisa diterima oleh Penggugat.
Sehingga, kata dia, mediasi belum mencapai kesepakatan. Kemudian, persidangan perkara akan dilanjutkan dalam proses jawab menjawab di Mahkamah Syariah Langsa.
Dijelaskannya, gugatan tersebut dilayangkan berawal dari perjanjian kredit antara Cut Nona Sari dengan BSI Langsa. Sebelum di merger, Cut Nona Sari adalah nasabah BRI Syariah yang memiliki pinjaman kredit dengan angsuran perbulan Rp30 juta.
“Setelah di merger menjadi BSI, dia ada ditawarkan untuk keringanan pembayaran angsuran sebesar Rp10 juta/bulan,” kata Arrifani saat dihubungi wartawan, Minggu (28/5).
Namun, saat kliennya mencoba membayarkan pinjaman dengan angsuran yang sudah disepakati sebelumnya, ternyata pihak bank tidak menerimanya. “Dilakukanlah pembayaran, ternyata tidak bisa lagi mencicil, harus bayar penuh, padahal mereka yang menawarkannya. Disitulah ketidakprofesionalannya,” ujarnya.
Disebutkannya BSI Langsa, diduga telah melakukan perbuatan-perbuatan yang kuat dugaan tidak bersesuaian dengan perundang-undangan Perbankan Syariah dan UU Perbankan serta ketentuan PP No. 18 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan pendaftaran tanah. Begitu juga dengan proses lelang objek tanggungan di KPKLN yang dinilai tidak logis.
“Kami mengajukan gugatan terhadap BSI dan KPKLN, dikarenakan kuat dugaan kami bahwa PT Bank Syariah Indonesia (Tbk) alias BSI telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap klien kami. Sehingga kami merasa klien kami telah menjadi korban praktek perbankan yang tidak benar dan sehat oleh PT Bank Syariah Indonesia (Tbk) alias BSI,” ungkapnya.
Ia menyebutkan, proses yang dilakukan para tergugat tidaklah bersesuaian, diantaranya Tergugat I dan II PT Bank Syariah Indonesia (Tbk) tidak profesional dengan membuat keputusan dan lalu kemudian menganulir keputusan yang telah menyuruh klien mereka untuk membayar Rp10juta/bulan.
“Setelah klien kami menyetorkan uang sebesar Rp10juta/bulan dan telah hampir Rp127juta secara bertahap ke rekening yang terkahir kami ketahui, ternyata rekening penampung (ex crow), bagaimana bisa sebuah bank notabene BUMN bisa melakukan praktek seperti ini?,” katanya.
Parahnya, lanjutnya, klien mereka malah mendapatkan SP I dan SP II, dan objek tanggungannya malah di lelang dengan harga yang dugaan mereka apresialnya sangat tidak logis.
“Kami khawatir kasus klien kami ini semakin menambah preseden buruk PT Bank Syariah Indonesia (Tbk) di mata masyarakat. Oleh karena itu, kami meminta Mahkamah Syariah Langsa untuk memberikan keadilan hukum pada klien kami dengan menyatakan bahwa PT Bank Syariah Indonesia (Tbk) alias BSI telah melakukan Perbuatan Melawan HUkum (onrechtmatige daad) pasal 1365 KUHPerdata dan menghukumnya untuk membayar ganti kerugian sebesar Rp5 miliar,” sebutnya.
Sebagai informasi, BSI merupakan bank hasil penggabungan dari tiga bank syariah milik BUMN yakni PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BNI Syariah, dan PT Bank BRIsyariah Tbk. Bank syariah terbesar di Indonesia ini diresmikan oleh Presiden Joko Widodo dan mulai beroperasi pada 1 Februari 2021. (m22/m32)